03. Lamaran

24 4 0
                                    

Happy reading🥲

Gimana kabar kalian hari ini? Jangan lupa vote, komen, dan follow akun.
.
.
.

Nara berlari menelusuri jalan aspal sendiri, sambil beberapa kali menendang kerikil kecil yang menghalangi jalannya.

Ia menghela nafas berulang kali, lalu mendongakan wajahnya menatap langit yang mendung, sama seperti hatinya yang selalu mendung dan tak kunjung reda. Ia khawatir mendung itu menjadi badai yang bisa memporandakan hatinya.

Rintik hujan terjatuh mengenai pipinya, ia berjalan lebih cepat untuk menghindari hujan.

Dista dan pacarnya sempat menawari untuk mengantarnya pergi bekerja dengan mobil, tapi tawaran itu langsung ia tolak.

Bayangkan saja ia harus duduk sendiri bangku belakang, dan 2 orang itu di kemudi depan asyik bermesraan. Tapi  bukan itu alasannya.

Ia hanya ingin menenangkan hatinya yang kacau tanpa sebab yang jelas, setiap hari ia khawatir tentang hidupnya.

Pikirannya sangat kacau dan sangat berisik, membuat kakinya tanpa terus berjalan tak menentu tanpa sadar. Kedua kakinya bahkan akan menyebrang di Zona penyebrangan saat lalu lintas benar-benar ramai.

Membuat ia hampir saja tertabrak sebuah mobil sedan berwarna hitam, untung saja ada seorang laki-laki berhodie hitam segera menariknya.

Nara langsung sadar dan reflek menarik tangannya yang masih di genggam laki-laki itu. Di Kota sebesar dan semaju sangat jarang ada orang asing yang mau membantu, sekalipun itu berkaitan dengan nyawamu.

"Te-terima kasih," ucap Nara gugup karna laki-laki aneh itu menatapnya lekat.

Laki-laki itu hanya mengangguk 1 kali dengan mata yang masih menatap Nara lekat, sialnya itu membuatnya takut meski di keramaian.

"Hati-hati!" Seru tiba-tiba seorang laki-laki yang memakai hodie berwarna hitam yang menutupi kepalanya.

Nara yang tepat berada di samping laki-laki membulatkan matanya kaget, dari pada sebuah peringatan itu lebih terdengar seperti ancaman.

Nara dengan pelan melirik laki-laki di sampingnya. Ia yakin tak kenal dengan laki-laki itu, itu membuat sedikit takut. Akhir-akhir ini ia sedang sensitif.

"Nona," panggil laki-laki itu.

Nara berusaha tak melirik laki-laki itu, namun sialnya matanya tersihir dengan panggilan yang seolah memang memanggilnya.

Laki-laki itu kini berlutut di depan Lunara, lalu tanpa aba-aba menarik tangannya yang dingin dan menggenggamnya erat.

Lunara masih belum bisa mecerna semua ini, terlalu tiba-tiba, asing, dan seperti mimpi.

"Nona, apa anda bisa ikut saya sebentar?"

Ucapan itu menyadarkan Nara dari kebingungannya, ia buru-buru menarik tangannya, "Maaf Tuan mungkin salah orang."

Tapi tangan laki-laki itu justru menggenggam tangan Nara jauh lebih erat.

"Lepaskan gue!!"

"Aku bukan orang jahat, tolong menurut sebentar agar semua jauh lebih mudah, Nara," bisik laki-laki itu tepat di telinga Lunara.

Bisikan itu membuat buluk kuduk Rhea merinding, ia yakin tak pernah bertemu apalagi kenal dengan laki-laki ini. Ya tentu saja karna ia hanya memilik 1 sahabat wanita.

"Kamu mungkin tak mengenaliku sekarang, tapi nanti kamu akan menangia sangat deras karna merindukanku," bisik laki-laki itu sambil terkekeh pelan.

Nara dengan sekuat tenaga mendorong laki-laki itu hingga bokongnya mencium aspal kotor, ia langsung berlari dengan cepat meninggalkan laki-laki itu yang masih terduduk di aspal.

"Nara, aku kembali untukmu," lirih laki-laki dengan senyum tipis yang mengembang di bibirnya.

__________________

Nara memegang dadanya yang masih berdetak sangat cepat, paru-parunya sangat rakus untuk mengisi oksigen untuk berlari tadi.

Ia tak menyangka bertemu laki-laki aneh yang tiba-tibaenarik tangannya.

Apa laki-laki itu mengenalnya? Itu lebih masuk akal, tapi siapa dia? Sekeras apapun ia mengingat, tak ada satupun memori yang menguak tentang laki-laki misterius itu.

Jika di ingat ia memang tak pernah dekat laki-laki manapun, atau memiliki hubungan dekat seperti sahabat, semuanya hanya sebatas teman kelas dan obralan seputar kerja kelompok.

Atau orang itu memang teman kelasnya? Entah teman masa SD, SMP, SMA, atau bahkan di bangku Kuliah karna orang itu menutupi wajah dan kepalanya.

Yang terakhir sangat masuk akal, teman-temannya memang tak terlalu suka dengan dirinya karna miskin dan norak. Bisa saja mereka memainkan Truth or Dare untuk mendekatinya, luar biasa.

Ia menghela nafas lega, entah kenapa hal itu malah membuat perasaannya sangat lega.

Entahlah itu lebih melegakan dibanding laki-laki itu adalah Psikopat atau Screet Admider-nya, ya walaupun jika di lihat lebih dekat ia juga tak kalah cantik dengan Artis yang sering berseliweran di beranda media sosial.

__________________

To be continue.

My AtlantisWhere stories live. Discover now