15. Hutan

4 2 0
                                    

Happy reading🥲

Gak tau kedepannya cerita ini bakal rame atau enggak, Author nulis karna hobbi. Oh iya Author ada playlist lagu bagus banget, mungkin kalian juga udah tau ya.
.
.
.

"Bagaimana dengan saudara Pangeran Lucas?"

"Maksud Nona Pangeran Atlan? Beliau Kakak tiri dari Pangeran Lucas."

"Apa Pangeran Atlan anak dari selir atau semacamnya?" Tanya Lunara dengan kedua alis yang menukik tajam.

"Tidak, Pangeran Atlan lahir dari Ratu pertama. Singkatnya Ratu meninggal setelah di racuni, umur Pangeran Atlan waktu itu baru menginjak 5 tahun."

"Itu berarti Pangeran Atlan lebih tua, mengapa dia tidak menjadi Raja selanjutnya?"

"Yang saya dengar, Ratu menentangnya dengan tegas karna Pangeran Lucas lebih pantas."

"Memangnya ada kualifikasi seperti itu di sistem Monarki?"

"Seluruh bangsawan kelas atas mencapnya sebagai berandal "

"Ya dia mengucapkan apa yang dia inginkan," gumam Lunara dengan mata yang menerawang.

"Nona sudah bertemu dengan Pangeran Atlan?" Tanya Ema dengan mata menyipit.

Lunara berdehem singkat, "Lanjutkan ceritamu Em."

"Pangeran Atlan suka mempermainkan banyak wanita bangsawan, dan suka berperang."

"Aku rasa itu hal yang lumrah disini, kenapa Raja menyetujui hal itu dengan sangat mudah? Itu tidak adil."

"Saya juga tidak tahu Nona."

Lunara menghela nafas pelan, semakin ia mengingat laki-laki itu, membuatnya semakin penasaran.

____________________

"Nona anda benar-benar yakin?" Tanya Ema ragu-ragu sambil memegang jubah hitam yang membalut seluruh tubuh Lunara.

"Kamu sudah bertanya itu ratusan kali, jika kamu takut pergilah sekarang," ucap Lunara sambil berusaha memanjat tangga untuk melewati pagar yang tak terlalu tinggi.

"Tentu saja tidak Nona, saya akan menemani anda. Walaupun nyawa taruhannya," ucap Ema melirih di akhir kalimat.

Lunara memutar bola matanya, "Aku pasti akan melindungimu, negara ini hanya maju di pikiranku saja. Hukum disini sangat kuno."

"Saya akan tetap ikut Nona," kekeh Ema.

"Tidak, kamu akan tetap disini Ema. Nanti bagaimana aku bisa menuruni tangga ini?"

"Tapi...anda harus berjanji untuk baik-baik saja Nona!?"

"Baiklah Em, terima kasih sudah mengkhawatirkan aku di tengah kerumunan manusia kuno ini," ucap Lunara dengan senyum lebar.

"Anda baru saja mengumpat Nona?" Tanya Ema lalu menutup mulutnya yang terbuka dengan tangan.

"Tidak," ucap Lunara sambil menggeleng pelan, "Aku hanya mengatakan hukum di negara ini sangat kuno."

Ema meletakan jari di bibirnya yang terkatup, "Ya itu. Jangan katakan hal itu Nona, Raja akan sangat marah."

"Aku akan mengatakan itu lagi saat bertemu Raja," ucap Lunara sambil memutar bola mata malas.

"Jangan Nona! Bahkan Tuan Alberto tidak akan bisa menyelamatkan Nona."

"Baiklah, itu artinya Raja sangat mengerikan. Tapi kenapa Raja membiarkan putranya mendapat ketidak adilan?"

"Nona masih memikirkan Pangeran Atlan?" Tanya Ema dengan mata menyipit.

"Ya."

"Nona berhenti memikirkan hal-hal yang tak penting, Nona seharusnya fokus dengan Pangeran Lucas."

Lunara mengedikkan bahu acuh, membuat Ema makin tak paham dengan pikiran Lunara.

"Bukankah itu bagus? Maksud saya di masa depan nanti Anda akan menjadi Ratu."

"Ratu?" Ucap Lunara dengan senyum miris, ia benci dirinya sendiri karna memiliki hati yang lembut.

Flashback

"Calista?" Panggil Lucas sambil melambaikan tangan di depan wajah Lunara yang sedang melamun.

Lunara mengejapkan matanya, dan itu berhasil mengembalikan seluruh kesadarannya.

"Kau menyukainya?"

Pertanyaan itu membuat Lunara menatap bingung Lucas.

"Atlan, kau menyukainya kan?" Jelas Lucas sambil menunjuk punggung Atlan yang jauh.

"Tidak."

"Kau berbohong, matamu saja dengan jelas terus terpaku menatapnya," ucap Lucas dengan wajah datar.

Lunara balik melemparkan pandangan datar, "Kenapa kamu menatapku seperti itu? Itu urusanku menyukainya atau tidak."

Lucas berdecak pelan, "Jangan menyukainya, dia lebih berbahaya dari pada aku."

"Tidak," ucap Lunara dengan ragu, "Aku kemari karna berubah pikiran, aku akan membantumu."

___________________

Suara siulan dan derap langkah kaki, membuat Lunara yang sedang membasuh wajah dan kakinya di pinggir sungai menoleh.

"Rupanya ada Adik ipar disini," seru Atlan lalu bersiul menggoda.

"Untuk apa kamu kemari?" Tanya Lunara menatap lurus Atlan.

"Pertanyaan bagus," ucap Atlan sambil terkekeh pelan, "Aku mengikutimu."

Lunara sangat kaget dan takut, tapi ia harus tenang dan mengontrol ekpresi wajahnya. "Sejak kapan?"

"Saat kau melewati Pasar, entah intuisi dari mana yang membuatku mengikutimu," ucap Atlan menatap Lunara dengan senyum tipis.

"Aku tahu kamu sudah itu sejak awal, kamu tahu jika dibalik tudung hitam itu aku," ucap Lunara lalu berjalan menaiki daratan dan duduk di rumput hijau.

"Tidak, tapi intuisi selalu benar. Aku selalu mengikuti wanita cantik," ucap Atlan sambil terkekeh pelan, dan mengedipkan sebelah matanya pada Lunara.

"Seharusnya kamu pergi sekarang," ucap Lunara dengan wajah kesal.

"Justru karna kau aku tak bisa pergi," ucap Atlan lalu tersenyum miring, "Aku disini untuk menjagamu."

___________________

To be continue.

My AtlantisWhere stories live. Discover now