S:39

12.8K 882 49
                                    

Assalamualaikum semuaaa

Jangan lupa buat dukung terus book "Sequoia"dengan cara vote dan komen

Enjoy your time guys!

..

~ Sequoia ~

"Ning Ana!" Teriakan ustadzah Aliya membuat Ana membalikkan badannya. Dirinya sekarang berada di halte yang tak jauh dari pondok, menunggu taksi yang ia pesan tadi.

"Ada apa?"

"Gara-gara kamu saya dikeluarkan dari pondok ini!"

Ana mengernyitkan dahinya. Ia tidak tahu apa-apa, kenapa dirinya yang di tuduh?

"Saya nggak tau apapun tentang itu," jawab Ana.

"Gara-gara kamu saya kayak gini! Saya kira kamu baik, ternyata kamu penikung!"

Ustdzah Aliya mulai mendorong tubuh Ana. Wanita itu cukup sulit mengimbangkan tubuhnya karena dirinya sedang hamil. Ia memegang perutnya untuk melindungi area tersebut.

"HARUS NYA SAYA! BUKAN KAMU!" Gertak ustdzah Ana.

"Istighfar, ustadzah. Kamu terselimuti hawa nafsu!" Ana berusaha menyadarkan ustadzah Aliya. Jujur saja ia takut sekarang, takut jika perempuan didepannya melakukan hal yang tidak-tidak.

"Ustadzah Aliya, ini sudah takdir. Allah pasti akan memberi yang lebih baik untuk kamu," ucap Ana pelan.

"TAPI SAYA MAUNYA GUS RAZZAN!" Ana memejamkan matanya menetralkan degup jantungnya.

"Kamu merebut apa yang harusnya milik saya!" Tubuh Ana didorong kembali oleh ustadzah Aliya. Sepertinya perempuan itu sudah hilang kendali.

"Ustadzah sadar!" Tubuh Ana semakin terdorong ke arah jalan. Kekuatan ustadzah Aliya jauh lebih besar dari pada dirinya.

Ana mulai merasakan perutnya semakin kram. "Aakh," pekik Ana saat dirinya didorong hingga jatuh di aspal.

"KAMU ITU PERUSAK ANA!"

Ana menggelengkan kepalanya. Rasa sakit pada perutnya semakin terasa. Ia tak yakin bisa menahannya sekarang ini. Satu yang ia ada dalam benaknya sekarang, lindungi anaknya.

"Ya Allah, lindungilah hamba dan anak hamba," rapal Ana dalam hati.

Ustadzah Aliya menarik tubuh Ana dan mencengkeram pipi Ana yang tertutup cadar. Orang-orang disana melihat saja tanpa ada yang mau menolong.

"Tolong!" Pekik ana.

Ustadzah Aliya hanya tersenyum sinis. "Kamu harus mati!"

Ana semakin takut saat mendengar suara ustadzah Aliya yang semakin dalam maknanya. Aura perempuan itu juga sudah jauh berbeda dengan yang biasanya.

"U-ustadzah, s-saya mohon. Perut saya sakiit," lirih Ana.

Ustadzah Aliya tidak mengapik sama sekali perkataan Ana. Tubuhnya sudah terbalut dengan semua dendam, hawa nafsu.

SEQUOIAOnde histórias criam vida. Descubra agora