Tibalah dia di dalam rumahnya...

Dan...

"Astagfirullah maa!"

Dia berlari menuju mamanya yang sudah terkulai lemah dengan isakan tangis yang terdengar amat pedih. Dia melewati lantai yang tajam, karena sudah banyak piring ataupun gelas kaca yang pecah berceceran di lantai rumahnya.

Dia tidak peduli kakinya tertusuk oleh serpihan kaca itu, dia tidak peduli darah yang mengalir dari balik tapak kakinya, dia tidak peduli walau harus lantai putih itu berubah menjadi merah, dia tidak peduli betapa perih kaki yang ia injakan di atas lantai sehabis tertusuk serpihan kaca, karena ini tidak sebanding dengan air mata yang jatuh dari pelupuk mata orang yang ia sayangi, mamanya.

Setelah tiba di hadapan mamanya, dia berjongkok dan menghapus air mata yang terus mengalir dari balik bola mata indah milik mamanya.

"Ma," panggilnya dengan lirih.

"Zaedyn, Vin," rintih Arelina Zalvira Kusuma Zaedyn__mama Ravindra__sangat berharga di dalam kehidupan Ravindra.

Ravindra seketika mengepalkan tangannya serta rahangnya mengeras mendengar nama itu.

"Kenapa lagi ma? Mama bertengkar lagi? Dia nampar mama lagi? Dia chatan sama wanita lain lagi? Dia memaki-maki mama lagi? Atau ada hal lain ma?" Tanya Ravindra penuh penekanan disetiap kalimatnya.

Mamanya tambah terisak, sungguh mamanya tidak kuat ingin mengatakan hal yang sebenarnya terjadi. Dengan mata yang terpejam, "mama lihat papa kamu pelukan dengan wanita lain Vin!"

"DIA BENAR-BENAR SELINGKUH!"

"DIA MAKI-MAKI MAMA!"

"DIA TIDAK TERIMA MAMA SALAHKAN DIA!"

"Sehingga tangan itu mendarat di pipi mama"

Ungkap Arelina dengan dada yang naik turun, air mata yang terus mengalir deras dan Isak tangis yang terus terdengar.

"BRENGSEK!" Teriak Ravindra segera berdiri dari jongkoknya. Mata elang yang tajam itu belum berkedip sedikit pun, nafas yang memburu, tangan yang mengepal, rahang yang mengeras. Sungguh! Ungkapan Arelina membuat emosinya memuncak.

Tanpa berpikir panjang Ravindra berlari keluar dari rumah, dengan niatnya yang ingin menjumpai laki-laki itu, Zaedyn__papanya. Dia berlari, tidak peduli dengan tapak kakinya yang sangat perih akibat tertusuk serpihan kaca.

***

Sesampainya Ravindra di halaman perusahaan Kusuma. Dia keluar dari mobil, menunjukkan ekspresi yang marah besar. Dia berlari masuk ke dalam perusahaan, sehingga membuat semua tenaga kerja menatap anak sulung pemilik perusahaan ini dengan tatapan heran.

Sesampainya ia di depan ruangan papanya, dia menendang pintu dengan kuat hingga mencuri perhatian para karyawan. Dan membuat Zaedyn tersentak seraya spontan berdiri dari kursi kebesarannya.

"RAVINDRA!" Teriak Zaedyn menatap tajam anak sulungnya yang telah kurang ajar masuk ke ruangan tanpa salam, lebih-lebih lagi menendang pintu dengan tidak sopan.

Zaedyn mendekati Ravindra. Tak mau kalah dari Ravindra, Zaedyn juga menunjukkan mata elang nan tajam menatap Ravindra putranya sendiri.

"Papa apakan lagi mama?" Tanya Ravindra dengan penuh penekanan setiap katanya.

"Jangan-bahas-disini, semua mata, sedang menatap kita!" Dengan penuh penekanan Zaedyn mengatakan hal itu kepada Ravindra.

"Kenapa? Malu dengan semua perbuatan itu?"

"DIAM KAMU RAVINDRA!" Teriak Zaedyn menatap tajam Ravindra dengan rahang yang mengeras. Jika Ravindra keceplosan di sini, juga di hadapan tenaga kerjanya, maka habislah reputasinya.

"Aku sudah diam selama ini pa, tapi sayangnya, hari ini, aku ga bisa diam lagi. Sudah cukup ya pa! Cukup sakiti mama!"

