#26

34.3K 4.7K 260
                                    

Suara tangan yang menghantam daging lembut, bergema di dalam ruang makan. Seorang gadis jatuh tersungkur, karena tak kuat menahan tamparan yang tiba-tiba itu.

Keheningan mengambil alih sementara waktu, sebelum Aldebaran berteriak murka menunjuk ayah mertuanya.

"Anda keterlaluan!" Teriaknya tak terima.

Mata Vreya terpejam, meresapi rasa nyeri pada sebelah pipinya. Rasa anyir, tercampur dalam lidahnya, ketika darah yang berada dari sudut bibirnya, menyentuh Indra di dalam mulutnya.

Sodoran tangan kekar, membuat gadis itu mendongak. Dihadapannya, terlihat Gavano yang kini berjongkok menyamai tinggi keduanya.

Tak menanggapi, Vreya berdiri dengan sendirinya. Menatap sebentar kearah pemuda itu, lalu berfokus pada pria tua yang sedang adu cekcok dengan ayahnya.

"Dia pembunuh! Perempuan bodoh yang menolak lamaran Aldianolic!" Alexandro kemudian mengalihkan tatapannya pada gadis disana.

Tangannya terangkat lalu menunjuk bengis kearah gadis itu.
"Berapa banyak lagi kesialan yang harus kau torehkan pada keluarga ini?! Apa kematian putriku tidak cukup untuk mu?!" Kedua kelopak yang mulai berkerut itu, memerah sebelum bergenang air.

Sedangkan istrinya, sudah terisak di tempat duduk. Tak sanggup berucap dan hanya menangis segugukan.

"Saya bilang hentikan!" Sela Aldebaran sembari mendekat, dan menyembunyikan putri satu-satunya itu di balik punggung tegap nya.

Vreya mengigit kuat bibir bawahnya, menahan segala macam umpatan yang sudah berada di ujung lidahnya. Kedua tangan gadis itu mengepal erat hingga kuku-kuku jari nya, mulai menusuk dalam pada telapak tangan halus itu.

"Kau pembawa sial! Seharusnya kau tak hidup! Kau pembun-"

"Menurutmu ini keinginan ku?" Suara dingin yang berasal dari balik tubuh Aldebaran, memberhentikan ucapan Alexandro.

Dari sana, Vreya keluar dari perlindungan ayahnya. Mengambil langkah ke depan, gadis itu menatap dingin Alexandro.

"Menurutmu aku ingin seperti ini?" Tanyanya. Namun, tak ada yang menjawab.

"Tidak! Aku tak ingin seperti ini! Jika bisa memutuskan, lebih baik aku yang mati dari pada mama ku! Aku tak mengharapkan kehidupan ini!" Vreya menunjuk pada bagian dadanya. Air mata yang hendak keluar, ia tahan mati-matian.

"Disini sakit setiap kali kau menghina! Kau kakek ku, tapi kau sama sekali tak berlaku seperti kakek pada umumnya!" Bibirnya bergetar, sesekali menelan saliva karena tak bisa menghentikan rasa sakit yang menghantam ulu hatinya.

"Sebelumnya, aku selalu mematuhi apapun perkataan mu! Semuanya!" Akhirnya, air mata sialan itu jatuh tanpa bisa ditahan. Bersamaan dengan itu, rasa sesak semakin mendominasi hatinya.

"Tapi tak ada yang berubah. Kau tetap seperti ini padaku."

"Aku juga manusia. Aku punya perasaan! Tapi kau tak pernah melihat ku seperti itu!" Air asin itu, berlomba keluar, meluncur mengaliri pipi gembul nya.

"Aku selalu melakukan yang terbaik tanpa melanggar sekali pun perintah mu! Apa salahku?! Aku pembunuh? Aku pembawa sial? Haruskah aku mati dihadapan mu?!"

Vreya menangis bukan karena ucapan dan perlakuan pria tua itu. Tidak sama sekali!

Gadis itu menangisi dirinya.

Diri yang dia rasa begitu hebat bisa bertahan hingga saat ini. Batin yang entah mengapa bisa selalu menahan hantaman yang begitu kencang dari berbagai arah.

Wah, dia sampai bingung, terbuat dari apa dirinya ini.

Aldebaran berbalik dan langsung menarik putrinya agar masuk kedalam dekapan hangat nya. Paruh baya itu, memeluk erat, berharap agar semua rasa sakit yang membebani putrinya agar dialihkan padanya.

ANTAGONIS LOVE STORY {End}Where stories live. Discover now