16. Bicara dengan Atlan

9 2 0
                                    

Happy reading🥺

.
.
.

"Karna aku sudah sampai disini, bagaimana jika kita habiskan waktu untuk mejelajahi Hutan ini?"

"Baiklah," jawab Lunara tanpa ragu sedikitpun.

"Aku suka gadis sepertimu, kau tahu apa yang benar-benar kau inginkan," ucap Atlan dengan senyum simpul.

Lunara menatap Atlan datar, ia tak tahu alasan mengapa dirinya mengiyakan ajakan Atlan dengan mudah, tanpa berpikir sedikitpun. Ia sangat nyaman dan aman berada di dekat laki-laki itu.

"Kamu sering datang ke Hutan ini?"

"Hampir setiap hari."

Lunara menatap bingung Atlan, "Itu berarti kamu tidak mengikutiku kan? Jalan dan tujuan kita sama."

"Aku mengaku berbohong soal itu," ucap Atlan sambil terkekeh pelan, ia menghentikan tawanya sekejap dan menatap Lunara dengan wajah serius, "Tapi aku akan melindungimu, soal itu aku serius."

__________________

"Sampai," seru Atlan tiba-tiba.

Membuat Lunara yang tak awas karna sedang takjub pemandangan di sekitarnya, menabrak punggung Atlan dengan keras.

"Hey! Perhatikan langkahmu Adik ipar," ucap Atlan sambil berkacak pinggang.

"Seharusnya aku yang berkata seperti itu, kamu menghentikan langkahmu dengan tiba-tiba," kata Lunara sambil mengusap kening.

Atlan mengedikkan bahu acuh, "Pemandangan disini sangat indah bukan?"

Lunara mengangguk pelan, matanya terus di manjakan dengan pemandangan yang sangat indah. Hingga tanpa sadar, kakinya terus melangkah melewati Atlan.

"Tunggu," seru Atlan sambil menarik tangan Lunara, "Kau harus benar-benar memperhatikan langkahmu Adik ipar."

Lunara mengedipkan matanya berkali-kali, ia sangat kaget karna tepat di ujung jari kakinya jurang  yang di penuhi tanaman duri merambat.

Lunara bergidig ngeri, ia segara memutar langkahnya ke belakang Atlan, "Terima kasih."

"Aku akan melindungimu," ucap Atlan berbalik menatap Lunara dengan senyum lebar.

"Ka-kamu sudah mengatakannya berulang kali," lirih Lunara sambil mengusap salah satu lengannya.

"Ah! Benarkah?" Ujar Atlan dengan senyum kikuk.

Lunara menatap lurus Atlan yang menyisir rambut dengan tangannya, ia tak kuasa menahan senyum karna hatinya menghangat.

"Apa itu juga milikmu?" Tanya Lunara sambil menunjuk sebuah rumah pohon yang beberapa meter darinya.

"Tentu saja," ucap Atlan sambil melangkah menuju Rumah pohon itu.

"Kamu membangun sendiri?" Tanya Lunara sambil berjalan mengikuti Atlan.

"Ya."

"Kamu tidak mempunyai kegiatan lain? Maksudku seperti di Istana, bukankah kamu juga Pangeran disana?"

Atlan menghentikan langkahnya, ia berbalik dan menatap tajam Lunara, "Ada perbedaan jelas antara aku dan Lucas."

Lunara menelan ludahnya kasar, ia sadar perkataan sudah menyinggung laki-laki ini.

"Aku dengar kamu suka perang?"

"Kau bahkan tahu banyak tentangku, apa adikku menjelaskannya padamu?" Tanya Atlan dengan satu sudut bibir tertarik ke atas.

"Tidak," jawab Lunara menatap lurus Atlan.

"Aku Panglima, dan aku selalu berlatih disini," ucap Atlan sambil berjalan mendekati Lunara yang masih terdiam.

"Lalu kenapa kamu membawaku kemari?"

"Apa adikku tak memberitahumu, jika kakaknya ini sangat berbahaya?" Tanya Atlan sambil mengusap rambut Lunara pelan.

____________________

"Saya tak percaya, Nona benar-benar keluar dari Kastil," ucap Ema dengan bangga.

Lunara melirik Ema dengan senyum tipis, Ema selalu mengingatkan ia pada Dista yang cerewet dan selalu mendukungnya.

Lunara termenung sejenak, ia dulu sangat tertutup menyangkut kehidupan pribadinya pada Dista. Apa ia boleh bercerita tentang Atlan pada Ema? Ia rasa tak apa, karna ia dan laki-laki tak memiliki hubungan special.

"Sebenarnya aku tadi bertemu dengan Pangeran Atlan."

Mata Ema benar-benar membulat, wanita itu tentu saja sangat kaget.

"Bagaimana mungkin Nona bertemu dengan Pangeran Atlan?"

"Aku bertemu dengannya saat di Hutan."

"Hutan? Apa Nona sudah gila!?" Seru Ema sambil mengguncangkan kedua bahu Lunara.

"Kamu tampak sangat marah," ujar Lunara dengan senyum kaku.

Ema menghela nafas gusar, dan mengusap wajahnya dengan kasar, "Saya pikir Nona hanya pergi ke Pasar, Nona bertemu dengan Pangeran Atlan saja sudah membuat sayaa kaget."

Lunara berdecak pelan, "Tenangkan dirimu Ema, aku hanya bertemu dengan manusia, bukan Singa."

"Pangeran Atlan sama mengerikannya dengan Singa, dan Nona bertemu dengannya di Hutan," tukas Ema dengan wajah berapi-api.

"Aku rasa dia tak semengerikan itu," kata Lunara sambil mengetuk dagu beberapa kali.

"Nona! Apa anda sudah lupa? Pangeran Atlan tanpa berpikir panjang membunuh penyusup dari Negri seberang dengan sekali tebas, itu bahkan terjadi tepat di depan mata Nona," jelas Ema sambil mengusap kedua lengannya yang teras meremang.

"A-aku..."

Lunara kehilangan kata-katanya, tubuhnya meremang dengan bulu kuduk yang ikut berdiri.

"Nona bahkan pingsan selama 4 jam. Jadi saya mohon pada Nona, jika anda bertemu Pangeran Atlan menghindarlah," kata Ema sambil memegang kedua bahu Lunara.

"Baiklah, aku jadi merasa takut. Terima kasih sudah mengingatkanku," ucap Lunara dengan senyum tipis.

Tidak mungkin Lunara mengatakan tidak, Calista sangat takut pada Atlan. Sangat berbanding terbalik dengannya, setelah mengetahui hal itu, membuat ia semakin penasaran dengan laki-laki berandal itu.

"Apa kamu melihat Gisella?" Tanya Lunara berusaha mengalihkan topik obrolan.

"Tidak Nona, sepertinya Nona Gisella masih di kurung."

"Jika Gisella dikurung karna aku, itu sangat keterlaluan," gumam Lunara dengan mata menerawang.

"Aku akan tidur sekarang, dan besok aku akan menemui Ayah sekarang," sambung Lunara lalu menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

________________

To be continue.

My AtlantisWhere stories live. Discover now