Genit!

10.6K 738 38
                                    

Damar menghela napas panjang berulangkali. Pria itu mengacak rambutnya kasar. Sial sekali. Semalaman Binar mengomelinya gara-gara ia nekat menciumnya yang tengah bersantai di sofa. Dan pagi ini, dia sudah tidak menemukan batang hidung istrinya itu lagi.

Heran, Binar suka sekali menghilang.

Semalam, ibu hamil itu terus mengoceh. Bagaimana jika bayinya kegencet? Bagaimana nanti kalo bayinya kesakitan? Bagaimana nanti kalo bayinya enggak nyaman gara-gara ia yang menindih perutnya.

Padahal dia tidak menekannya sama sekali. Dasar istrinya saja yang terlalu heboh, dan khawatiran.

Turun ke lantai bawah. Damar berpapasan dengan Anaya. Perut wanita itu sudah terlihat sedikit membuncit. Wajar, usianya sudah menginjak bulan ke empat.

Damar memperhatikan Anaya sebentar. Nanti, Binar juga akan seperti itu, kan. Maksudnya, perutnya agak membuncit dan mengembung seperti bola. Ah, rasanya dia tidak sabar untuk menunggu.

Maklum, bersama mantan istrinya dulu. Ia tidak sempat memiliki kesempatan euforia seperti ini. Setelah menikah usaha keluarganya mengalami penurunan, hingga hampir mencapai kebangkrutan. Damar terus membenamkan diri dalam kesibukan pekerjaan. Berulangkali bolak-balik luar negeri dan luar kota, sehingga waktu bersama keluarga tersita banyak.

Alhasil, sampai suatu ketika. Dia memergoki istrinya yang tengah bercinta dengan selingkuhannya. Alih-alih merasa bersalah dan meminta maaf. Istrinya malah meminta cerai, dengan alasan tidak mau hidup susah dalam kemiskinan dan kurang belaian dari Damar. Klise sekali.

"Ngapain paman ngeliatin istri aku begitu? Suka, juga? Kayaknya paman hobinya memang merebut istri keponakan sendiri, ya?" Sarkas Danu dengan nada mengejek yang sangat kentara sekali. Entah sejak kapan keponakannya itu berada disampingnya. Yang jelas Danu terlampau percaya diri.

"Binar lagi hamil." Danu merasa tertampar dengan kenyataan. Cepat-cepat pria itu memfokuskan diri pada sang paman. Memfokuskan pendengaran, jika apa yang Damar katakan itu bukanlah sebuah kebohongan, "Sudah masuk minggu ke empat. Saya berpikir, mungkin nanti istri saya juga akan seperti istri kamu. Maksudnya, perutnya, buncit seperti bola," lanjutnya.

"Bi--Binar hamil?"

"Iya, kenapa? Jangan bilang kamu masih menginginkan istri saya kembali sama kamu."

"Bagaimana bisa? Kalian, kan, baru menikah. Ke--kenapa bisa?!" tanya Danu masih terbata.

"Itu artinya bibit paman kamu ini unggul. Kualitas terbaik, makanya sekali tembak langsung jadi. Hasil pertama buat tu, keren kan," ujarnya sombong.

Danu hanya tersenyum kikuk menanggapi ucapan Damar. Tamat sudah. Semuanya benar-benar sampai disini. Binar, ternyata dia benar-benar merelakannya dengan seperti ini.

Sudah tidak ada harapan lagi untuknya mendekat. Meskipun Danu sangat ingin, dia tidak akan tega membuat seorang anak lahir tanpa ayah kandungnya. Ah, takdir memang selucu itu dengan perasaannya.

Tuhan, ternyata kau benar maha membolak-balikkan hati. Sangat teliti dalam memberi karma.

Hatinya sesak. Dia tak tahan. Mata Danu perlahan memanas. Ia ingin menangis, lagi. Menangisi kebodohannya sendiri sehingga membuat wanita yang pernah mencintainya dengan tulus pergi.

"Ngomong-ngomong, kemarin Binar liat istrimu itu sedang bergandengan mesra keluar dari restoran. Jangan tutup mata Danu, saya tidak sudi sembarangan darah terdaftar menjadi bagian keluarga."

Untuk kesekian kalinya, Damar memperingatkan Danu. Entah bagaimana anak itu menanggapi terserah padanya. Dia hanya bertugas mengingatkan, perihal eksekusi keputusan tetap ada di Danu.

Married with your Uncle Where stories live. Discover now