16. Kesalahpahaman

129 13 0
                                    

Hari ini, di sekolahnya Olivia hanya mengisi pelajaran pada tiga jam pertama. Setelahnya Olivia memiliki waktu senggang. Amanda, semalam sudah berkata padanya bahwa dia ingin bertemu dengan Olivia. Dan kini, sesuai yang telah dijanjikan, Olivia melangkahkan kakinya ke dalam kafe tempat dirinya dan Amanda membuat janji.

Begitu kakinya menginjak bagian dalam kafe itu, seorang perempuan yang begitu Olivia kenali melambaikan tangan ke arahnya. Siapa lagi jika bukan Amanda. Langsung saja, Olivia berjalan mendekati sahabatnya itu. Mereka kini duduk saling berhadapan. Di meja, sudah ada dua minuman berbeda yang telah Amanda pesan sebelumnya.

"Sendirian?" tanya Olivia memulai pembicaraan.

"Menurut Kakak?" cibir Amanda yang mengundang tawa Olivia.

"Mau ngomongin apa, sih?"

"Gini, Liv. Gue minggu depan udah KKN. Dan lo tahu sendiri, gue ada tanggungan ngeles salah satu murid. Ja—"

"Lo mau minta gue buat gantiin lo ngeles?" potong Olivia yang sudah tahu arah pembicaraan Amanda.

Mendengar tebakan Olivia, Amanda mengangguk dengan senyum lebar. "Bener. Gimana? Lo mau, kan?"

"Nggak," balas Olivia membuat senyum Amanda musnah seketika.

"Ayolah, Liv. Bantuin gue. Anaknya nggak bandel, kok. Nurut, pokoknya nggak bakal nyusahin lo, deh," tutur Amanda mendeskripsikan tentang anak didiknya kepada Olivia. Tak lupa, dia juga menampilkan wajah memohonnya kepada Olivia, sangat berharap sahabatnya itu akan menyetujui permintaannya.

"Hari apa aja ngelesnya? Jam berapa?" tanya Olivia mulai mempertimbangkan permintaan Amanda. Mau bagaimanapun juga, dia tak tega melihat sahabatnya itu kesusahan.

"Kamis sama Sabtu, jam empat sampai setengah enam sore."

"Hari ini?" Pertanyaan Olivia langsung mendapat anggukan dari Amanda, membuatnya mendengkus kesal karena sahabatnya itu begitu mendadak mengabarinya.

"Lo tuh baik, Liv. Apa—"

"Oke. Gue bakal bantuin lo," putus Olivia pada akhirnya. Hal itu membuat Amanda menyunggingkan senyum lebarnya ke Olivia, merasa sangat terbantu dengan sahabatnya itu.

•••

Setelah kesepakatan yang telah terjadi antara dirinya dan Amanda, jadilah kini Olivia berdiri di depan sebuah rumah megah yang Amanda beri tahu padanya. Jujur saja, Olivia cukup gugup. Selama ini, dia hanya pernah mengajar pada tingkat atas yang murid-muridnya sudah paham tentang dasar-dasar membaca dan menulis dan berhitung. Namun, ini pertama kalinya Olivia harus mengajar anak enam tahun. Tentu saja hal ini adalah hal baru baginya.

Berhasil membangun rasa percaya dirinya, Olivia akhirnya melangkahkan kakinya menuju rumah itu. Dia berangkat dengan taksi tadi, karena tak ingin ribet mencari alamat yang belum dia ketahui. Mengetuk pintu utama, Olivia disambut oleh wanita cantik dengan potongan rambut sebahu. Wanita itu tersenyum sebagai bentuk sambutan untuk Olivia.

"Miss Olivia, ya?" tebak wanita itu. Dia mengulurkan tangannya ke arah Olivia.

"Iya, Buk. Saya Olivia," jawabnya membalas uluran tangan wanita itu.

"Saya Nadia, Mamanya Alana," katanya memperkenalkan diri. Olivia mengangguk paham.

"Ya sudah, silakan masuk!"

Nadia mempersilakan Olivia untuk masuk. Mereka memasuki rumah itu dan langsung menuju ruang keluarga tempat Alana sudah menunggu di sana.

"Alana ada di ruang keluarga, saya akan membuatkan minuman," ungkap Nadia menunjuk sebuah ruangan di hadapan mereka. Olivia kembali mengangguk, lalu memasuki ruangan itu sementara Nadia melanjutkan langkahnya ke dapur.

"Hai."

