𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 𝐎𝟓
(𝐧𝐨𝐭) 𝐅𝐢𝐧𝐞 𝐚𝐭 𝐀𝐥𝐥.
"Bagaimana? Sudah ada kabar?"
"Belum, Taehyung. Polisi belum menemukan titik terang untuk kasusmu. Karena bukti transaksi dari rekeningmu belum terlalu kuat, mereka butuh waktu lebih banyak untuk menyimpulkan bahwa itu adalah kasus penipuan."
Sial. Sepertinya itu memang pertanda bahwa Taehyung harus mengikhlaskan seluruh uangnya kali ini. Itu adalah satu keteledoran yang terlambat ia sesali. "Oh, aku mengerti," sahutnya. Terpaksa.
"Ngomong–ngomong, kau tak mau kembali ke kantor? Aku bisa menyisipkan berkasmu. Pegawai 'titipan' kami sangat lamban dan kurang kompeten."
"Jika bajingan itu masih ada, aku tak akan sudi menginjakkan kaki di sana," geram Taehyung sembari tangannya mengerat pada gagang telepon. Di samping itu, ia masih menaruh dendam pada seorang atasan yang pernah memaksanya membuat pengakuan telah melarikan dana perusahaan. Sengaja menyuap dan menjadikannya 'tumbal' demi naik jabatan.
"Atau, kau mau ku tawarkan ke kantor temanku? Kebetula—"
"Tidak," potong Taehyung dingin.
Lawan bicara Taehyung di telepon berhela pelan. Tak ingin memperkeruh suasana. "Baiklah, jika ada perkembangan lagi akan segera ku hubungi. Tapi, bagaimana aku bisa menghubungi jika ... nomormu saja sering tak aktif?"
"Oh, di desaku tak ada sinyal," bual Taehyung. Hanya mematikan ponsel agar tak diganggu orang–orang Seoul yang menjadikannya seperti buronan kota.
"Benarkah? Ku pikir, di sana sudah masuk jaringan telepon. Kalau begitu, titip salam dengan Nenekmu, ya. Semoga kau berpikir ulang untuk segera kembali ke Seoul."
"Semoga tidak. Aku tutup," pangkas Taehyung. Tanpa basa–basi lagi. Ke luar dari bilik telepon umum dengan perasaan campur aduk.
Taehyung tahu, menghindari masalah adalah siasat seorang pengecut. Tapi, ia harus melakukannya. Mau tak mau. Keadilan itu hanya omong kosong bila uang telah 'berbicara'. Dan, Taehyung harus merelakan seluruh impian dan pundi–pundi yang telah ia bangun selama ini di Seoul. Hancur dalam hitungan detik.
Setidaknya, menenangkan pikiran sementara di desa kelahiran sembari mengatur rencana baru tak masalah. Mengulang dari awal pun tak apa. Hidup memang begitu. Harus tetap berjalan meski kaki terpincang–pincang 'kan?
Menyusuri jalanan kota yang seperti biasa diisi oleh kesibukan berbagai kalangan, Taehyung memutuskan masuk pada satu pusat perbelanjaan. Mengobati rasa kesal dengan memberi hadiah pada orang–orang terdekat sepertinya tak salah. Mungkin, ini bentuk dari teguran juga agar ia melampiaskan emosi dengan hal–hal positif saja. Meninggalkan Kim Taehyung yang di masa muda gemar berfoya–foya.
Dua paper bag telah di tangan setelah hampir setengah jam berkutat memutuskan hadiah yang pantas untuk Nenek Ryeo dan Minji. Tersisa satu orang lagi yang belum Taehyung bisa putuskan akan diberi hadiah apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
happier than ever. [vrene] ✔️
Fanfiction❝𝘵𝘩𝘪𝘴 𝘴𝘵𝘰𝘳𝘺 𝘪𝘴 𝘢𝘣𝘰𝘶𝘵 𝘵𝘩𝘦𝘺 𝘧𝘪𝘯𝘥 𝘩𝘢𝘱𝘱𝘪𝘯𝘦𝘴𝘴 𝘪𝘯 𝘵𝘩𝘦𝘪𝘳 𝘰𝘸𝘯 𝘸𝘢𝘺.❞ Tak pernah terpikirkan oleh Taehyung bila kepulangannya ke desa kelahiran setelah merelakan seluruh mimpinya berakhir di Seoul akan mengukir le...