18 || Gay-ilan

6.4K 406 45
                                    

AYOO, SPAM DENGAN KOMENTAR KALIAN 🦋

𝓖𝓪𝔂 -𝓲𝓵𝓪𝓷

Nyatanya, mereka berdua berakhir di kediaman Qilla. Dylan bertamu untuk sementara disini, Qilla sempat menawarinya untuk berhenti sebentar dan bersedia menjadi tamu nya untuk hari ini. Untung saja saat ini kedua orangtuanya tidak berada di rumah.

Berjalan dengan perlahan, memperhatikan deretan foto di dinding yang terpampang pada ruang tengah. Mata Dylan berhenti pada tiga perempuan dengan tinggi yang berbeda. “Ini siapa?” tanya Dylan, masih fokus memperhatikan foto disana.

“Foto gue bareng kakak, nah gue yang agak pendek, terus wajahnya cemberut nggak ada senyum,” jawab Qilla turut memperhatikan foto yang Dylan tunjuk.

Tak lama, tubuh jangkung itu berbalik hingga kini menatap Qilla. “Ternyata lo dari kecil nya pendek.” Kata dengan makna yang paling menjengkelkan itu seakan-akan paling menyebalkan jika Qilla dengar. “Harusnya saat pengambilan foto, berpose senyum. Sedangkan lo? Malah lucu gue lihatnya.”

“Ya nggak usah dilihat dong.” Nahkan, karena Dylan yang mengomentari hal sensitif menurut Qilla, intonasi nya sedikit naik, memekik dan menatap tajam Dylan. “Lagi pula gue nggak pendek, 163 cm termasuk tinggi disini.”

Dylan terkekeh kecil, Tangan nya mengacak rambut Qilla asal, ekspresi yang Qilla perlihatkan itu cukup membuatnya gemas. Qilla tetap diam dan masih menatap tajam Dylan, saat cowok itu masih menggangu nya, lalu sesaat kemudian pekikan terdengar. Dylan mengigit pelan pipinya, dan itu membuat nya kaget. Bahkan jejak basah dan kemerahan masih menempel disana.

“DYLANN!”

“HA HA HA.”

Ngomong-ngomong, Dylan memaksa untuk bertamu ke rumah. Begini mata cowok itu, ‘gue sedang malas di apartemen, singgah ke rumah lo bentar, boleh kali.’ Begitu. Hakikatnya tuan rumah harus bersikap sopan pada tamu, tentu Qilla sudah melakukan hal itu. Seperti sekarang, cowok itu kembali memperhatikan foto lainnya.

“Gue hampir beberapa menit disini, gak mau di seduhin minuman atau makanan?” ujar Dylan, kembali duduk dengan tenang. Tampaknya cowok itu sudah bosan memperhatikan foto-foto yang berjejeran di dinding rumah. Atau membuat emosi nya tersulut.

Aih, Qilla hampir lupa memberi cowok jangkung itu makanan. Qilla beranjak dari sana, mengambil beberapa snack ringan dan minuman dingin di dapur. Lalu meletakkan di meja.

“Ntar latihan skate, mau?” Setelah meneguk minuman kaleng di tangan yang Dylan genggam, cowok itu kembali berkata, “atau mau ke apartemen gue hari ini, ntar gue belikan sesuatu di minimarket sebelum kesana.”

Oh ternyata Dylan mempunyai niat terselubung didalam nya, tapi menarik juga yang ditawarkan. Sungguh, ia ingin ke apartemen, Qilla juga sudah mulai terbiasa lingkungan disana. Atau berlatih skate dengan Dylan, tapi Qilla sedikit kesal jika cowok itu yang mengajarinya. Cowok itu tidak pernah serius mengajar Qilla berlatih.

“Ke apartemen lo aja.” Dylan mengangguk setelahnya. Keheningan kembali tercipta, juga sibuk dengan pikiran masing-masing. Qilla mengubah pandangan nya ketika sesuatu di kakinya terasa mengganggu. Kaus kaki hitam putih milik nya belum terlepas dari sana, Qilla bahkan lupa karena Dylan langsung menariknya menuju ruang tengah.

Sambil melepaskan kaus kaki hitam putih itu, Qilla sesekali mengarahkan pandangan nya pada Dylan. Sial, ternyata cowok itu juga mengedarkan pandangannya menatap Qilla. “Kenapa?” tanya Dylan.

Qilla menggeleng sebagai jawaban. “Nope.” Entah kenapa, pandangan mata nya hanya ingin tertuju pada Dylan, menyebalkan juga jika ternyata cowok itu ternyata menoleh padanya.

Gay-ilan [COMPLETED]Där berättelser lever. Upptäck nu