Melihat punggung seorang bocah kecil yang tampak fokus dengan bukunya, Olivia mengawali pembicaraan mereka dengan cara menyapa. Bocah kecil itu berbalik, dan matanya berbinar melihat sesosok Olivia yang tampak terkejut melihatnya.

"Kak Oliv!" hebohnya lalu berdiri dan berlari untuk menyalami tangan Olivia.

"Alana, jadi kamu yang bakal Kakak ajar, ya?" tanya Olivia retoris. Alana mengangguk semangat, menatap Olivia dengan perasaan bahagia.

"Alana seneng banget ternyata guru barunya Kak Oliv," ungkap Alana tak bisa menyembunyikan raut kebahagiaan di wajahnya. Tangannya menarik tangan Olivia untuk duduk di sofa dan mereka kini duduk bersebelahan.

"Kakak juga seneng loh, ternyata muridnya kamu."

Olivia tersenyum lebar. Lalu, setelahnya datanglah Nadia dengan secangkir minuman. Wanita itu bergabung duduk dengan keduanya.

"Mama, ini Kakak yang Alana ceritain kemarin. Kak Oliv ini pacarnya Kak Dito!" terang Alana menatap Nadia dengan antusias. Sementara itu, Olivia merutuki Alana di dalam hatinya karena berbicara hal seperti kepada Nadia.

"Beneran? Jadi kamu kemarin nginep di tempat Miss Olivia?" Nadia menatap keduanya tak percaya. Tak menyangka jika kekasih Dito ternyata adalah guru les Alana.

Mendapat pertanyaan seperti itu dari Nadia, Alana mengangguk semangat, berbeda dengan Olivia yang hanya memasang senyum paksa, merasa tak enak dengan Nadia.

"Buk, sa—"

"Udah, kamu panggil Tante aja, biar akrab. Kan calon mantu." Nadia memotong ucapan Olivia, yang semakin membuat Olivia merasa bersalah karena telah membuat Nadia salah paham.

"Iya, Tante." Dengan terpaksa, akhirnya Olivia mengangguk.

"Ya sudah, Tante tinggal dulu, ya. Nanti kalau udah selesai, Tante pengin bicara sama kamu," ujar Nadia lalu berdiri dan berjalan menjauh dari sana.

Olivia menghela napasnya lega, setidaknya dia tak perlu merasakan tekanan karena berbicara dengan Nadia. Fokusnya kini beralih pada Alana, membimbing bocah kecil itu untuk memahami pelajaran yang belum dia kuasai.

"Kak Dito nggak sama Kakak?"

Di tengah-tengah Alana menulis, dia bertanya pada Olivia. Tentu saja Olivia bingung, matanya menatap Alana tak mengerti.

"Kok tanya Kakak? Emangnya Kak Dito belum pulang?"

Alana menggeleng pelan. "Kak Dito nggak tinggal di sini, Kak. Kak Dito nggak pernah pulang," ungkap Alana yang membuat Olivia terdiam cukup lama.

***

Satu setengah jam telah terlewati bagi Olivia untuk mengajari Alana. Seperti yang telah Nadia katakan sebelumnya, kini mereka berdua duduk bersama di ruang tamu. Olivia sangat tak nyaman berdua seperti ini dengan Nadia.

"Jadi ... kamu udah lama pacaran sama Dito?" tanya Nadia setelah sekian lama terdiam. Dia menatap Olivia penuh selidik. Juga memuji Dito yang sangat pandai mencari kekasih seperti Olivia. Tak hanya cantik, Olivia juga pandai.

"Sebenarnya, saya sama Dito nggak pacaran, Tante. Alana cuma salah paham." Olivia mengungkapkan kebenarannya, membuat Nadia merasa tak enak sendiri.

"Oh, begitu. Jadi, kamu temen sekelasnya, ya?" Nadia bertanya lagi, ingin lebih mengenal Olivia lebih jauh.

"Tante, saya itu guru di sekolah Dito. Jadi, Dito itu murid saya."

Penjelasan Olivia membuat Nadia terdiam. Wanita itu menatap Olivia lekat, tak percaya dengan apa yang Olivia katakan. Bagiamana bisa perempuan muda seperti Olivia menjadi guru di sekolah Dito?

"Pasti kamu bercanda, kan? Kalau saya lihat, umur kamu kasih delapan belas kalau nggak sembilan belas, masak udah jadi guru," komentar Nadia.

Olivia tersenyum penuh arti. Sangat maklum dengan Nadia yang sama sekali tak percaya padanya.

"Saya dua puluh dua tahun, Tante."

Dan ucapan Olivia, membuat Nadia tak bisa berkata apa-apa lagi.

Berondong Lovers Where stories live. Discover now