𝐎𝟖. 𝐄𝐦𝐨𝐭𝐢𝐨𝐧𝐚𝐥 𝐖𝐞𝐢𝐠𝐡𝐭.

215 35 140
                                    

𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 𝐎𝟖.

𝐄𝐦𝐨𝐭𝐢𝐨𝐧𝐚𝐥 𝐖𝐞𝐢𝐠𝐡𝐭.

Bibi Nam tak bisa menyembunyikan lirikan penasaran mendapati aura 'berbeda' Yoo Joohyun pagi ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bibi Nam tak bisa menyembunyikan lirikan penasaran mendapati aura 'berbeda' Yoo Joohyun pagi ini. Berbeda dan ... berwarna? Mungkin tak ada yang begitu istimewa mendapati cardigan sederhana berwarna geranium pink membalut tubuh Joohyun. Tapi, itu menjadi sangat berbeda karena Yoo Joohyun selalu berciri khas warna gelap dalam setiap penampilannya. Suapan makanan Bibi Nam terhenti di udara, disusul senyuman tertahan. "Pakaian yang bagus, Joohyun. Sangat cocok untukmu."

Joohyun mengangguk santun. "Terima kasih."

"Dari ... Jeongguk 'kan? Sudah ku duga, anak itu sangat mengerti tentangmu."

Joohyun menggeleng pendek. "Hadiah dari cucu Nenek Ryeo."

Bibi Nam mengernyit samar. "Benarkah? Whoa, selera Minji benar–benar bag—"

"Kim Taehyung," sela Joohyun dingin. Mengabaikan sumringah di bibir Bibi Nam yang perlahan meluntur sempurna. Hanya ada bunyi pertemuan alat makan hingga menu di piring salah satunya bersih tak bersisa.

Usai membantu membereskan meja makan, Joohyun masih betah menutup mulut. Begitu pula dengan Bibi Nam yang ditimpa kegelisahan tak menentu. "Aku ... berangkat," bungkuk Joohyun sopan.

Anggukan Bibi Nam tak berarti, gadis itu tak menoleh hingga menghampiri rak sepatu. Bahkan, hingga suara pintu terdengar tertutup kembali, sirat cemas di wajah Bibi Nam kian menjadi–jadi.

Tak hanya Bibi Nam, hal serupa juga Joohyun alami sesampai di sekolah. Menyambut murid–murid di gerbang kayu dengan wajah lebih lepas dari biasanya. Lebih menyilaukan dari cakrawala pagi yang mulai beranjak dari peraduan.

Tentu, Minji salah satunya yang menyadari perubahan spesial itu. Menghampiri si wanita idaman dengan sapaan khasnya. "Pagi, sayangku~"

Joohyun terkesiap pelan, mengernyit saat bocah Kim menagih gestur salam di tangan. "Apa ... maksudmu?" Sedikit curiga.

"Kenapa?" kerjap Minji datar. "Aku boleh memanggil Guru Yoo begitu 'kan? Sayangku~" ulang Minji jujur. Dibalas helaan lega itu, barulah Minji tersenyum simpul.

"Kau ... sendiri pagi ini?"

Minji mengiyakan sambil memainkan sesekali tali ransel. "Aku lebih nyaman pergi sendiri. Lagi pula, Ayah sibuk. Guru Yoo juga tahu 'kan?"

"Oh. Ya, aku ... tahu," sahut Joohyun serak dibarengi senyum tipis.

"Baguslah. Memang harus begitu. Setidaknya, Ayah melatih diri menjadi calon Kepala Keluarga yang bertanggung jawab."

"Minji, pelankan suaramu," desis Joohyun karena suara anak itu lantang seperti biasa. Sebentar, kenapa dia begitu panik hanya mendengar kata–kata tak berdasar itu? Aneh. "Kalau begitu, masuklah ke kelas," ujar Joohyun sambil mengacak pelan rambut Minji.

happier than ever. [vrene] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang