50. Cemburu

76 9 0
                                    

“Lo punya mata nggak, sih?“

Suasana kantin yang semula heboh mendadak berubah hening. Seorang gadis berkacamata tengah berdiri dengan wajah ketakutan setelah menabrak kakak kelasnya. Seorang gadis lain dengan baju seragam yang basah terlihat sangat marah. Dia yang baru saja berteriak kepada adik kelasnya itu. Di seragamnya tertera bahwa namanya Sintia.

“Ma—maaf, Kak,” cicit gadis berkacamata itu. Dia sama sekali tak berani mendongak menatap seseorang yang telah dia tabrak baru saja. Dia sangat takut.

“Emangnya kata maaf bisa bikin seragam gue balik bersih? Hah?“ Sintia mendorong bahu gadis berkacamata itu dengan keras, menyebabkannya terdorong ke belakang beberapa langkah. Tubuhnya limbung, namun beruntung dia tak terjatuh karena menabrak tubuh seseorang yang berdiri di belakangnya.

Anggun, gadis dengan rambut tergerai itu menarik lengan gadis berkacamata ke belakang tubuhnya. Tindakannya itu membuat Sintia menatapnya tak terima.

“Lo anak baru, nggak usah ikut campur urusan gue!“ hardik Sintia marah. Ini bukan kali pertamanya Anggun mencampuri urusannya.

“Sayangnya urusan gue itu ngebasmi sampah nggak berguna kayak lo,” katanya dengan senyum menyeringai.

Para penghuni kantin takjub dengan keberanian Anggun. Dia adalah murid baru yang pindah satu minggu yang lalu. Namun, sudah kedua kalinya ini dia menolong orang murid lain yang dirundung oleh Sintia, seorang murid kelas 12 yang sangat nakal dan sering mencari gara-gara.

“Lo emang bener-bener, ya! Mau lo apa, sih? Sok jagoan?“ teriak Sintia marah.

“Kalau iya emangnya kenapa?“ sinisnya semakin menjadi-jadi.

“Cewek gila! Lo emang gila!“

Sintia mengangkat tangannya untuk mendaratkan tamparan pada pipi Anggun. Namun, pergerakkannya terhenti ketika Anggun menepisnya kasar. Dengan sekali gerakan pun, Anggun membalikkan tubuh Sintia dengan mengunci tangannya di belakang tubuhnya.

“Lo salah kalau cari gara-gara sama gue!“ bisik Anggun di tengah teriakan Sintia yang memintanya untuk melepaskan dirinya.

“Tolongin gue, bodoh!“ Sintia berteriak ke arah kedua temannya yang hanya menjadi penonton sejak tadi. Kedua gadis lain itu merasa takut dengan Anggun, tak berani membantu Sintia yang tampak kesakitan.

“Kalau lo nggak bantuin gue, gue bakal keluarin lo dari geng kita!“ teriaknya lagi yang disambut kekehan penuh ejekan oleh Anggun.

“Kita lebih takut sama Anggun dibandingkan harus keluar dari geng, Sin. Maafin kita,” ujar gadis itu dan menarik tangan temannya untuk pergi.

“Kalian sialan!“ maki Sintia. Setelahnya, Anggun melepaskan tangan Sintia. Gadis itu mengatur napasnya yang tak beraturan, matanya menatap Anggun penuh dengan dendam dan rasa marah.

“Dasar, Cewek Sinting!“

Setelah berkata seperti itu, Sintia berlari pergi meninggalkan area kantin. Sepeninggalnya, Anggun diberikan tepuk tangan oleh para penghuni kantin. Mereka memberikan pujian kepada Anggun yang berani melawan Sintia.

“Lo nggak apa-apa?“

Anggun bertanya kepada gadis berkacamata tadi. Gadis itu menggelengkan kepalanya yang tandanya dia baik-baik saja. Setelah mengucapkan terima kasih kepada Anggun, gadis itu segera pergi dari sana.

Anggun sendiri tersenyum sangat puas, dia berjalan ke bangku paling pojok yang di sana terdapat Dito, Ibnu juga Raihan. Ketiga pemuda itu menyambut kedatangan Anggun dengan senyum merekah dan tepuk tangan meriah.

Raihan langsung berdiri ketika Anggun datang, menarik satu kursi kosong untuk kemudian mempersilakan Anggun duduk. Raihanlah yang paling heboh di antara kedua temannya.

