32

793 148 11
                                    

Teriknya sinar matahari pagi yang masuk melalui celah tirai membuat Abigail terpaksa membuka mata. Mengambil posisi duduk, ia sempat meregangkan otot sebelum akhirnya menoleh ke arah nakas disamping kiri. Mencabut ponselnya yang tadinya tersambung kabel charger.

Masih jam 7 pagi ternyata. Namun karena udah terlanjur bangun, perempuan itu memilih beranjak. Masuk ke toilet untuk mencuci muka dan menyikat gigi, setelahnya keluar dari kamar menuju lantai bawah.

"Anak perawan kok jam segini baru bangun," sindir Aaruna yang tengah memotong bawang bombay. Padahal Abigail aja belum genap memasuki dapur. Makanya perempuan itu langsung membalasnya dengan dengusan malas.

"Tadi malem tidur jam berapa, kak?" bunda bertanya sembari memecah telur diatas penggorengan sana.

"Jam 1, bun"

Bunda berdecak mendengarnya "Emang tugasnya harus diselesein malam itu juga? Nggak boleh dilanjut pagi gini?"

"Ya... boleh sih"

"Terus kenapa harus dikebut semaleman gitu? Mana segala minum kopi juga lagi. Abis nugas nggak langsung tidur kan pasti?" kompor Aaruna yang spontan membuat Abigail melotot kesal.

"Kayaknya kamu tuh emang nyari penyakit ya, kak? Sengaja?" Abigail menoleh ke bunda dengan mata bergetar panik "Huh, enggak gitu, bun"

"Semalem tugasnya nanggung, bun. Kurang dikit jadinya aku selesein sekalian biar hari ini tinggal santai. Gitu" tambahnya beralibi, berharap bunda enggak lagi mendebat tapi ternyata sama aja.

"Lain kali nggak boleh kayak gitu ah, kak. Waktunya tidur ya tidur. Bunda nggak suka kalo kamu nunda tidur cuma gara-gara tugas gitu,"

"Tugas emang penting, tapi kesehatan kamu jauh lebih penting. Kan percuma kalo tugasnya selesai tapi kamunya malah sakit."

Mendengar ucapan panjang bunda, Abigail hanya menunduk. Mengangguk dengan bibir cemberut "Iya, bunda. Maaf. Aku usahain nggak gitu lagi" lalu melirik Aaruna dengan tatapan sinis. Dan kakaknya itu malah tersenyum meledek.

"Motongnya cepetin, teh. Keburu adeknya dateng, kasian kalo nggak langsung makan" Abigail menjulurkan lidah ke arah Aaruna. Meledek balik kakaknya yang juga kena tegur bunda.

"Loh, emang Juan kemana?" melirik ke sekitar,  biasanya adiknya itu akan selalu duduk diruang makan menemani bunda memasak dipagi hari. Tapi kali ini enggak. Abigail bahkan nggak melihat tanda-tanda keberadaan Juan didalam rumah sama sekali. Itu anak kemana coba pagi-pagi gini?

"Jogging" sahut Aaruna.

"Sendiri?" Abigail mengerutkan kening heran. Pagi ini ia sama sekali nggak merasa dibangunkan paksa tuh? Mengingat Juan selalu menyeretnya paksa jika hendak kemanapun karena adiknya itu tipe orang yang memilih nggak jadi pergi kalo nggak ada temannya.

Bunda menggelengi "Sama Riki," katanya sambil meletakkan sepiring telur ceplok diatas meja makan.

"Tadinya mau ngajak kamu juga, Bi. Cuma kata Riki nggak usah, biar bobo cantik aja katanya. Jangan diganggu. Ya kan, bun?" seperti mendapat dukungan setelah diangguki bunda, Aaruna makin menggoda Abigail dengan menggelitik dagu perempuan itu "Cie cieee"

Refleks Abigail menepisnya "Apaan sih? Tangan teteh bau bawang tauu. Jangan pegang-pegang"

"Dih?" Aaruna membaui tangannya sendiri. Ya nggak salah sih, emang bau. Tapi karena dia masih pengen jahilin adik perempuannya, jadilah Aaruna berusaha menggapai wajah khas bangun tidur adiknya itu.

"Perasaan ya, bun, dulu.. ada yang bilang katanya enggak suka berondong. Tau-taunya sekarang udah mau jalan 3 bulan aja pacarannya" sindir Aaruna yang lagi-lagi didukung bunda dengan kekehan.

YOUNG BLOODWhere stories live. Discover now