36. Jadian

103 15 0
                                    

Mobil Raihan memasuki halaman rumah Olivia. Dito lebih dulu turun, lalu mendorong pintu rumah Olivia yang tak terkunci. Di sana ada Mbok Warni yang tadi berniat untuk keluar. Wajah khawatir yang Dito tunjukkan membuat Mbok Warni menatap pemuda itu heran.

"Kenapa, Mas?"

"Mbok, Bu Oliv ke mana?" Tanpa mengindahkan pertanyaan Mbok Warni sebelumnya, Dito bertanya hal lain. Saat ini, yang terpenting adalah keadaan Olivia.

"Di kamar, Mas. Dari sem—"

Tak menunggu Mbok Warni menyelesaikan ucapannya, Dito langsung melenggang pergi menuju lantai dua, di mana kamar Olivia berada. Mbok Warni tentu saja sangat bingung, untuk saja Raihan dan Ibnu ada untuk menjelaskan situasinya.

Kembali lagi ke Dito, tanpa permisi pemuda itu membuka pintu kamar Olivia. Di ranjang, Dito tak melihat Olivia, namun pintu kamar mandi yang terbuka membuat kakinya melangkah ke sana.

"Bu Oliv," panggil Dito pelan. Memasuki kamar mandi,  Dito menemukan Olivia yang bersimpuh di lantai tengah memuntahkan sesuatu ke kloset.  Matanya membulat sempurna melihat Olivia seperti itu.

"Bu Oliv kenapa?" Dito mengumpulkan rambut Olivia yang tergerai, mengikatnya asal dengan gelang yang dia pakai. Lalu, tangannya tergerak untuk memijat tengkuk Olivia, membantu perempuan itu mengeluarkan isi perutnya.

Olivia menggeleng lemah sebagai respon dari pertanyaan Dito. Dirasa sudah mendingan, perempuan itu membasuh wajahnya dan berbalik menghadap Dito yang menampilkan wajah khawatir.

"Ada yang sakit?" tanya Dito selembut mungkin. Kekesalannya terhadap Olivia beberapa hari ini menguap begitu saja melihat perempuan itu yang tampak lemah dan tak berdaya.

"Mual sama pusing," gumam Olivia pelan. Dito memapah Olivia untuk kembali ke ranjang dan menidurkan Olivia di sana. Dia sendiri duduk di tepi ranjang, di samping Olivia.

"Bu Oliv demam," simpul Dito sesudah menempelkan punggung tangannya ke dahi dan pipi Olivia.

Tangannya meraih minyak angin di atas meja untuk dia pakaikan ke Olivia. Sungguh, dia merasa khawatir dengan perempuan itu.

"Nggak mau, Dit. Nggak enak," tolak Olivia saat Dito ingin mengoleskan minyak angin itu ke tubuhnya. Dito hanya bisa menghela napasnya, menatap Olivia dengan sendu.

"Kita ke rumah sakit, ya?" tawar Dito yang dihadiahi gelengan dari Olivia. Lagi-lagi Dito hanya bisa menghela napas kasar. Olivia benar-benar keras kepala.

"Pusing," keluhnya lagi. Merespon keluhan Olivia, Dito menggerakkan tangannya untuk memijat pelipis Olivia pelan, dengan tangan satunya yang merapikan selimut Olivia agar menutupi tubuh perempuan itu.

"Udah minum obat?" tanya Dito kembali menginterogasi perempuan itu. Olivia menggeleng lemah sembari menutup mata, merasa silau dengan lampu di kamarnya. Menyadari hal itu, Dito sedikit menggeser tubuhnya untuk menghalau sinar lampu yang membuat Olivia pusing.

"Makan, habis itu minum obat. Saya minta tolong Ibnu dulu."

Dito mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Ibnu, meminta tolong kepada sahabatnya itu untuk membelikan makanan dan Obat untuk Olivia. Namun tangannya dicekal Olivia.

"Nggak mau, nggak enak," tolaknya lagi.

"Kalau nggak mau kita ke rumah sakit sekarang," putus Dito tanpa bisa dibantah. Olivia akhirnya pasrah, melepas tangan Dito untuk membiarkan pemuda itu menghubungi Ibnu.

"Mau makan apa?" tawarnya. Yang dia tahu, orang sakit akan memiliki keinginan terhadap apa yang ingin dimakan.

"Mau bakso," ucapnya mengatakan apa yang dia ingin.

Berondong Lovers Where stories live. Discover now