𝟏𝟓. 𝐇𝐨𝐮𝐫𝐠𝐥𝐚𝐬𝐬.

167 31 110
                                    

𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 𝟏𝟓

𝐇𝐨𝐮𝐫𝐠𝐥𝐚𝐬𝐬.

Pengakuan Jeongguk tentang penyebab hanyutnya Park Jimin tentu membuat kedua orang tuanya was–was

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pengakuan Jeongguk tentang penyebab hanyutnya Park Jimin tentu membuat kedua orang tuanya was–was. Merasa perilaku putranya terlihat semakin sulit dikendalikan sejak bergaul dengan anak–anak desa Seoha, sang Ibu memutuskan agar menitipkan sang putra pada saudara iparnya di Seoul. Dengan dalih sebagai hukuman agar perilaku sopan–santun Jeongguk diasah. Terlebih, keluarga Pamannya itu memang belum dikaruniai anak.

Awalnya, Jeongguk sangat membenci keputusan ini. Bahkan, ia sempat menaruh dendam pada Ibunya sendiri. Tapi, seiring waktu itu tak menjadi hal buruk baginya. Keluarga Pamannya sangat menyayanginya, seluruh kemauan dan kebutuhan Nam Jeongguk dipenuhi asalkan anak lelaki itu merasa senang. Bahkan, Jeongguk merasa kasih sayang itu benar–benar tercurahnya penuh padanya. Beribu kali lebih baik daripada orang tuanya sendiri.

Namun, 'kerikil' kecil itu datang saat ia baru akan menginjak siswa kelas Menengah Pertama. Gadis berkulit putih bersih, bermata bulat, pemilik rambut coklat kehitaman sepunggung, serta wajah cantik yang bersirat dingin itu diperkenalkan oleh istri sang Paman sebagai sepupu jauh dari kerabat Ibunya.

"Sepupu?" kernyit Jeongguk.

"Hm, Joohyun akan tinggal sementara bersama kita selagi menunggu berkas–berkas hak asuhnya selesai. Dia akan menjadi Kakak angkatmu."

"Ibu ingin menambah anak lagi? Mengurus satu anak saja tak becus!" ketusnya saat mengobrol berdua di ruang makan.

"Jeongguk, tenangkan dirimu. Ibumu hanya memintanya tinggal sementara di sini sebelum membawanya kembali ke Seoha. Joohyun anak yang baik meski kehidupan keluarganya kurang beruntung. Sedikit melunaklah padanya. Lagi pula Ibumu sudah lama menginginkan anak perempuan, hm?" bujuk istri sang Paman.

Remaja lelaki itu tak luruh dengan hasutan–hasutan bijak barusan. Rasa benci terhadap Ibunya semakin ia luapkan dengan lirikan tajam pada gadis yang masih terduduk sendirian di ruang tamu, sebelum Bibinya menghampiri Joohyun dengan ramah.

Perang dingin itu memuncak di antara keduanya, entah siapa yang duluan memulai. Sangat asing. Selama Joohyun menginap di sana, dua saudara angkat itu jarang sekali dipertemukan dalam interaksi hangat. Jangankan saling menyapa, bersitemu tatap saja tak pernah. Tapi, semua itu perlahan dipatahkan saat malam di mana Jeongguk pulang dengan beberapa memar di sekitar wajah.

Jeongguk memasuki rumah dengan wajah kusut, menyisakan titik–titik air dari tubuhnya yang setengah basah karena derasnya hujan. Tak sengaja bertemu tatap dengan Joohyun di ruang tamu, Jeongguk lekas membuang muka. Berbanding hal dengan kernyitan Joohyun yang mengarah ke titik memar lelaki Nam itu sebelum bergegas mengambil kotak obat.

Merasa tak acuh, Jeongguk hendak naik ke kamar. Tapi, seketika itu pula Joohyun menarik paksa lengannya agar kembali terduduk di sofa. "Kenapa?" liriknya risih.

happier than ever. [vrene] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang