13

1.1K 210 14
                                    

Menyadari pergerakan kecil dari Abigail, Riki beranjak mendekat ke brankar yang ditiduri perempuan itu. Netranya menatap lurus ke Abigail yang masih sibuk mengerjap, menyesuaikan pandangannya dengan cahaya setelah berjam-jam terpejam.

"Kak,"

Abigail meresponnya dengan lenguhan kecil sambil menatap sekitar "Ini..."

"Di rumah sakit, kak. Kak Abi pingsan semalem, inget kan?"

Mengangguk sebentar, Abigail kembali mengernyit "Tapi kok, malah kamu yang disini? Juan..?"

"Juan ada. Tapi sekarang lagi ke stasiun. Makanya aku disini dulu buat jagain kakak"

"Stasiun? Ngapain dia kesana?"

"Jemput kakaknya kakak katanya"

"Hah?"

"Juan jemput kakaknya, kakak Kak Abi juga. Paham kan?" jelas Riki yang hanya dibalas anggukan singkat. Wajar aja karena Abigail kan baru sadar, makanya masih agak linglung. Dan muka linglung Abigail itu, entah kenapa kelihatan lucu banget dimata Riki.

Sambil menahan senyum, Riki meraih segelas air diatas nakas lalu menyodorkannya ke Abigail. Menitah perempuan itu untuk membasahi tenggorokannya. Setelahnya Riki pamit sebentar buat manggil dokter, yang lagi-lagi diangguki Abigail.

Kira-kira sepuluh menit lamanya dokter memeriksa kondisi Abigail. Begitu dokter keluar, Riki berganti masuk. Abigail terlihat memperhatikan setiap pergerakannya.

"Masih sakit, kak?"

"Hah? Apanya?"

"Yaaa..." Riki melirik ke bawah "perutnya, kak"

Abigail ber-oh "Um, sedikit"

Riki mengangguk-ngangguk sebagai balasan. Dia meraih sebuah kursi, lalu didudukinya tepat disamping ranjang perempuan itu.

"Makan yuk, kak"

"Hah?"

Kali ini, Riki nggak bisa menahan senyumnya. Kurva bibirnya naik begitu aja waktu lihat wajah polos sekaligus bingung Abigail.

"Makan, kak. Kak Abi belum makan kan dari kemarin? Sampe jadi sakit gini"

"Aku makan kok kemarin. Kata siapa aku—–"

"Makan sekali tapi telat?" tebak Riki yang sontak membuat Abigail merapatkan bibir. Tepat sasaran ternyata.

"Sebenernya aku udah curiga mulai dari Kak Abi dateng, muka kakak sepucet itu dan aku yakin Kak Abi lagi nggak baik-baik aja. Dan... bener kan ternyata?"

"Aku tau, Kak Abi pasti lagi sibuk banget akhir-akhir ini. Tapi se-hectic apapun urusan kampus, kakak harus tetep mikirin urusan tubuh Kak Abi sendiri. Terlebih perut"

"Udah sibuk, telat makan, capek, lagi dapet, sekarang tau kan kenapa Kak Abi bisa tumbang dan berakhir disini?"

"Jadi... mau kan, makan?" Riki menggeleng pelan sambil tersenyum kecil "Eh, bukan mau—tapi harus. Iya harus makan. Aku maksa pokoknya"

Belum sempat Abigail merespon, Riki udah lebih dulu meraih remote untuk menaikkan kepala ranjangnya. Sekiranya pas, Riki meraih kedua bahu Abigail, membantu perempuan itu menyamankan posisinya.

"Udah nyaman kan, kak?"

Anggukan kaku dari Abigail sontak membuat Riki tersenyum lebar. Diambilnya semangkuk bubur diatas nakas—jatah dari rumah sakit, setelahnya mengangkat sendok ke arah bibir perempuan itu "Aaaaa"

Abigail mengerjap pelan "A-aku, bisa sendi—" Riki langsung menjauhkan sendoknya begitu tangan Abigail hendak mengambil alih "Kak Abi itu baru sadar, pasti otot-ototnya masih pada lemes. Jadi lebih baik sama aku aja. Nurut ya, kak?"

YOUNG BLOODWhere stories live. Discover now