Dilema

47 4 0
                                    

🐳

Dokter Rani terlihat merapikan semua keperluannya untuk dibawa pulang. Ia menghampiri meta memberi pesan kalau jadwal prakteknya hari ini hanya setengah hari saja, dan akan di gantikan oleh dokter yang lain.

"Makasih ya udah bantu." Ucap dokter Rani.

"Sama-sama Dok." Sahut suster Meta tak kalah ramah.

Dokter Rani menepuk pundak suster Meta, seraya berkata. "Kalau gitu saya pulang dulu ya," Pamitnya.

Suster Meta hanya mengangguk kecil sebagai balasan. Dengan sedikit buru-buru, dokter Rani bergegas untuk pulang. Ia tak enak kepada Alfi yang harus menjaga Langit selama beberapa hari ini. Mungkin gadis itu juga punya kesibukan sendiri yang harus ia urus, pikir dokter Rani.

Akan tetapi langkah dokter cantik itu terhenti kala dua orang yang sudah ia kenal menampakan dirinya di depan sana. Dokter Rani tersenyum simpul saat Alfi dan Langit mendekatinya.

"Udah pulang?" Tanya dokter Rani. "Loh, ini muka Langit kenapa? Kok bisa lebam kaya gini sih." Herannya seraya mengusap lembut pipi Langit yang sedikit membiru.

"Itu ... tadi ...." Alfi ragu menjawab.

"Langit tantrum lagi ya?" Dokter Rani menyela, ia dapat melihat mata Langit yang sembab. Dan luka itu, mungkin saja karena Langit sendiri yang membuatnya. Pikirnya.

Alfi menggeleng lemah, ia benar-benar bingung harus berkata apa. "Bukan, ceritanya panjang. Aku bingung harus mulai dari mana." Jawabnya penuh sesal.

Dokter Rani menghela napas panjang, ia yakin jika luka di wajah Langit bukan ulah gadis itu. Dengan senyum hangat, dokter Rani mengajak Alfi dan Langit menuju kantin rumah sakit.

Alfi berjalan beriringan dengan dokter Rani. Sedangkan Langit, pemuda itu lebih memilih berjalan di belakang Alfi. Sebuah bangku kosong paling ujung menjadi pilihan mereka untuk duduk. Posisinya dokter Rani berhadapan tepat di depan Alfi, sedangkan Langit memilih duduk di samping gadis cantik itu.

"Dia lengket banget sama kamu, Fi." Ujar dokter Rani.

Alfi melirik sekilas Langit. "Dokter bisa aja."

Dokter Rani terkekeh. "Kita obatin dulu ya lukanya, takut nanti malah infeksi." Sarannya seraya menyodorkan kotak P3K yang selalu ia bawa di tas kerjanya.

Alfi menurut, ia membuka tutup antiseptik lalu menuangkan cairan itu keatas kapas yang ada di sana. Langit sedikit meringis kala kapas yang Alfi gunakan menyentuh pipinya yang membiru.

"Sakit ya?" Tanya Alfi.

Langit mengangguk membuat Alfi refleks meniup pipinya dengan lembut. Melihat itu, dokter Rani hanya tersenyum lebar. Namun rasa penasarannya jauh lebih kuat sehingga ia memutuskan bertanya perihal apa yang sudah terjadi kepada Alfi dan Langit.

"Sebenarnya ini ada apa? Kok bisa pipi Langit luka kaya gini." Tanya dokter Rani.

Alfi menghentikan kegiatannya, ia menatap dokter itu dengan lamat. "Ini semua salah aku Dok."

"Hah? Coba bicara yang jelas Fi." Pinta dokter Rani.

Alfi mengehela napas panjang, mau tidak mau ia harus menjelaskan tentang pertemuannya dengan Ivan yang berakhir membuat Langit seperti sekarang ini. Dengan detail, Alfi menjelaskan secara rinci, tak ada satu apapun yang terlewatkan.

"Kalau saja aku nggak bawa Langit, mungkin kejadiannya nggak akan kaya gini." Keluh Alfi penuh sesal.

Manik coklatnya kembali menatap dokter Rani yang menampilkan ekspresi datar. Alfi bertanya-tanya apa yang tengah di pikiran dokter cantik itu. Mungkinkah setelah kejadian ini, ia akan dilarang untuk bertemu Langit lagi. Pikir Alfi.

Kisah Dari Langit Where stories live. Discover now