22. Ahmad Arkanza Davendra

47 13 27
                                    

Satu tahun telah terlewati. Satu bulan lagi Arkan bisa menyelesaikan tantangan dari Hafizh. Memang tak mudah mendapatkan restu dari seorang Hafizh Ramadhan. Sekarang, ia harus menangkap seekor angsa untuk dijual.

"Ya Allah, gede banget angsanya," gumam Arkan.

"Ar, lo yang bener aja,"

"Benerlah,"

"Lo yang mau nikahin Mala, eh kita yang sengsara,"

"Ga ikhlas, keluar lo dari Rexsan," ketus Arkan.

"Ikhlas Ar, ikhlas," kini tiga pemuda mulai memasuki kandang angsa. Beberapa angsa nampak memasang lampu siaga.

"Ya Tuhan, gue masih pengen hidup," gumam lelaki berperawakan tampan dengan jaket hitamnya.

"Huwaaa, mama Adrian dikejar angsa," teriak salah satu dari mereka yang sudah lebih dulu dikejar angsa jantan.

"Anjing, brutalnya cuma dilapangan," gumam Arkan. Arkan dan Jeno hanya memperhatikan saja, karena mereka berdua membawa golok yang siap nebas kepala angsa tersebut.

"Weh bantuin gue!"

"Heh angsa! Sini!" beberapa angsa mendekati Arkan.

"Lo Arkan atau Nabi Sulaiman sih?" gerutu Adrian.

"Bacot, lo semua, masuk ke kandang itu, buru! Atau gue tebas lo semua," baik Adrian maupun Jeno menatapnya cengo. Segampang itu? Nampak seperti pawang mereka.

"Beres," Arkan berjalan menuju rumah Hafizh.

"Seharusnya gue yang dapetin Mala," gumam Adrian.

"Pantes aja diangkat jadi ketua, binatang aja tunduk sama dia,"

Mereka duduk di salah satu kursi bambu yang berada didepan rumah Hafizh. Padepokan ini nampak agak sepi dari biasanya, dikarenakan hari ini adalah hari maulid nabi, santri diperbolehkan pulang untuk menemui keluarga masing-masing.

"Silahkan,"

"Ini Mala ya?" gadis tersebut mengangguk.

"Cantik Ar, buat gue aja gimana? Gue juga kemarin ikut nyusruk kejurang,"

"Kalau lo mau mati sekarang, boleh,"

"Engga deh, makasih,"

"Arkan, kamu dipanggil abi," Arkan hanya mengangguk. Ia mulai melangkahkan kakinya menuju sebuah saung di pinggir padepokan. Disana ia mendapati Hafizh tengah memberi makan burung.

"Assalamu'alaikum,"

"Waalaikumsalam, gimana, udah siap bimbing Mala?"

"Insya Allah,"

"Nanti malam gue nikahin lo secara agama gimana?"

"Nanti malam? Gue belum nyiapin maharnya,"

"Gue ga perlu mahar mewah, cuma perlu kesiapan lo,"

"Siap aja, ntar gue hubungi orang tua gue,"

"Udah, gue yang hubungi mereka," Arkan hanya mengangguk pelan.

"Tapi, gue janji nikahin Mala tahun depan," lirih Arkan.

"Semalam, Mala ngomong sama gue, dia siap dinikahin lo secara agama dulu,"

"Emang udah ada planing tanggal?"

"Udah, tanggal 28 Maret 2022,"

"Kenapa?"

"Ga tau, menurut gue tanggal itu bagus aja,"

"Terserah lo, yang penting lo beneran serius sama anak gue,"

"Pasti," senyuman Arkan perlahan pudar. Hafizh dapat melihat itu, ia rasa ada yang disembunyikan Arkan.

"Kalau butuh tempat cerita, ada gue," Arkan hanya mengangguk, hanya sekedar merespon.

*:..。o○ ○o。..:*

Dulu ya dulu, sekarang ya sekarang. Itulah Mala, dulu ia menolak Arkan dengan berbagai alasan. Sekarang, ia begitu mencintai suaminya itu, bisa dibilang bucin, untuk bahasa anak sekarang. Saat ini ia begitu merindukan sosok Arkanza. Bahkan saat mereka sudah sah, Mala tetap enggan satu kamar.

"Ya Allah, maafin Mala, dulu sempat mengacuhkan suami Mala," gumam Mala.

Saat ini, ia hanya butuh Arkan disampingnya. Ia menatap langit yang sepi, tak ada bintang yang menghiasi. Rumah mertuanya juga sangat sepi, Anis sudah jarang dirumah, begitupun Fenly yang sibuk dengan bisnisnya. Alya? Dia lebih senang menginap dirumah temannya saat ayah dan kakaknya tidak ada dirumah. Dan terakhir, bunda dan adik iparnya, mereka tengah keluar ntah kemana.

"Kak, cepet pulang dong, ga kangen Mala apa?"

"Kalau sampai Zani lahir kakak ga disamping Mala, kita musuhan,"

"Jangan pernah salahkan takdir, setelah ini,"

Tiba-tiba saja perkataan Arkan melintas di benaknya. Kenapa takdirnya demikian? Apakah ini yang dinamakan karma? Dulu ia menolak bersama, sekarang menolak berpisah. Dasar manusia, tidak pernah mau bersyukur.

"Zani, sabar ya sayang, kita doa sama-sama buat abi, supaya abi pulang dan peluk kita lagi," lirihnya sambil mengusap perutnya yang kian membuncit.










Pendek banget ya? Insya Allah next part lebih panjang.

Kalian dari mana aja nih? Absen dulu dong, barangkali sama.

Oh ya, Arkan dibiarin pulang atau gimana?

Yuk votmen

AA Davendra 2 [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang