15.Keributan di pagi hari

19.2K 699 8
                                    

Kenapa kalo ceritanya gini sepi...
Coba kalo transmigrasi gaje pasti rame 😤

Astaghfirullah, sabar aku tuu...
Tahu ahh... Semoga hari yang baca gak Senin terus🐧
.
.
.
Happy Reading!!!

Sebelum matahari terbit. Aku sudah membuka mataku. Ku lihat Mas Damar yang masih tertidur dengan pulas di sampingku. Tangan kekarnya bahkan masih memeluk pinggangku dengan erat.

Aku memang sengaja bangun lebih pagi mengingat Mas Damar akan ke kantor pagi ini. Bangkit dari tempat tidur, aku menuju kamar mandi untuk segera mandi.

Aku tidak mau ketika mas Damar bangun yang dilihatnya aku yang masih menggunakan pakaian tidur, dan kucel. Oh No, itu adalah sesuatu yang sangat harus aku hindari.

Setelah membersihkan diri. Dan memastikan penampilanku sempurna. Aku turun ke bawah, dan memutuskan untuk menyiapkan sarapan serta bekal makan siang untuk suamiku.

Aku ingat betul, jika Mas Damar merupakan salah satu tipikal pria yang suka dimanjakan. Salah satunya dengan membuatkan bekal makan siang, atau kopi sebagai teman sarapannya.

"Mbok, lagi ngapain?" tanyaku pada Mbok Yem. Wanita paruh baya itu terlihat sedang duduk di bawah wastafel. Memunguti sesuatu yang aku tidak tahu.

"Eh ayam, ayam, ayam!" Latahnya, "Neng Binar ih... ngagetin aja. Kok udah bangun, Neng? Enggak nyenyak ya?"

Aku menggeleng. Melangkahkan kaki menuju kulkas. Kemudian mulai memilih bahan apa saja yang akan ku olah untuk sarapan suamiku tercinta itu pagi ini.

Meskipun belum cinta, tak ada salahnya 'kan aku mendiktekan pada hatiku jika aku akan mencintai Mas Damar setulus hati.

"Mas Damar mau ke kantor pagi ini, Mbok. Mas Danu ada di rumah Mbok?" tanyaku penasaran.

Aku jadi teringat rentetan pesan susulan dari Anaya yang mengatakan jika aku wanita jahat. Sudah bercerai, tetapi kenapa ingin menikah lagi dengan Mas Danu. Wanita itu mengira jika yang akan ku nikahi adalah Mas Danu.

Sekarang aku jadi ragu. Apa Anaya benar-benar mencintai Mas Danu? Aku yang hanya bertemu sesekali saja di rumah bisa tahu jika itu bukan badan Mas Danu. Maksudku, aku tahu persis badan mantan suamiku itu. Karena dia sering melepaskan bajunya ketika di rumah.

"Ada, Neng. Neng, maaf Mbok ikut campur. Tapi, apa enggak seharusnya Neng panggil Den Danu, dengan nama saja. Aneh rasanya kalo Neng masih manggil den Danu dengan panggilan mas," tutur Mbok Yem memberikan nasehat.

Aku terdiam sejenak. Mbok Yem benar sih, tapi aku juga ragu. Sejujurnya aku takut. Takut tidak diterima sebagai bibi oleh pria itu.

Bagaimana jika nanti Mas Danu memakiku. Lalu, memintaku menceraikan Mas Damar yang notabenenya adalah pamannya. Kenapa aku tidak kepikiran sampai kesana kemarin? Dan kenapa juga aku harus mencemaskan nya sekarang? Hubungan mereka kan hanya paman dan keponakan bukan ayah dan anak.

"Akan ku coba, mbok!" jawabku di iringi senyuman.

Setelah pembicaraan itu. Area dapur menjadi gaduh dengan pembicaraan nyeleneh antara aku dan mbok Yem. Bahkan ayam-ayam tetangga jadi bahan gibahan kami.

Aku menoleh ke arah tangga. Sudah pukul tujuh tapi Mas Damar belum terlihat turun. Padahal sebelumnya perlengkapan pakaian kantornya sudah aku siapkan.

"Mbok, aku ke atas dulu. Jangan-jangan Mas Damar kesiangan," ucapku sembari meninggalkan Mbok Yem yang lagi menata sarapan di meja makan.

Sialnya, sebelum sampai tangga. Pintu kamar Mas Danu terbuka. Pria itu terkejut melihat kehadiranku. Begitupun aku!

Married with your Uncle Where stories live. Discover now