Chapter 2 : Kesepakatan

Start from the beginning
                                    

Bajingan!

Menendang ban mobil membuat Asmara bahkan terlonjak melihat hal tersebut. Asmara meremas tali tasnya. Dua hal yang dia simpulkan dari percakapan barusan, malu dan menikah. Oh Astaga ternyata Arven belum menikah? Padahal Asmara sudah menimbang-nimbang kado apa yang akan dia berikan pada anak Arven sebagai ucapan terima kasih atas kedermawanan papanya.

Memang jika dilihat dari wajah Arven tidak setua itu untuk dikategorikan sebagai pria beranak satu. Namun setelah dia tanyakan pada Pak Wira, usia Arven ternyata sudah melebihi kepala tiga.

"Beliau kayaknya lagi marah banget. Duh, aku hampirin nggak yaa?" batin Asmara, Arven tampak mengacak frustasi rambutnya.

"Sial! Gue ini pria normal. Viona emang pantes dikasih pelajaran!"

"Dek, ngapain ngumpet di mobil bu Dewi? Nggak pulang?"

"Haa? A-aku... " Skakmat. Di saat ia kaget melihat kehadiran pak satpam, Asmara justru menegakkan tubuhnya dan mampus sekali, pandangannya langsung bertemu dengan Arven.

"Asmara. Apa yang kamu lakukan di situ, mengintipku?" Mendekat penuh curiga, pria itu membuat Asmara menggigit cemas bibir bawahnya. "Tinggalkan kami berdua, Pak," titahnya maka Satpam langsung menjauh.

"Mara cuman pengen ngucapin terima kasih banyak karena pak Arven udah nolongin Mara," ucap Asmara lembut.

"Hanya itu?"

Asmara mengangguk. "Mara juga bingung mau membalas jasa pak Arven dengan cara apa. Mara cuma punya kalimat terima kasih. Makasih ya, Pak."

Satu alis Arven terangkat, ia menarik satu sudut bibir sembari bersedekap. "Lalu, sampai berapa kali kamu ingin mengucapkan terima kasih padaku?"

"Mungkin setiap kali kita ketemu kali yaa. Hehe." Gadis itu menyengir lebar. "Bapak nanti berkunjung ke sini lagi nggak? Mara siap bikinkan kue buat oleh-oleh terus bapak bawa pulang. Atau... pacar? Mara bisa comblangin bapak sama guru muda di kelas Mara biar bapak ada gandengan. Bapak pengen?"

"Enggak." Maksudnya, apa-apaan sih gadis bocah ini? Arven baru pertama kali menemui gadis lancang semacam Asmara yang terang-terangan menawarkannya seorang pacar.

Memijat pelan hidungnya lalu memajukan wajah hingga terciumlah aroma bedak bayi, Arven berbisik di telinga gadis itu. "Maksud saya kenapa enggak kamu saja yang menjadi pacarku?"

"Haa?!" Lantas Asmara memundurkan wajah, matanya membola.

"Saya punya penawaran menguntungkan buatmu Mara," lanjut Arven serius. "Bukan kamu saja, melainkan untuk kita berdua."

Pundaknya meluruh lega seraya Asmara manggut-manggut, pikiran positifnya terus bekerja. "Ohh maksud bapak pengen ngasih saya kerjaan nih?"

"Bukan kerjaan. Tapi permintaan, bahkan gajih dariku akan lebih banyak dibandingkan kamu bekerja dengan orang lain."

"Boleh deh. Mara cukup tertarik, apa dulu permintaannya, Pak?"

Seulas senyum smirk Arven perlihatkan. "Gampang, kamu tinggal menjadi pacar sewaanku selama masa kontrak yang saya tentukan."

"Pa-pacar sewaan?!" kagetlah Asmara untuk kesekian kali. Namun kali ini kagetnya sungguh bukan main. "Tapi Mara nggak boleh pacaran kata almarhumah ibu." Ya selama 22 tahun hidup Asmara belum pernah menggandeng seorang pacar. Serius!

Boyfriend With BenefitsWhere stories live. Discover now