16. Ahmad Arkanza Davendra

42 9 8
                                    

Rumah sakit yang tadinya tenang, kini ramai dengan suara langkah kaki beradu dengan roda brangkar menuju ruang UGD.

"Ini perpisahan yang kakak maksud? Kalau iya, Mala mohon kembali,"

"Bapak dan ibu harap menunggu diluar,"

"Lakukan yang terbaik untuk anak saya,"

"Pasti, pak,"

Raya berusaha menenangkan menantunya, ya walaupun hatinya juga tak tenang. Selama ini, putranya tak pernah mengeluhkan apapun. Tapi, kenapa tiba-tiba seperti ini? Apa karena pergaulan nya yang akhir-akhir ini tidak terkontrol?

"Kenapa harus sekarang, Ar, tubuh gue juga belum pulih buat melakukan itu semua, gue kira lo bisa nunggu sampai gue pulih. Maafin gue,"

"Yah,"

"Kenapa?"

"Ayah tau semua nya kan?" Fajri mengangguk.

"Beberapa kali gue liat Arkan keluar masuk ruang pemeriksaan,"

"Sejak kapan? Kenapa ga kasih tau aku? Minimal Mala lah, dia istrinya,"

"Raya, Mala, dengerin ayah ya, saat ini kita hanya perlu fokus sama Arkan. Masalah sakit apa, berapa lama, itu urusan nanti, sekarang Arkan yang didalam sembuh dulu,"

Clekk

Pintu ruang UGD terbuka. Seorang dokter keluar dengan wajah berseri.

"Bagaimana dok?"

"Puji Tuhan, pasien bisa melewati masa kritis nya. Namun, saya sarankan jangan terlalu lelah, karena ini bisa sangat berpengaruh dengan kesehatan jantungnya,"

"Baik dok, terima kasih,"

*:..。o○ ○o。..:*

Arkan sudah berada dirumah, ia memaksa untuk pulang agar bisa menjaga Mala 24 jam. Emang ngeyel nih anak satu, tapi, demi keselamatan Mala dan calon anaknya.

"Kakak mau kemana?"

"Mau ketemu anak-anak, udah lama juga ga jengukin mereka,"

"Enggak,"

"Aku ga minta persetujuan kamu,"

"Kak, kakak lagi sakit,"

"Aku sehat, Mal,"

"Nurut ya, Mala pengen banget kakak nemenin Mala lahiran. Mala ga mau kakak kayak tadi," 

"Jangan nangisin aku, please. Air mata kamu ga boleh terbuang sia-sia kayak gini,"

"Terus, aku harus bersikap kayak gimana? Disaat suami aku sakit tapi dia keliatan baik-baik aja, kalau itu tambah parah gimana kak?" Arkan langsung membawa Mala kedalam dekapannya.

"Kakak cuma mau beri kenangan terbaik untuk mereka, Mal, setelah itu, kita habisin waktu bersama ya," Mala menggeleng dipelukan suaminya.

"Kakak ga boleh pergi, Mala masih butuh kakak,"

"Sstt, kalau kakak pergi, itu artinya tugas kakak selesai, Mal,"

"Enggak boleh, hisk,"

"Sstt, jangan nangis ah, cantiknya ilang loh,"

"Jangan pergi,"

"Insya Allah,"

*:..。o○ ○o。..:*

Mala tengah membantu Arkan mengemasi koper. Beberapa menit yang lalu, Fajri meminta Arkan untuk menemaninya ke Singapura untuk masalah pekerjaan.

"Jaga kesehatan ya,"

"Iya sayang, oh ya kalau nanti kamu denger kabar kakak masuk ICU, jangan pernah dateng, kecuali kakak yang minta. Paham?"

"Kenapa gitu? Kakak kan janji mau jaga kesehatan,"

"Umur ga ada yang tau, sayang, nurut ya," terpaksa Mala mengangguk.

"Iya," lirih Mala.

Setelah selesai semuanya, mereka pergi ke rumah Fajri, sesuai permintaan Fajri. Mereka akan berangkat ke bandara bersama, tanpa diantar istri mereka.

"Ayah, titip Kak Arkan ya,"

"Pasti, kalaupun berulah, palingan gue tinggal,"

"Ninggalin Arkan, ga usah pulang sekalian," ancam Raya.

"Hehehe engga sayang, yuk Ar, keburu terbang tuh pesawat," Arkan mengangguk. Sebelum pergi, Arkan mengecup kening Mala lama, bergilir dengan perut buncit Mala.

"Abi pamit ya, jangan nakal-nakal," lirih Arkan.

"Bun, Arkan titip Mala ya,"

"Iya sayang, kamu jaga kesehatan ya,"

"Assalamu'alaikum,"

Ada rasa tak rela dihati Mala melepas kepergian suaminya. Ia takut kalau ucapan Arkan memiliki arti. Ketakutan itu semakin bertambah mengingat kondisi Arkan.

"Percayakan semuanya sama Allah ya, bunda yakin kalau Arkan anak yang kuat,"

"Iya bunda,"

Sementara itu, mobil milik Fajri berbelok kearah rumah sakit. Ia sengaja membohongi Raya dan Mala, agar keduanya tak mengkhawatirkan kesehatan Arkan. Memberi perawatan intensif untuk Arkan tanpa sepengetahuan siapapun, itulah rencana awalnya.

"Ayah bohongin Mala sama bunda?"

"Gue terpaksa, emang lo tega liat mereka nangis nungguin lo didepan ruang ICU?" Arkan menggeleng.

"Ya Allah," lirih Arkan. Dada sebelah kirinya terasa sakit. Sepertinya kambuh lagi.

"Bertahan,"












Mau happy ending atau sad ending?

Mak baru part 16 loh ~ Arkan

Lah kenapa?

AA Davendra 2 [End]Where stories live. Discover now