Asap putih berterbangan di udara, dan bau rokok tercium di penciuman, Dylan merokok.

“Dylan,” panggil Qilla, Dylan tidak bergeming, atau bahkan melihatnya kearahnya. Cowok itu bahkan sibuk untuk menghisap nikotin yang terselip pada bibir sexy itu, ughh, Qilla bahkan sudah membayangkan hal yang sangat hot dengan benda keny-

Apa-apaan, kenapa dia harus memikirkan hal itu?!

“Look at me, Boy!” perkataan itu di realisasikan oleh Dylan, langsung. Cowok itu berbalik badan, bersandar pada pagar balkon dengan rokok yang masih terselip pada sela-sela bibir itu. Matanya tak lepas dari Qilla dan rasanya dia terbakar oleh tatapan intens itu.

Baiklah, misi untuk menjauhi Dylan gagal sudah, dia bahkan terjebak hanya berdua di balkon ini, walaupun ini salahnya yang dengan mudah menuruti perintah Dylan tadi.

Tidak ada yang memulai percakapan diantara mereka. Qilla masih tak bergeming, lututnya terasa lemas tak bertenaga, astaga, dampak Dylan itu sangat membahayakan detak jantung, mata, juga lututnya. Itu tidaklah baik untuk Qilla. Tapi Dylan masih tak mengalihkan pandangannya. Iris abu-abu itu justru semakin liar menatapnya, Dylan seperti ingin menelanjangi Qilla dengan mata itu.

Tidak sopan, huh!!

“Berhenti natap gue!” kata Qilla dengan kesal, lama-lama Qilla tidak nyaman dengan tatapan itu. Dia risih! Awalnya Qilla memang memanggil Dylan, tapi hanya untuk tau keberadaan Qilla di balkon.

Dylan, cowok itu menyeringai. Dia berjalan mendekat, Qilla waspada, kini, jarak mereka cukup dekat. Qilla berdecak kesal, Kenapa Dylan tidak memberi aba-aba terlebih dahulu, jika ingin menuju tempatnya, agar Qilla bisa melarikan diri.  Tadinya, Qilla berpindah tempat yang dari pintu ke jendela kaca transparan.

Dylan dengan rokok yang masih di hisap itu kembali mengeluarkan asap putih, baunya juga menyengat, Qilla menahan nafas, dia ingin muntah menciumnya. Dylan terus saja memandangi dengan tatapan tajam itu. Tidak lama setelah itu, Dylan menghembuskan asap putih itu tepat pada wajahnya Qilla. Hal itu dia lakukan dua kali.

“DYLANN ANJING!” Rintih Qilla, dia terbatuk-batuk beberapa saat, matanya perih, tangan nya menggapai gapai di udara, berniat mengusir asap itu, tapi yang  asap itu makin mendekat dan membuat nya batuk hebat, perut nya mual.

Dylan tak bereaksi banyak, hanya menonton Qilla yang kesusahan bernafas. Tanpa merasa bersalah, cowok itu justru memundurkan langkah, dan kembali bersandar pada pagar balkon, tetapi matanya tak lepas dari Qilla.

“Lo ulangi, satu ciuman mendarat.”

Oww, itu ancaman menakutkan sekaligus kesukaan. Ehh. Qilla menggeleng kan kepala. Gila! Benar-benar gila sekali pikiran Qilla, pikiran yang sangat liar.

“Gue nggak butuh ancaman, lo!” kata Qilla sebal, mata dengan iris hitam legam itu menatap Qilla, seakan-akan tidak takut dengan ancaman Dylan. Tapi, decakan terdengar setelahnya, dia melupakan Dylan adalah orang yang nekat, dengan Qilla berkata seperti itu. Sudah pasti Dylan akan kesenangan setelah itu. Lihatlah bagaimana ekspresi menyebalkan Dylan sekarang.

“Oke, nevermind.” Lebih baik Qilla mencari jalan aman. Tapi dia lupa untuk menekan Dylan tentang sesuatu hal. “Lupakan hal tadi, satu hal yang penting lo ingat, gue nggak butuh perkataan manis dari seorang player kayak lo! Gue nggak butuh itu!”

Dylan terdiam beberapa saat, lalu menatap mata Qilla dan menyelami indahnya ciptaan Tuhan itu. “Lo tau, gue nggak melakukan hal negatif malam itu. Cuma kesalahan pahaman,” katanya dengan nada pelan, tiba-tiba saja Dylan berlagak sebagai seseorang yang khawatir akan sesuatu. Eh, atau memang dia tengah khawatir?

Gay-ilan [COMPLETED]Where stories live. Discover now