🦊 02 💙

1.7K 60 2
                                    

Tiga minggu berlalu setelah pengumuman pembagian dosen pembimbing itu. Jika orang lain minimalnya latar belakang dan rumusan masalah sudah jadi, beda halnya dengan Karina yang masih leha-leha tak peduli.

Katanya dia masih belum ada niatan untuk mengerjakan skripsi, mending buka Wattpad baca cerita NC.

Sebagai dosen pembimbing yang bertanggung jawab dan berdedikasi tinggi, Yeonjun kini mulai mencari keberadaannya.

Dia mengecek grup chat yang hanya berisi ia dan para mahasiswa bimbingannya. Jumlah anggotanya kurang satu dari yang seharusnya. Yang namanya Karina tidak ada di sana.

“Dia itu ke mana sebenarnya?” di ruang dosen, lelaki berusia 25 tahun itu bermonolog seraya mengecek satu persatu surat tugas bimbingan yang sudah ia terima.

Takutnya lupa atau bagaimana karena ia sendiri memegang 11 orang mahasiswa. Tapi setelah dicek, surat tugas atas nama Karina tidak ditemukannya. Bahkan buku absensi bimbingannya juga masih ia pegang hingga sekarang. Ini berarti yang bersangkutan memang belum pernah menemuinya.

Tok! Tok! Tok!

Salah satu dosen di sana menyahuti ketukan tersebut guna memintanya masuk, lalu munculah kepala berambut panjang yang celingukan di balik pintu.

“Permisi...” ternyata itu adalah Giselle, salah satu mahasiswi pegangannya Yeonjun yang paling gercep menyetor progres tugas akhirnya. Bimbingannya juga dua hari sekali saking rajinnya.

“Pak, ada waktu sebentar? Saya mau bimbingan, ada beberapa hal yang perlu saya tanyakan di Bab 3.” ujarnya setelah berada di depan mejanya Yeonjun.

“Boleh. Ayo duduk, Gi.”

“Terima kasih, Pak.”

Kurang lebih sekitar sepuluh menit mereka berdiskusi. Yeonjun menandatangani buku absensi bimbingan milik Giselle, dan ia jadi keingatan soal Karina.

Yeonjun pun bertanya apakah Giselle kenal dengan Karina. Giselle pun menjawab kalau mereka hanya sebatas tahu nama saja karena berada di kelas yang berbeda. Dosen muda itu juga menyampaikan bahwa hingga sekarang Karina bahkan belum menemuinya untuk sekedar menyerahkan surat tugas bimbingan.

“Kalau tidak salah tadi saya melihat Karina ada di parkiran belakang, Pak. Lagi duduk-duduk santai gitu di trotoar, ngadem di bawah pohon mahoni.”

“Saya boleh minta tolong sama kamu, Gi?”

“Ada apa, Pak?”

“Tolong suruh Karina untuk menghadap ke saya sekarang juga, dan bilang sama dia untuk membawa surat tugas bimbingannya.”

Giselle mengangguk. “Baik, Pak. Akan saya sampaikan. Kalau begitu saya permisi dulu, terima kasih untuk bimbingannya hari ini.”

“Iya sama-sama.”


























.

.

.

“Elo itu selama tiga mingguan ini sebenernya ngapain aja sih? Surat tugas nyampe belum dikasih gitu?” tanya Chaewon kepada Karina setelah mendengar mandat yang dibawa Giselle.

Karina mencocol sebutir cimol ke dalam bumbu asin yang berada dalam plastik. “Nikmatin hiduplah, ngapain lagi? Semester delapan itu kan mata kuliahnya cuma skripsi doang, gak ada pertemuan di kelas. Gue bangun aja biasanya jam sebelas siang saking nyenyaknya tidur tanpa ngerasa digentayangi tugas.”

Chaewon dan Giselle jadi merenung mendengar jawaban Karina yang ada benarnya. Semester delapan ini terasa lebih enteng ketimbang tujuh semester lainnya. Karena di sini mereka hanya harus fokus pada satu mata kuliah pamungkas, yaitu skripsi saja.

Sedangkan di semester-semester sebelumnya, mata kuliah yang diajarkan itu setidaknya ada enam atau tujuh bahkan delapan. Belum lagi praktikum dan sejenisnya. Tugas harian, kuis, final project, UTS, UAS, dan segenap tek-tek bengeknya.

Stress pokoknya.

“Kalau inget sama semua itu terkadang gue suka nyesel kenapa dulu gue malah masuk Teknik Informatika?” ucap Chaewon dengan wajah blank-nya.

“Salah jurusan sih tepatnya.” koreksi Karina disertai kekehan.

“Nah, itu. Sama kayak lo juga.”

Giselle ikut nimbrung. “Tapi dengan semua tugas berat itu, ujung-ujungnya kan kita nyampe juga di semester delapan. Yah, walaupun harus dengan cara ngesot istilahnya.”

Ketiga wanita itu tertawa bersama dan lanjut nyemil cimol ditemani es teh dalam gelas. Giselle juga kini mendadak akrab dengan mereka. Nongkrong di bawah pohon rindang ini sejuk dan nyaman. Tempat yang cocok untuk mengghibahkan orang.

“Rin, ayolah. Temui dulu Pak Yeonjun. Gue gak enak sama beliau kalau lo gak ke sana.” Giselle nampak memohon kepada Karina.

“Nanti aja, males.”

“Beliau itu biasanya di kampus cuma nyampe jam 12 siang, sekarang aja udah setengah 12. Bentar lagi beliau pulang, Rin. Ayolah, bentaran doang ke sana dulu.”

Karina menatap Giselle dengan sebelah alis terangkat heran. “Elo kok kayak udah hafal banget ya sama jadwalnya Pak Yeonjun?”

“Kan gue udah sering banget bimbingan sama beliau, Rin.” tiba-tiba Giselle tersipu. “Diskusi sama Pak Yeonjun itu nyaman banget, tahu! Seger pokoknya, bikin nagih.”

“Maksud lo?”

“Ya makanya ke sana dulu, nanti juga lo paham maksud gue.”




























.

.

.

Dengan selembar surat tugas bimbingan yang didapatnya dari TU, Karina kini menuju ruang dosen. Giselle bilang Pak Yeonjun itu di Ruang Dosen 2, mejanya di samping meja Bu Sakura.

Tok! Tok! Tok!

Pintu putih itu diketuknya pelan, dan suara manis Bu Sakura menyahutinya dari dalam.

Tanpa membuang waktu Karina melangkah masuk dan mengangguk kecil kepada Bu Sakura yang tersenyum ramah padanya.

Tatapannya kini langsung tertuju kepada meja yang berada di samping dosen cantik itu. Ada seorang lelaki duduk menyamping seraya bertumpang kaki dan nampak fokus sekali pada layar ponselnya hingga menunduk.

“Ekhem! Pak Yeonjun?”

Deheman tersebut menyita atensi si pemilik nama, lantas ia pun menyimpan ponselnya kemudian mendongak. “Iya?”

 “Iya?”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



































.

.

.

TBC

Mas Dosen || YeonRina [SLOW UPDATE]Where stories live. Discover now