#21

44K 5.9K 301
                                    

Semilir angin sepoi-sepoi, sukses menerbangkan beberapa helai surai gadis bermanik hezel yang masih diam dengan pandangan kosong.

Vreya sendirian di sini. Entahlah, saat terbangun dari tidurnya, ia tak mendapati Alana taupun Lalice. Mungkin, kedua gadis itu pergi ke kantin, mengingat jika jam istirahat kedua sedang berlangsung.

Vreya menunduk. Menatap kedua sepatunya di lantai. Pikirannya kembali kalut. Mim-itu bukan mimpi. Itu kejadian, setelah ia meninggal.

“Nyusul gua? Venus, Reyga? Mereka juga meninggal?” Kalau Fano, Vreya sudah menyaksikan itu sebelumnya. Namun, Venus? Reyga? Itu terdengar sangat mustahil.

Vreya mengacak-acak rambutnya, membuat surai hitam kecoklatan itu berantakan. Matanya terpejam, mencoba menggali memori yang mengatasnamakan mimpi yang tadi menyapa tidurnya.

Mereka ga salah! Mereka di jebak dan di manfaatkan!’ Suara Alana kembali terngiang. Suara yang dipenuhi dengan keputusaasaan itu, terdengar sangat menyedihkan.

Vreya membuka matanya secara kasar. Gadis berpipi gembul itu berdecih sembari berdiri.

“Dimanfaatkan, pantatku!’’ Masih ia ingat bagaimana Fano yang mengulum permen tangkai, Reyga yang melemparkan tatapan menegejek kepadanya, dan Venus yang menyuruhnya untuk mengakhiri hidup.

Itu yang dinamakan tak bersalah? Di jebak? Di manfaatkan? Holly shit!

“Wah, gila gua lama-lama.” Gumamnya dan memilih untuk meninggalkan tempat bersuhu rendah ini.

Sepasang sepatu hitam polos itu berpijak pada ubin kantin. Mengedarkan pandangannya, kakinya kembali melangkah menuju seorang siswi yang berada di meja ujung.

Dahinya mengkerut kala hanya menangkap keberadaan Lalice disitu. Alana dimana? Saat akan melangkah menuju Lalice, tak sengaja sepasang manik hazel itu menangkap keberadaan salah satu sahabatnya yang dipertanyakan tadi.

Ya! Itu Alana. Duduk bersama Venus, Reyga dan Fano.

Vreya mengerjap sebelum menunduk. Ini terasa seperti dejavu. Beda nya, dia tak bertingkah seperti orang gila kemudian menerjang Alana, dan berakhir di bentak Venus.

Gadis itu menggeleng cepat ketika kenangan memalukan itu berputar tanpa di minta. Saat akan kembali menatap kemeja mereka, pandangan gadis itu menggelap ketika sepasang telapak lebar menangkup kelopak matanya.

Kedua lengan yang di balut hoodie hitam itu, meraih masing-masing pundaknya, lalu membalikkan posisi Vreya.

“Arka?” beo nya ketika melihat sang pelaku yang menutup matanya.

Sama seperti sebelumnya, pemuda itu selalu memberikan senyum menenangkan. Sebelah lengan kokohnya terangkat guna merapikan beberapa helai rambut Vreya yang berantakan.

"Ngapain berdiri disini?" Tanyanya dengan pandangan lurus pada sepasang manik hazel di depannya.

Mengindikkan bahu, Vreya meraih telapak lebar pemuda itu, lalu mengarahkan agar menuju meja Lalice yang terlalu sibuk dengan hamburger nya.

Sedangkan di sisi lain, Fano lebih tepatnya. Pemuda imut itu sama sekali tak bisa mengalihkan atensinya dari Vreya. Sejak gadis itu menapak pada area kantin, menatap kearahnya, lalu ketika Arka menutup matanya, hingga keduanya pergi menuju meja lain.

Dia seperti orang bodoh, yang hanya bisa memandang dari kejauhan. Ingin menghampiri, tapi ia takut rasa benci gadis itu semakin kuat padanya. Fano takut. Vreya benar-benar akan menjauh dan menghilang dari pandangannya.

Vreya. Nama itu sudah terlalu dalam, dan melekat sempurna di hatinya. Gadis yang membuatnya seperti orang gila. Satu-satunya gadis yang membuatnya menangis.

ANTAGONIS LOVE STORY {End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang