#34

26.7K 3.7K 279
                                    

Tempat yang berlatarkan rerumputan dengan beberapa gundukan tanah, mengawali hari ini.

Gema tangis, memenuhi area hijau tersebut. Pakaian hitam mendominasi sekeliling. Orang-orang mengelilingi peti yang perlahan-lahan turun ke bawah tanah.

Seorang gadis terisak seraya memeluk anak perempuan di hadapannya. Tangisnya tak dapat dibendung, hatinya hancur berantakan.

"Kak Arka... Mau ikut kak Arka..." Gadis yang berada di dalam dekapannya meraung pilu, menambah suasana melankolis di sana.

Vreya menggeleng ribut seraya mengeratkan pelukannya. Gadis yang memiliki mata bengkak itu, mengusap-usap kepala Ariel tak tahan.

Perasaan yang menguasai membuat pikiran gadis itu menjadi gelap dan kabur. Sangat menyakitkan untuk melihat adegan yang sama. Bedanya, rasa ini lebih intens dan menghujam nya tanpa ampun.

"Vre..." Seorang ikut mendekat. Pria yang mengunakan warna pakaian yang sama dengannya, menggambil alih Ariel dan menggendong gadis kecil itu.

"Ariel ngga boleh ngomong gitu. Disini masih ada kak Reyga dan yang lain." Reyga menepuk-nepuk punggung Ariel yang masih sesenggukan.

Reyga mengangkat tangannya yang bebas, guna merangkul pundak Vreya yang bergetar. Membawa kedua gadis rapuh itu ke dalam dekapannya.

"Gua disini, ngga papa. Nangis aja."

Vreya mengusap kasar wajahnya. Ingin menghentikan air mata namun tak bisa. Cairan bening itu terus-menerus keluar dan membasahi kedua pipinya.

"Eyaa..." Suara familiar itu membuat keduanya membalikkan badan.

Reyga menghela nafas panjang kala menilik penampilan salah satu sahabatnya. Dia kira, hanya Vreya, tetapi Fano terlihat lebih berantakan.

Pemuda yang selalu bertingkah sok imut didepan mereka, kini berwajah sembab dan terisak-isak. Tangisan itu, mengingatkan Reyga dengan sosok Fano di malam itu.

Itu persis. Sangat.

"Sesak banget...." Fano memukul dadanya mencoba meminimalisir rasa sakit, namun tak ada perubahan.

Pemuda bersurai berantakan itu menghampiri Vreya dan langsung menariknya ke dalam pelukannya. Tak malu, dia menangis pada bahu gadis itu.

Seakan menular, tangisan Vreya semakin menjadi. Ini berat baginya, tidak. Bukan hanya dia, tapi mereka semua. Garis takdir Arka, tak bisa diubah.

Lantas, apakah dia juga?

"Sakit banget, Vre. Padahal Arka juga janji bakal bawa Fano ke pasar malam." Dengan air mata yang masih mengalir, pemuda itu mengulum bibirnya yang bergetar.

Tak mampu menanggapi, Vreya memandang kosong pada lubang kubur yang mulai diisi tanah. Ada banyak yang ingin dia katakan. Ada banyak hal yang ingin dia curahkan. Namun, bibirnya memilih bungkam.

Bagaimana pun dia menangis, berteriak, hal itu tak akan mengembalikan Arka. Hanya saja, dadanya belum lapang untuk menerima kepergian pemuda manis itu. Arka sudah membekas di dalam ingatannya. Bahkan memiliki tempat tersendiri di hatinya.

Tersenyum getir, gadis itu membuka mulut,
"Sampai ketemu lagi Arka." Kalimat ini yang akhirnya terlontar darinya.

_________________

Langit cerah sudah berganti warna menjadi gelap. Gadis yang masih mengenakan pakaian serba hitam itu, terlihat duduk di atas lantai dingin.

Buku yang menjadi hadiah ulangtahun dari pemuda itu, dia genggam erat.

Vreya menunduk, membelai sampul buku tersebut. Melihat bagaimana tampilan ujung lembaran-lembaran yang kusut, agaknya buku ini sudah di buka berkali-kali.

ANTAGONIS LOVE STORY {End}Where stories live. Discover now