𝐎𝟐. 𝐒𝐰𝐞𝐞𝐭 𝐏𝐨𝐭𝐚𝐭𝐨.

316 54 123
                                    

𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 𝐎𝟐

𝐒𝐰𝐞𝐞𝐭 𝐏𝐨𝐭𝐚𝐭𝐨.

Manakala semburat jingga mulai menampakkan diri di ufuk Barat, seolah menjadi pertanda bagi sebagian makhluk hidup mengakhiri aktivitas guna menyapa sang Dewi Malam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Manakala semburat jingga mulai menampakkan diri di ufuk Barat, seolah menjadi pertanda bagi sebagian makhluk hidup mengakhiri aktivitas guna menyapa sang Dewi Malam. Taehyung tengah disibukkan di gudang belakang. Hari pertama kegiatan 'berlibur'nya diisi dengan membantu panen kebun sang Nenek yang tentu pula disambut hangat oleh warga lain.

Suara Nenek Ryeo sayup–sayup mengobrol dengan seseorang. Kemudian, tak terdengar lagi. Tergantikan oleh suara langkah yang tertuju ke arah gudang.

Cekungan di bibir merah muda itu masih terpatri. Mendapati punggung tegap berbalut singlet putih itu sangat larut dalam kegiatan memindahkan kentang–kentang ke karung. Sampai–sampai tak sadar bayangan mereka yang terbias mentari senja menerobos celah pintu. Tersenyum, pintu itu pun diketuknya teratur.

Hal pertama yang menyapu pandangan adalah sepatu kets putih beserta rok plisket semata kaki, disusul aroma vanilla yang menggoda nakal indra pembau. Memaksa Taehyung untuk bersitegak, beralih sementara dari kesibukannya. "Oh, kau ... Guru–nya ... Minji?" Satu kelopaknya menyipit, sedikit memastikan atas sosok yang masih melemparinya senyuman ramah. "Sudah di sini ... sejak tadi? Oh—maaf, aku belum mandi." Sial, cercaan Minji tadi pagi berhasil membuat imejnya luntur dengan mudah.

Joohyun mengangguk sekena. Belum melepas kerjapan dari pria di hadapan, membuat yang diperhatikan mulai salah tingkah.

"Atau ... kau mencari Minji? Astaga, di mana anak itu?! Jam segini masih saja—"

"Dia sedang mandi. Di dalam," potong Joohyun halus.

Taehyung ber–oh. Lalu, apa? Sadar ke arah mana tatapan itu bertumpu, barulah Taehyung paham. "Maaf, aku akan mengantar ini secepatnya. Tadi ada beberapa kentang yang busuk."

Joohyun menggeleng ringan. "Tak apa. Aku juga kebetulan ada keperluan." Merasa tak ada apapun lagi untuk dibicarakan, wanita berkuncir kuda itu memilih angkat kaki dari sana.

"Sebentar."

Langkah Joohyun terhenti kecil, menoleh ke arah Taehyung yang telah berdiri di muka pintu gudang.

"Siapa ... namamu?" Tiba–tiba saja, satu pertanyaan itu terlintas di kepala.

Taka ada durasi akurat bagi dua pasang mata asing itu bersitemu tatap. Entah apa yang menghinggapi benak. Lalu, Joohyun memangkas semuanya lewat satu jawaban. "Joohyun. Yoo Joohyun."

"Baik, Guru Yoo."

"Kau sudah tahu namaku 'kan? Panggil aku demikian."

Benar juga. Taehyung menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Kikuk, alias. "Baik, Joo ... hyun–ssi," celosnya hati–hati.

Si pemilik nama tersenyum simpul, memilih masuk ke rumah Nenek Ryeo sebelum semua itu membuat satu wajah mendidih malu.

Sedangkan Taehyung? Begitulah. Kentang–kentang tak berdosa itu tak ia perdulikan lagi. Lebih memilih larut dalam canggung yang tiba–tiba hadir tanpa permisi. Benar 'kan? Senyum itu sopan sekali. Lebih renyah dari ... kentang goreng berjalan, mungkin?

happier than ever. [vrene] ✔️Where stories live. Discover now