18. Pergi ke Istana

3 1 0
                                    

Happy reading🤗
.
.
.

"Nona!"

Ema menggeleng keras karna Lunara masih tertidur sangat pulas, padahal sudah hampir tengah hari.

"Nona, anda harus bangun sekarang!" Seru Ema sambil menyikap gorden yang menutupi cahaya matahari.

"Aku bangun sore," gumam Lunara dengan kedua mata yang masih terpejam erat.

Lunara tak benar-benar tidur, hanya saja badan gadis itu terlalu lemas karna begadang semalam.

Perasaan sedih menyergap Lunara tengah malam, ia bermimpi sangat mengerikan. Setelah itu air matanya mengalir dengan deras, ia merindukan keluarga dan kehidupannya.

"Tidak Nona, anda harus bangun dan mandi sekarang," tukas Ema sambil menyibak selimut tebal yang menutupi seluruh tubuh Lunara.

"Tidak," seru Lunara sambil bangkit dan menarik selimut itu hingga menutupi kepala.

"Nona! Apa anda tidak ingat? Pukul 1 siang anda harus pergi ke Istana," seru Ema kembali menarik selimut dan membuangnya ke lantai.

Mendengar perkataan Ema membuat seluruh jiwa Lunara langsung terkumpul, ia bangkit dengan kepala yang bersandar pada kepala ranjang.

"Terima kasih sudah mengingatkanku Ema," ucap Lunara dengan senyum lebar.

Lunara bangkit dari ranjang yang sedari tadi mengungkungnya, "Bawakan sarapanku Ema."

"Nona tampak sangat bersemangat sekali?" Tanya Ema dengan dahi mengkerut. Namun, ia segera mengembangkan senyum lebar, "Nona sudah pasti sangat senang karna akan bertemu Pangeran Lucas."

Lunara menaikkan sebelah alisnya, "Tidak juga."

"Nona tidak malu," ujar Ema sambil menahan tawa.

Lunara mengedikkan bahu acuh, lalu pergi ke kamar mandi untuk bersiap.

_________________

"Aku senang kau datang lebih cepat," ucap Lucas sambil memberikan tangannya pada Lunara yang sedang turun dari kereta kuda.

Lunara menerima uluran itu terpaksa, tentu saja karna di hadapannya terdapat beberapa orang penjaga. Dan Ema yang memojokkannya dengan terus mencolek lengannya

"Terima kasih," balas Lunara dengan senyum tipis.

Setelah Lunara menginjakkan kaki di tanah, Lucas masih belum melepaskan tangannya. Tentu saja itu membuat ia gusar dan tak nyaman.

"Aku akan terus memegang tanganmu, Ayah dan Ibuku sedang berjalan kemari," bisik Lucas di samping telinga Lunara.

Lunara hanya bisa menghela nafas, ia benci berpura-pura melakukan sesuatu untuk orang lain, dan menjadi orang lain.

Lunara terus berjalan sambil menggandeng tangan Lucas, tak lupa dengan senyum paksa yang harus ia lukis di bibir.

"Salam yang mulia Raja dan Raja," sapa Lunara sambil membungkukkan pinggang di hadapan Atlas dan Krista.

"Aku sangat merindukkan menantuku," seru Krista sambil mengelus rambut Lunara pelan.

"Ibu, pesta pertunangan kami baru 1 minggu yang lalu," seru Lucas sambil terkekeh pelan.

Krista mendelik tajam pada Lucas, "Tentu saja Ibu ingat! Kamu harus sering-sering membawa Calista kemari."

"Ibu tanyakan saja pada Calista," ucap Lucas sambil melirik Calista.

"Te-tentu saja yang mulia," ucap Calista dengan senyum kikuk.

"Terima kasih Nak, tapi untuk kedepannya kamu bisa memanggil kami dengan sebutan Ayah dan Ibu. Iyakan suamiku?" Ucap Krista sambil menyikut lengan Atlas keras.

"Tidak, terlalu dini membiarkan dia masuk ke dalam keluarga ini. Pertunangan mereka mungkin akan kandas di tengah jalan," kata Atlas lalu berbalik pergi dengan langkah lebar.

"Jangan dengarkan ucapan suamiku, dia memang kasar," ucap Krista dengan senyum kaku.

"Aku akan selalu di sisimu," kata Lucas sambil memeluk bahu Lunara.

"Ibu pergi dulu," ucap Krista dengan senyum tipis menatap Lunara dan Lucas.

"Jaga tunangamu dengan Nak," sambung Krista lalu berbalik mengejar suaminya yang tak lagi terlihat.

"Mari Calista," ucap Lucas dengan tangan yang masih berada di bahu Lunara.

Lunara melirik sekilas Lucas, lalu menurunkan tangan laki-laki itu dari pundaknya.

"Aku rasa kamu tak perlu lagi menuntun dan merangkul diriku, kita cukup berjalan beriringan," jelas Lunara menatap Lucas sambil mengangguk pelan.

"Baiklah," balas Lucas sambil mengangguk pelan.

"Adik ipar!!"

Teriakan itu berasal dari seorang laki-laki yang tengah berlari menuju Lunara dan Lucas, dan keberadaan laki-laki itu membuat Lucas geram bukan main.

"Bisakah kau berpura-pura tak melihatku? Jujur saja aku sangat muak melihat wajahmu," geram Lucas dengan gigi yang bergemelutuk.

Atlan menatap tajam adik tirinya, lalu mengembangkan senyum miring, "Aku juga sangat membencimu."

"Pergilah sekarang berandal!" Teriak Lucas dengan wajah emosi.

"Aku kemari untuk menemui adik iparku, tentu saja aku ingin menyapanya. Agar kami bisa akrab," ujar Atlan dengan senyum lebar.

"Tidak perlu," geram Lucas sambil maju menyembunyikan Lunara ke belakang punggungnya.

"Kakakmu hanya menyapa," seru Lunara lalu melangkah kedepan hingga berada di tengah-tengah Kakak beradik itu.

"Aku sudah bilang jangan mendekati Calista," geram Lucas dengan mata melotot.

"Aku tidak mendekati 'Calista'," ucap Atlan lalu merangkul bahu Lunara, "Aku hanya ingin akrab dengan tunanganmu."

"Lepaskan tanganmu sialan!" Teriak Lucas sambil mendorong Atlan hingga mundur beberapa langkah.

"Kau sangat kasar dan tak tahu, sama seperti Ibumu," ucap Atlan sambil terkekeh pelan.

Lucas mengepalkan tangan denga kuat membuat kuku jarinya memutih,
"Bersikaplah sepertinya biasanya, seperti kau tak pernah hidup di dunia ini!"

"Mari Adik ipar kita pergi," ajak Atlan sambil menarik tangan Lunara.

"Dia tunanganku," seru Lucas sambil menarik tangan Lunara yang bebas.

"Aku meminjamnya sebentar," balas Atlan malas.

"Dia tak akan pergi tanpa persetujuanku," tukas Lucas sambil mengcengkram erat pergelangan tangan Lunara.

"Lepas!!" Teriak Lunara sambil menarik kedua tangannya yang di cengkram oleh 2 laki-laki.

"Ya Seharusnya keputusan itu di ambil olehnya," ucap Atlan sambil melirik Lunara yang masih menahan kesal.

_______________

To be continue.

My AtlantisWhere stories live. Discover now