18× Falsehood

17 4 0
                                    

     “Kalimat yang dia ucapkan demi terlihat sederajat, membawanya pada kebohongan lain yang tak terbatas.

~~~~

     Saat ini, penghuni SMA Jaya Sentosa tengah memenuhi keinginan para cacing di perut yang kelaparan. Dalam beberapa menit, suasana kelas, ruang guru serta beberapa koridor hanya tampak dihuni segelintir murid maupun guru saja. Lautan murid berlalu-lalang di dalam kantin. Berbagai macam makanan serta minuman pun beralih kepemilikan dengan cepat. 

     Kakak beradik yang statusnya —hanya sepihak— tak ingin diketahui murid lainnya itu tak sengaja bertemu di belokan koridor yang berujung dengan satu gudang dan dua kamar mandi cowok dan cewek yang dibangun sebelahan. Entah karena hubungan persaudaraan atau hal lain, keduanya sama-sama tak berniat untuk pergi ke kantin setelah bel istirahat berbunyi.

     Ellora dengan cepat menarik lengan kakaknya untuk ia jauhkan dari jangkauan mata para murid SMA Jaya Sentosa. Gadis itu mewaspadai sekitarnya. Setelah dirasa aman, Ellora kembali menatap kakaknya tajam.

     “Kamu takut hubungan darah kita diketahui murid lain?” Kalimat yang dilontarkan Ozy mampu mengiris tipis hati batu adiknya yang bermaksud membalas namun kalimatnya tertahan di tenggorokan. Ellora kembali melihat sekitar, takut ada yang mendengar.

     El merasa tertampar ketika kakaknya itu justru menunjukkan senyum indah yang akhir-akhir ini terpaksa ditahan hanya untuk menuruti ego-nya. “Tenang aja, El. Selama kamu dan kakak diam, rahasia aman,” ujar Ozy. Kini irisan tipis itu menyincang halus hatinya.

     Raut wajah senyum di depannya itu semakin membuatnya muak. Ellora membuang napas kasar lalu pergi dari hadapan kakaknya. Langkahnya terhenti karena Ozy dengan cepat menggapai lengan adiknya. Mau tak mau El kembali melihat wajah dengan raut kepalsuan itu malas. “Kenapa?” tanyanya bernada dingin. Sejenak gadis itu dapat melihat raut sedih di wajah kakaknya. Sejahat itu kah ia?

     Raut wajah kakaknya berubah dengan cepat. Lelaki itu kembali tersenyum. Kini begitu teduh. El semakin merasa bersalah tapi semua sudah terlanjur.

     “Kalau pesta temanmu sudah selesai, langsung pulang, ya? Bahaya kalau malam.” Ozy berpesan pada adiknya untuk tidak pulang terlalu malam.

     Respon yang diberikan oleh adiknya berada di luar ekspektasinya. Bantahan keras itu diterimanya. “Aku bukan anak kecil lagi, kak! Aku bisa jaga diri.”

     Lagi. Ozy mengukir senyum di bibirnya, walaupun dirinya sudah dibentak oleh sang adik. “Kakak cuma ingetin kamu, El. Kamu itu tanggung jawab kakak," ujarnya pelan.

     Desahan kesal terdengar dari mulut Ellora. “Oke. El bakal langsung pulang nanti.” setelah itu ia melangkahkan kakinya meninggalkan sang kakak yang kini menggelengkan kepalanya diikuti senyum tipis. Lelaki itu memahami perilaku adiknya yang mulai menunjukkan kedewasaan.

     Ozy bermaksud pergi dari depan toilet namun ia hentikan langkahnya tepat diujung belokan. Telinganya mendengar sang adik yang sedang bicara dengan seorang murid perempuan sembari berjalan, karena suaranya yang kian tak terdengar.

     “Lo ngobrol sama siapa tadi, El?" tanya si teman yang ternyata sedang mencari Ellora namun segera gadis itu putar balik arah tubuh temannya.

     “Oh, itu.... kakak kelas. Udahlah nggak penting juga," jawabnya malas dan mendapat respon bibir temannya yang bulat sempurna.

     Jantung Ozy seperti ditimpa batu besar. Kalimat yang keluar dari mulut adiknya terngiang di kepalanya. Se-tidak penting itukah ia bagi adiknya? Apa yang harus ia lakukan agar adiknya itu sadar?

My Bestie [On Going]Onde histórias criam vida. Descubra agora