𝟏𝟑. 𝐁𝐮𝐭𝐭𝐞𝐫𝐟𝐥𝐲 𝐄𝐟𝐟𝐞𝐜𝐭.

Start from the beginning
                                    

"Tak perlu. Aku hanya kurang tidur setelah membantu Minji melukis semalaman," tolak Taehyung setelah berhela panjang. "Kau lapar? Nenek kebetulan menyiapkan banyak makanan sejak subuh tadi. Dia sangat antusias dengan agenda liburan musim panas ini," tanyanya balik.

"Belum. Nanti saja," geleng Joohyun. Terkesiap pelan, Joohyun mendapati tangannya diambil oleh Taehyung dari pangkuan. Beberapa kali membawa dalam genggaman erat sambil menciumi punggung tangannya sesekali. "Sebenarnya aku gugup ... ini pertama kalinya aku pulang ke Yeosu."

Dua pasang mata itu kembali beralih pada panorama hijau yang disuguhkan oleh kereta api yang mereka naiki. Mengingat durasi perjalanan ke Yeosu hampir memakan waktu 4 jam, tak mungkin jika hanya berdiam saja dalam waktu selama itu. Salah satu kepala diam–diam memutar otak.

"Aku bosan. Bisakah kita melakukan sesuatu?" usul Joohyun.

"Hm. Apa?"

"Bertukar pertanyaan. Tebak–tebakan, atau apapun itu."

Taehyung mengiyakan saja, mempersilahkan Joohyun guna mendominasi obrolan kali ini. "Boleh. Kau duluan."

"Apa impianmu terbesar dalam hidupmu? Setidaknya, sebelum kau mati."

"Banyak. Yang jelas, aku belum mau mati."

Joohyun tersenyum. "Kenapa?"

"Masih banyak hal yang ingin ku nikmati. Sudah cukup masa kecilku dipenuhi kesialan dan ketidak adilan. Aku ingin membalas semuanya dengan kebahagiaan yang ku ciptakan sendiri. Kau sendiri, apa?"

Mendapati jawaban lugas itu, bola mata Joohyun berbinar senang. Semangat dan harapan baru selalu ia temukan dalam sosok pemuda satu ini. "Aku ingin memakai gaun pengantin. Kau ... sempat berpikir untuk itu 'kan? Menikah?"

Sudut bibir Taehyung tergigit kecil, sempat menertawai dirinya yang dulu karena merasa 'tabu' akan hal satu itu. "Ya, dulu aku tak percaya meski aku gagal menikah juga. Tapi, sekarang aku tak pernah menyesalinya. Aku akan membantumu mewujudkannya."

"Baguslah. Aku punya teman berbagi!" puji Joohyun semangat. "Lalu, di gaun pengantin itu diisi oleh anggur merah seperti darah."

Taehyung berdesis ngeri. "Ku mohon, berhenti," cegahnya lesu. Mencegah Yoo Joohyun kembali 'menelurkan' ide–ide di luar nalarnya pada kondisi yang tidak tepat.

"Setidaknya, aku bersyukur. Aku tak perlu merasa takut lagi dengan hal–hal mengerikan sejenis itu."

"Aku juga. Melihat hal seperti itu sudah seperti pemandangan biasa bagiku," sahut Taehyung. Tak mau kalah.

"Mau menonton film seperti itu?"

"Hah?"

"Ayo, sepertinya di Yeosu masih ada bioskop yang pernah ku kunjungi bersama Ayahku dulu. Aku sudah lama tak menonton bioskop."

Tak begitu fokus dengan ajakan satu itu, Taehyung lebih menaruh atensi pada sirat mata Joohyun yang masih terlihat lelah. "Kau ... kurang tidur?" tanyanya sembari menghalau anakan rambut di pipi Joohyun dengan telunjuknya.

Pasrah, Joohyun mengiyakan. "Aku jarang tidur yang 'benar–benar tidur'. Kau paham maksudku 'kan? Selama ini, aku takut tidur terlalu nyenyak. Hanya mengantisipasi terjadi hal buruk. Jadi, sebisa mungkin aku tak mau terlalu lelap. Jika kau jeli, kau bisa melihat kantung mataku ini—aku akan berubah seperti panda," tunjuknya pada kantung mata sendiri.

"Mana? Aku tak melihat."

"Baguslah. Pertanda, matamu sudah rabun," cibir Joohyun sekilas.

"Sungguh, aku tak melihat. Mungkin, harus lebih dekat." Taehyung menyipit serius sembari mendekatkan wajahnya. Lalu, tanpa aba–aba mencuri ciuman pada kelopak mata Joohyun yang refleks terkatup.

happier than ever. [vrene] ✔️Where stories live. Discover now