Harmonis

94 3 0
                                    

🐳

Mobil Ivan berhenti tepat di depan rumah Alfi. Niko keluar lebih dulu dengan mengucapkan terimakasih, pemuda berlesung pipi itu mengangkat sebelah alisnya bermaksud menggoda. Sementara itu, Alfi terlihat was-was karena feeling-nya yang merasa akan ada cecok antara dirinya dan Ivan.

Alfi bersuara. "Makasih Van untuk hari ini."

"Kenapa tadi nggak bales? Aku nungguin loh," Tanya Ivan.

"Tadi kan udah aku jelasin, Van." Jawab Alfi.

"Alasan lo basi, Fi. Emang nggak bisa gitu lihat hp bentaran doang? Sok sibuk banget jadi orang!" Ivan berucap cepat, ada kilat amarah yang tertahan di matanya.

Dada Alfi terasa sesak mendengar ucapan Ivan yang sangat pedas. "Udah dong Van, jangan kaya gini. Aku capek, nggak mau ribut terus."

"Apa maksud kamu?" Ivan melipat tangan di atas dada. "Udah bosen sama aku? Makanya kamu bilang capek, kalau udah bosen jangan kaya gini dong caranya, Fi."

"Ivan!" Suara Alfi meninggi. "Please, jangan kaya gini." Lirihnya.

"Arrghh ...!" Teriak Ivan terpancing emosi. "Lo yang bikin gue kaya gini, Fi! Harusnya lo bisa jaga kepercayaan gue! Bukan menghilang seenaknya."

Alfi tertunduk lesu, terlambat beberapa menit membalas pesan dari Ivan di anggap menghilang tak jelas oleh pemuda itu.

"Ok sorry, aku nggak bermaksud buat menghilang atau ngehindari kamu, Van. Jadi tolong, cukup. Hari ini aku benar-benar capek, please." Lirih Alfi setengah memelas.

Melihat wanitanya berucap lirih seperti tadi, hati Ivan menjadi tak tega. Dangan halus tangannya merengkuh bahu Alfi, memberi tepukan lembut di sana.

"Iya-iya, aku maafin kamu. Tapi lain kali jangan kaya gitu lagi, aku khawatir dan nggak mau kehilangan kamu." Ucap Ivan lembut, benar-benar terbalik dengan Ivan yang tadi.

"Makasih sayang." Alfi membalas rengkuhan Ivan. "Kalau gitu aku masuk dulu, kamu hati-hati ya di jalan." Lanjutnya yang hanya dibalas anggukan oleh Ivan.

Gadis itu berjalan cukup gontai menuju rumahnya. Dari dalam mobil, Ivan mengamati pergerakan Alf hingga gadis itu benar-benar masuk ke dalam rumah. Tangannya mencengkram kuat pada kemudi dengan rahang yang mulai mengeras.

"Sorry Fi, gue sama sekali nggak percaya sama lo." Gumam Ivan dengan suara bariton miliknya.

🐳🐳🐳

Pagi hari kediaman Alfi sudah sibuk dengan aktivitas yang di lakukan mamanya, Marissa. Sedangkan sang suami, Dharma, terlihat sibuk membaca koran sembari sesekali menyesap secangkir teh hangat. Tentunya buatan Marissa juga.

"Anak-anak belum pada bangun, Mah?" Tanya Dharma dengan mata yang tak lepas pada koran bacaannya.

"Belum Pah, mungkin bentar lagi." Jawab Marissa.

Tak ada percakapan lagi antara keduanya, hingga beberapa saat kemudian suara ringisan dari si bungsu mengalihkan atensi pasangan paruh baya itu.

"Awwww ...." Ringis Niko setengah menjerit.

"Kenapa sih lo, Dek?" Tanya Alfi yang sudah lebih dulu berada di kamar sang adik.

"Kaki gue berdarah lagi, Kak. Kayakanya jahitan yang semalam lepas." Jawab Niko mendramatisir.

"Apa? Langsung ke rumah sakit aja yuk, Dek. Takutnya nanti infeksi." Ucap Marissa setengah heboh. "Ayo dong, Pah. Bantuin Mama buat bopong Niko, kasihan dia." Lanjutnya lagi meminta bantuan Dharma.

Kisah Dari Langit Where stories live. Discover now