“Hebat banget lo!“ puji Raihan memberikan dua acungan jempol.

“Biasa lah, gue!“ sombong Anggun seraya menepuk sebelah bahunya.

“Btw, lo masih sering taekwondo? Keren banget gerakan lo tadi,” tanya Ibnu.

“Masih, gue secinta itu sama taekwondo, nggak mungkin berhenti, kan?“

Ucapan dibalas tawa oleh ketiga pemuda itu. Mereka berempat akhirnya mengobrol bersama membahas berbagai hal. Candaan juga sesekali keluar yang membuat mereka tertawa dan sekali saling memukul.

Sementara itu, di pintu masuk kantin, Olivia tengah berdiri dengan bersedekap tangan. Tatapannya mengarah ke meja yang berada di pojok kantin. Di mana di sana kekasihnya tengah bercengkrama dan tertawa bahagia dengan gadis lain yang sama sekali tak dia kenal.

Olivia mendengkus, sangat kesal melihat itu. Ya, dia mengakui kalau dia cemburu. Dan dia benci ketika harus merasakannya. Hatinya gelisah, dan dia sangat ingin marah.

“Nyebelin banget,” gumamnya pelan.

“Bu Oliv juga kesel sama Anggun yang tak anggun itu?“

Olivia tersentak kaget ketika mendapat sebuah bisikan. Kepalanya tergerak, menoleh ke samping untuk mendapati Eca yang tengah berdiri di sampingnya. Sama seperti Olivia, gadis itu pun menatap penuh rasa tak suka ke arah Anggun.

“Namanya Anggun? Kamu kenal dia?“ tanya Olivia penasaran.

Eca memberikan anggukannya.

“Dia sahabat Kak Ibnu dari kecil. Waktu SMP mereka berempat satu sekolah. Kata Kak Dito mereka akrab banget. Karena dia satu-satunya cewek, dia diperlakukan kayak ratu sama mereka bertiga, Buk. Empat tahun lalu dia pindah ke luar kota, sekarang dia udah kembali lagi,” jelas Eca dengan raut wajah tak suka yang begitu kentara.

Dia juga cemburu dengan Anggun. Sejak kehadirannya, Ibnu sering kali menghabiskan waktu dengan gadis itu. Entah di sekolah atau di rumah, gadis itu selalu membersamai Ibnu yang membuat Eca kesal. Kesempatannya untuk mendekati Ibnu hilang.

“Berlebihan enggak kalau kita nyebut dia parasit?“ tanya Olivia sama kesalnya dengan Eca. Melihat Dito bisa tertawa lepas dengan gadis lain membuat hatinya panas.

“Enggak sama sekali. Tambahin titelnya, Buk. Parasit yang tak anggun,” ujar Eca yang mendapat anggukan dari Olivia.

“Ada kemungkinan dia suka sama Dito enggak, Ca?“ Olivia bertanya lagi. Sangat penasaran dengan kehadiran Anggun.

“Mungkin banget, Buk. Walaupun ke Kak Dito mungkin cuma tiga puluh persen, sih,” komentarnya.

“Tujuh puluh persennya siapa?“

“Dua puluhnya Kak Raihan, Lima puluhnya Kak Ibnu. Gimana ini, Buk? Saya udah frustrasi banget dari seminggu yang lalu. Mana Bundanya Kak Ibnu juga welcome banget sama tuh Parasit,” keluh Eca. Olivia meras prihatin mendengar itu.

“Kamu tenang aja. Kita bakal berjuang merebut hak kita kembali,” ungkap Olivia yakin.

“Tangan saya gatel banget, Buk. Pengin jambak rambutnya, deh. Tuh, lihat! Senyumnya ganjen banget.“ Eca berucap dengan kesal.

“Saya punya ide,” kata Olivia yang langsung menarik perhatian Eca.

“Ide apa, Buk?“

“Ayo kita ke sana!“ ajak Olivia berjalan mendahului Eca. Selama berjalan, perempuan itu berbicara pelan kepada Eca, menjelaskan rencananya untuk mengganggu kebersamaan keempat orang itu.

wajah-wajah pengin ngantemi anggun

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

wajah-wajah pengin ngantemi anggun

Berondong Lovers Where stories live. Discover now