Yunan terdiam. Sesuatu terasa mengalir ke dalam dirinya, melalui jabatan tangannya dengan Syeikh. Yunan menatap Syeikh dengan mata melebar. Madad? Bukankah Syeikh memiliki dua orang putra? Kenapa --

Syeikh tersenyum penuh keharuan. "Pegang kuat talinya Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Saya, seperti juga kamu, hanyalah manusia biasa. Sementara segala kekuatan, sumbernya dari Allah ta'ala. Sandarkan harapanmu hanya kepada Allah."

Air mata Yunan jatuh tanpa disadarinya. Dia paham sekarang. Ini adalah perpisahan.

Genggaman Syeikh perlahan terasa menghilang. Pria berjanggut itu lenyap dari pengelihatan Yunan, berganti dengan kerlip cahaya keemasan yang kilaunya mendamaikan. Cahaya itu, seluruhnya masuk ke dalam dada kiri Yunan.

Yunan kehilangan keseimbangan dan jatuh berlutut di atas awan putih. Dia kembali berdiri.

"Syeikh!! Syeikh!!" panggil Yunan berulang-ulang. Namun tak ada siapa pun di sana.

Air mata Yunan makin deras. "SYEIKH ABDULLAH!!" pekiknya menggema, namun tetap tak ada yang menyahuti. Dia yakin sekarang. Pada momen ini, Syeikh Abdullah telah tiada di dunia.

Perlahan kelopak mata Yunan terbuka. Dia beringsut mundur di ranjangnya, saat menyaksikan hal-hal yang tak pernah disaksikannya semasa hidup. 

Indera pengelihatannya bahkan bisa melihat tembus ke balik tembok, ke atas atap, lalu segala jenis makhluk tak kasat mata di luar sana, ia juga melihatnya.

A-Apa yang terjadi??

Jantung Yunan bertalu keras. Meski ia tidak takut dengan beragam makhluk yang dilihatnya di berbagai sudut ruangan, namun kondisi tak biasa ini membuatnya panik.

"A-ARISA!! ARISA!!" Yunan mengguncang tubuh istrinya.

Arisa terbangun dengan mata masih mengantuk. "Ada apa, sayang?" tanya wanita itu.

Yunan terdiam melihat wajah istrinya bersinar terang. Terang sekali. Biasanya dia hanya bisa melihat pendar cahaya lembut dari wajah Arisa.

"T-Temani aku! Aku ... ," Mata Yunan liar menatap ke segala arah. Bibirnya gemetar.

"Kenapa kamu berkeringat? Kamu sakit?" tanya Arisa heran.

Yunan memeluk istrinya erat. Membuat Arisa makin kebingungan, sebab seluruh tubuh suaminya gemetaran hebat.

"Enggak apa-apa, sayang. Gak ada apa-apa. Kamu mimpi buruk?" kata Arisa membelai kepala Yunan.

Yunan hanya sanggup menangis, dengan tubuh gemetar. Tahu lah dia, bahwa dirinya dibebankan sesuatu yang sangat besar. Madad Syeikh Abdullah.

Arisa menyelimuti suaminya dan membawakannya tasbih. "Zikir, sayang. Zikir. Kamu kenapa?" kata Arisa masih terheran-heran.

Yunan memutar tasbih dan zikir dengan bibir gemetar.

Arisa membuatkan teh hangat untuknya. Cangkir teh itu berguncang dan menumpahkan sedikit teh di tatakan.

Dalam keadaan lutut gemetar, Yunan merasa belum sanggup untuk salat. Rasa paniknya baru berkurang saat azan Subuh berkumandang.

"Kamu sanggup ke masjid?" tanya Arisa membelai rambut suaminya.

Yunan mengangguk sambil menelan saliva. "I-Iya. Aku harus ke masjid. Ada yang harus kubicarakan dengan Habib," jawabnya.

"Baiklah. Hati-hati jalannya," ucap Arisa.

 Yunan berjalan ke arah masjid dengan kepala tertunduk. Langkahnya yang zigzag tak tentu arah, nampak ganjil di mata orang-orang. Tak ada yang tahu, Yunan sedang berusaha menghindari makhluk-makhluk yang tak terlihat di mata orang normal.

ANXI EXTENDEDWhere stories live. Discover now