09

1.1K 228 8
                                    

Hampir seminggu sejak pertemuannya dengan Riki dikafe malam itu, Abigail belum juga menjawab ajakan pergi laki-laki itu yang beberapa kali dikirimnya lewat chat.

Bukan sepenuhnya berniat menghindari, hanya saja Abigail terlalu sibuk dengan rutinitasnya sebagai mahasiswa belakangan ini. Tugasnya menumpuk dimana-mana dengan deadline yang keterlaluan, membuatnya sampai harus merelakan beberapa jam waktu tidurnya untuk mengebut tugasnya.

Seperti halnya sekarang. Lagi-lagi Abigail harus mengorbankan waktu santainya dihari minggu untuk mengerjakan tugas bersama Sheren dan Rayna.

Kali ini dikafe. Hitung-hitung ganti suasana, sekaligus numpang wifi gratis karena wifi dirumah Sheren sedang trouble. Makanya mereka mengungsi disini hehehe:v

Sudah sejam ketiganya berada disitu, namun Abigail mendadak gelisah setelah melihat ke arah kaca depan kafe. Rayna yang kebetulan melihat keanehan temennya itu mengernyit "Kenapa sih lo?"

Abigail tergagap "Hah? Eng—gak. Enggak kenapa-kenapa"

Bukannya percaya, Rayna justru semakin curiga begitu Abigail mengambil salah satu lembar tugasnya untuk menutupi wajahnya. Jemarinya bergerak mencolek pelan lengan Sheren yang semula fokus dengan laptopnya,

"Lihat tuh temen lo" adunya begitu Sheren menoleh.

Tanpa bicara, Sheren menarik kasar kertas didepan wajah Abigail hingga gadis itu menatapnya kaget sekaligus jengkel.

"Ya lagian elo, ngapain segala ngumpetin muka gitu. Kayak lagi mau ditagih hutang aja"

Abigail meneguk ludah. Sheren nggak tau aja kalo Abigail beneran hampir ditagih kalo dia nggak nutup muka gini.

"Pesen makanan apa kek gitu sana. Laper nih gue" keluh Sheren sambil meneruskan kegiatannya kembali setelah melirik Abigail. Begitupun dengan Rayna.

Merasa ditunjuk, Abigail menggeleng cepat "Nggak mau" tolaknya.

Masalahnya, orang yang menyebabkannya sampai harus menutup muka itu sekarang lagi berdiri didepan meja kasir. Dan usahanya tadi bakal sia-sia kalo dia jalan kesana sekarang.

"Kok nggak mau?"

"Nggak ah. Lo aja, Ray"

Rayna mengernyit sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Iya. Lo kan nganggur"

"Lah bedannya sama lo apa? Lo kan juga nganggur"

Duh, iya juga. Abigail baru sadar.

"Aduuuhh, lo aja deh, Ray. Um, gue tuh..." Abigail menjeda ucapannya sambil berpikir "Kebelet pipis. Iya, kebelet. Gue mau ke toilet sekarang" alibinya.

"Kan bisa pesen dulu sebentar sebelum ke toilet"

"Nggak bisaaaa. Urgent banget ini, nggak kuat"

Walaupun berdecak, Rayna tetep aja mengiyakan ucapan Abigail. "Yaudah sana. Keburu ngompol malu-maluin ntar"

Abigail tersenyum menang kemudian berlalu dari table. Berjalan sungguhan ke arah toilet sambil menurunkan baseball cap hitam yang digunakannya hingga hampir menutupi matanya.

Didalam toilet, Abigail hanya mencuci tangan dan mere-touch makeupnya yang sebenernya masih oke.

Sengaja dilama-lamain. Yaa siapa tau kan, pas keluar nanti orangnya udah pergi.

Dirasa lumayan lama, Abigail memutuskan untuk keluar. Sebelah tangannya ditarik pelan begitu langkahnya hampir menjauh dari area toilet.

Nggak seperti dugaannya. Bukannya pergi, orang itu justru berada dihadapannya sekarang.

YOUNG BLOODOù les histoires vivent. Découvrez maintenant