Pergi Untuk Bertemu

87 5 0
                                    

🐳

Dokter Rani berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Di tangannya terdapat nampan berisi makanan sehat yang akan ia berikan pada Langit, sesuai dengan janjinya tadi pagi. Terlebih dahulu pintu itu ia ketuk agar tidak mengejutkan orang di dalamnya.

"Langit, dokter Rani masuk ya." Ucapnya dengan kepala yang menyembul lebih dulu.

Kepala Langit terangkat, matanya beralih ke arah suara. Laki-laki itu tersenyum simpul karena kedatangan dokter Rani. "Masuk," Ucap Langit dengan cepat.

Dokter Rani tersenyum senang dengan ucapan Langit barusan. Ia pun menaruh nampan tadi ke atas overbed table lalu menariknya mendekati ranjang.

"Makan dulu ya." Ucap dokter Rani.

Langit mengangguk semangat dengan mata yang berbinar menatap berbagai makanan yang dokter Rani bawa. Bentuknya benar-benar lucu, karena dokter Rani sendiri yang membuatnya. Agar Langit bisa menyantapnya tanpa ragu.

"Makan ... makan ... makan ...." Kata Langit berulang-ulang.

Dengan telaten dokter Rani menyuapi Langit hingga makanannya tandas tak bersisa. Mungkin kalian berpikir kenapa Langit seakan di perlakukan seperti anak kecil, apakah pola pikir Langit seperti anak usia delapan tahun? Tidak seperti itu, pola pikir anak autis benar-benar berbeda dengan orang pada umumnya. Mereka menilai dan melihat sesuatu menurut sudut pandang mereka sendiri, yang tentunya akan sulit dimengerti oleh orang-orang pada umumnya.

Autis bukanlah penyakit, karena sampai saat ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan autis. Yang ada hanya berupa terapi dan obat-obatan yang bertujuan untuk membuat si anak lebih baik. Jangan beranggapan seorang anak autis tak memiliki bakat apapun, karena banyak juga dari mereka yang memiliki IQ yang tinggi dengan keterampilan yang berbeda-beda.

Contohnya Langit, dia memiliki autis jenis autistic disorder atau lebih dikenal dengan sebutan mindblindness. Dimana anak yang memiliki autis jenis ini tidak memiliki kemampuan memahami, meluapkan emosi, lingkungan disekitarnya. Atau kurangnya rasa empati terhadap apa yang ia lihat, dengar, dan rasakan.

Meskipun begitu, Langit memiliki kemampuan tersendiri. Laki-laki itu pandai melukis objek atau sesuatu yang ia lihat. Buktinya tadi pagi dokter Rani menemukan buku yang di dalamnya terdapat sebuah gambar jerapah. Lebih tepatnya Langit telah melukis boneka jerapahnya yang diberikan dokter Rani semalam.

Itu pun menjadi salah satu cara dokter Rani untuk memberikan terapi pada Langit, lewat kegemaran melukisnya.

"Langit mau buku gambar nggak?" Tanya dokter Rani.

"Langit mau buku gambar nggak?" Ucap Langit ekolalia lagi.

Dokter Rani tersenyum. "Nanti dokter beliin ya, buat Langit."

"Buku gambar ... Langit." Langit membalas.

"Buku gambar buat Langit." Tambah dokter Rani dengan intonasi yang jelas.

Lagi-lagi Langit tersenyum, tanganya bergerak-gerak memainkan boneka berleher panjang itu. "Buku gambar buat Langit."

Dokter Rani mengelus lembut surai hitam milik pemuda itu. "Langit jangan kemana-mana ya, nanti dokter balik lagi ke sini." Pesan dokter Rani.

Langit mengangguk patuh. "I-ya."

Dokter Rani beranjak meninggalkan Langit di kamarnya lagi. Ia juga berpesan pada suster Meta untuk sesekali memantau Langit. Dan dengan senang hati suster muda itu mengiyakan permintaan dari sang dokter.

🐳🐳🐳

Langit mendung mengiringi perjalanan Alfi dan Ivan, mobil yang meraka tumpangi sudah berbaur dengan kendaraan lain di jalanan. Tak ada percakapan yang berarti antara keduanya, Alfi sibuk dengan pikirannya sendiri. Sementara Ivan, pria itu memasang muka masam karena merasa teracuhkan oleh kekasihnya.

Kisah Dari Langit Where stories live. Discover now