23

1K 195 8
                                    

Hampir semingguan ini Rayna dan Sheren dibuat bingung oleh tingkah laku Abigail yang semakin hari semakin aneh. Sering bengong, mikirin sesuatu, bahkan kadang suka ngomong—tepatnya misuh-misuh sendiri tanpa sebab. Pun kalo ditanyain kenapa pasti jawabannya selalu 'nggak kenapa-kenapa' membuat keduanya saling melempar tatap pasrah sembari meringis.

Nanti juga bakal cerita kalo anaknya udah mentok frustasi. Jadi biarin aja, pikir kedua gadis itu kompak. Udah terlampau hapal sama jalan pikiran Abigail yang memilih berpusing-pusing ria sendiri dulu, baru kemudian mengajak temannya sharing setelah menemukan setitik jalan terang.

"Lo berdua free nggak abis ini?"

"Free kok" Rayna melempar tatap ke Sheren yang dibalas anggukan. Sama.

"Cari makan yuk. Sekalian ngopi sama nongki bentar. Mau yaa?"

Sheren berdecih, merespon ajakan Abigail "Lagi?"

"Nggak, Rin. Enggak" Rayna menggeleng nggak setuju "Lo tuh sesat. Dari kemarin ngajakin gue boros mulu"

"Yaelah, Ray. Gitu banget lo sama temen" sungut Abigail.

"Bukannya apa, Rin. Tapi gue bisa kelaparan diakhir bulan nanti kalo duit gue abis duluan" Rayna menaikan alis "Emang lo mau nanggung biaya hidup gue sampe gue ditf nyokap bulan depan?"

Yang ditanya menyengir kuda "Hehehe nggak mau"

"Nah, makanya jangan nongki mulu. Mending kita ke rumahnya Sheren aja biar irit. Sekalian ngerjain tugasnya paduka Galih, kan deadlinenya dua hari lagi"

"Boleh sih," Sheren menimbang "Tapi kenapa harus dirumah gue terus ya, mohon maaf?"

"Masa nggak tau sih, Sher?" Rayna menepuk bahu perempuan berambut coklat itu "Rumah lo tuh paling syahdu diantara kita. Udah letaknya ditengah-tengah, wifi lancar, ngeprint juga nggak perlu keluar, dan yang terpenting..." suaranya memelan "Konsumsi selalu terjamin karena ada ibu negara yang baik hati dan dermawan"

Kontan Sheren berdecak "Lo mah kerjaannya morotin emak gue mulu"

"Ya daripada morotin elo? Kan enakan langsung dari sumbernya" Abigail ikut tertawa mendengarnya. Ada-ada aja candaan sahabatnya satu itu.

"Jadi gimana, Sher?" Abigail bertanya mewakili.

"Yaudah deh iya nggak apa-apa" setuju Sheren yang langsung disambut seruan bahagia Rayna yang nggak jadi mengeluarkan uang. Tapi senyumnya nggak bertahan lama berkat mendengar usulan Abigail.

"Tapi mampir kafe dulu ya, beli kopi sama cemilan" dan malah dapat dukungan dari Sheren. Yaudah deh, Rayna pasrah:)

"Ke kafe mana nih?" tanya Sheren dari balik kemudi mobil milik Abigail.

"Kafenya Riki aja, yuk!" usulan Rayna sontak membuat Abigail memprotes cepat.

"HAH? YA JANGAN DONG ANJIR?!"

Kompak, Sheren dan Rayna terkekeh mendengar seruan panik perempuan itu.

"Kenapa sih?" Rayna memandangnya jahil sampai Abigail menggaruk tengkuknya kikuk.

"Eung—ya enggak sih, cuma... ya itu kan jauh? Iya, jadi ngapain jauh-jauh beli kopi sama cemilan doang? Kafe mana aja lah, Sher yang sekalian lewat biar nggak buang-buang waktu. Bener kan?"

Si pemumpang kursi belakang memukul pelan jok kursi yang diduduki Abigail, "Ah elo mah gitu, Rin. Padahal gue sengaja minta kesana biar digratisin. Paling enggak dapet diskon lah karena bawa elo. Kan lumayan aslinya"

Melirik kaca spion tengah, Sheren mendengus "Pengen kenyang tapi nggak pengen menguras dompet. Nggak paham lagi gue sama otak lo yang isinya cuma kata gratis sama diskon doang"

YOUNG BLOODWhere stories live. Discover now