"Diam kamu! Atau kamu keluar dari sini!" Ancam Zaedyn yang membuat Ravindra tersenyum miring.

"Papa lupa? Perusahaan ini punya mama? Mungkin mama yang terlebih dahulu mengusir papa dari sini"

Plak!

Tamparan keras dari Zaedyn untuk Ravindra berhasil mendarat di pipi Ravindra.

Kepalan tangan Ravindra semakin kuat juga rahangnya semakin mengeras. Ingin sekali dia membalas tamparan ini, namun dia masih ingat posisinya sebagai seorang anak.

Sungguh Ravindra tidak mau membentak, memaki, serta berbicara mengeras di hadapan papanya. Namun, karena kejadian hari ini, melihat mamanya tidak berdaya seperti itu dan mendengar ungkapan mamanya, anak mana yang tidak emosi?

"Arghhh!" Teriak Ravindra memukul dinding ruangan itu dengan kuat, sangking kuatnya membuat karyawan tersentak kaget begitu juga Zaedyn.

Tidak cukup dengan tapak kaki yang tertusuk serpihan kaca. Ravindra telah membuat punggung tangannya mengeluarkan cairan merah segar.

Tanpa berujar lagi, Ravindra segera meninggalkan papanya. Semua mata menatap iba Ravindra. Tapak kaki yang berdarah, punggung tangannya yang berdarah, ditambah benih air ikutan tergenang di bola mata hitam legam nan tajam Ravindra, semua itu mengundang simpati setiap orang yang melihatnya.

***

Ravindra memasuki mobilnya, mengendari mobilnya dengan kecepatan penuh, mulut yang terus membisu, konsentrasi yang buyar, sehingga membuat dia hampir menabrak pengendara sepeda. Ravindra mengerem mobilnya dengan sigap, ketika melihat seorang wanita yang sedang mengendarai sepeda di hadapannya.

"Astagfirullahaladzim, Ya Allah hamba belum siap!" Teriak pemilik sepeda itu yang memejamkan matanya, ketika tadi melihat sebuah mobil melaju cepat ke arahnya.

Kemudian, pemilik sepeda membuka matanya perlahan dan menghela nafas lega. Ternyata, mobil yang ingin menabraknya sudah berhenti dengan jarak setengah meter darinya. Jika saja Ravindra tidak mengerem dengan sigap, maka mungkin dia sudah bertemu dengan ciptaan-Nya.

Pintu mobil pun terbuka, keluarlah sosok Ravindra dari mobilnya, ia ingin memastikan apakah pengendara sepeda ini baik-baik saja atau ada yang terluka.

Ravindra merotasikan matanya, ternyata seorang perempuan dengan menggunakan gamis, ini pasti modus penabrakan. Ravindra memutar balikkan lagi tubuhnya dengan niat ingin memasuki mobilnya kembali.

"Kok putar balik, lagi?" Tanya wanita itu menatap heran laki-laki yang ada di hadapannya. Mendengar hal itu, Ravindra segera membalikkan badannya menghadap wanita itu.

Ravindra menatap wanita itu dengan tatapan elangnya, terasa begitu sangat dalam. Melihatnya, wanita itu meneguk salivanya susah payah. Bagi wanita itu, ini adalah kali pertama ia menemukan tatapan setajam ini di dalam kehidupannya.

Kemudian Wanita itu mengalihkan pandangannya, hingga tibalah pandangannya melihat punggung tangan Ravindra yang berlumur darah. Dia membelalakkan matanya, meneguk salivanya susah payah. Tak dapat dipungkiri, dia juga merinding melihat darah segar itu.

"Gu-gua yang mau elo tabrak, elo yang terluka,"

Ravindra segera masuk ke dalam mobilnya, tanpa membalas ucapan wanita itu.

"Obati tangan elo!" Teriak wanita itu, sebelum pada akhirnya mobil Ravindra melaju dengan cepat.

🍃🍃🍃

14, Januari 2023

Hmm bagaimana prolog nya? Jangan emosi ya hehe.

Maaf belum sempurna dalam penulisan.

Untuk kali ini jangan lupa vote okey:)

Spam comen, dan vote!

Thank you

Salam sayang dari author🤍

Annora Untuk Ravindra [End]Where stories live. Discover now