40. Hukuman

58.8K 9.2K 2.7K
                                    

"Mohon ijin berbicara hakim." Pengacara Rangga berdiri, hakim mengangguk sebagai tanda 'iya', pengacara itu menatap ke arah Hawa.

"Jika memang benar Anda hampir di perkosa, mana buktinya. Semua ucapan Anda tidak berlaku tanpa adanya bukti."

Hawa mengeluarkan ponsel miliknya, memperlihatkan sebuah artikel yang begitu jelas. Pengacara itu membaca dengan seksama, hingga dirinya diam tidak berkutik. Kasus ini, sangat populer pada tahun itu. Bahkan beberapa televisi menayangkannya di berita, jika memang hanya sebuah isu dan editan sangat tidak mungkin.

"Hakim, pada saat itu Rangga hanya di penjara beberapa bulan saja. Apakah itu adil untuk saya? Itu benar-benar tidak adil, dan di sini saya meminta keadilan itu. Suami saya tidak membunuh mendiang Rangga, beliau hanya berusaha melindungi saya."

"Tidak semudah itu Nyonya Hawa, bukti masih belum jelas. Apalagi adegan Tuan Rangga terpental di saksikan oleh banyak orang." Itulah permasalahannya.

Di sekitar ndalem memang tidak ada cctv, begitupun di dalam. Karena ndalem masih kentara dengan jaman dulu. Tidak ada tv ataupun semacamnya, cctv hanya ada di bagian-bagian tertentu saja tidak ada di ndalem ataupun sekitarnya.

Hawa menundukkan kepalanya, membuat semua orang merasa iba. Alga tersenyum penuh kemenangan, saat melihat raut wajah kekalahan dari Hawa. Untung saja pengacara yang ia sewa begitu hebat.

"Kesaksian mungkin telah selesai, Anda bisa turun Nyonya Hawa."

Wanita itu mendongak, mengepalkan tangannya erat-erat. Sebelum berkata, ia menoleh ke arah Aliza terlebih dahulu. "Masih ada satu lagi."

"Bukankah sudah cukup Nyonya Hawa?" Pengacara Rangga kembali berujar.

"Dulu, setelah keluarga Rangga membebaskannya dari penjara. Dia mengancam saya, dengan surat ini." Sebuah surat lusuh Hawa keluarkan dari kantung gamisnya, ia sengaja membawa surat ini.

Pengacara Gus Rahsya meraih kertas surat tersebut, dan membacakan isinya. "Maysara, jangan harap kamu bisa kabur dari aku sayang. Jika kali ini gagal, maka lain kali pasti akan berhasil. Jika tidak berhasil kembali, aku pastikan kamu akan mati di tanganku."

Tertera juga sebuah tandatangan, dan tanggal. Dari bentuk suratnya saja sudah sangat terlihat bahwa surat ini sudah berusia cukup lama. Apalagi tandatangan Rangga tidak bisa di tiru, karena terlalu sulit.

"Itu tidak mungkin, yang mulia tulisan bisa saja di samarkan!" Tegas Pengacara Rangga.

Hakim mengetuk palu satu kali. "Mohon tenang."

"Mohon maaf sebelumya Pak Andra, tandatangan milik saudari Rangga jika di lihat-lihat memang sulit untuk di tiru. Dari bentuk suratnya saja sudah terlihat bahwa ini memang surat lama, kertas seperti ini tidak ada di manapun sekarang saya berani menjamin." Pengacara Gus Rahsya membuat Pak Andra pengacara Rangga tidak bisa berkutik.

Bukti dari KTP sudah terlihat begitu jelas sekali. "Jadi di dalam kasus ini tidak ada perencanaan pembunuhan, yang di lakukan oleh Tuan saya hanya berusaha membela istrinya. Apakah kalian tidak berpikir seberapa besar trauma Nyonya Hawa, dan seberapa sulitnya kondisi saat itu? Apalagi Nyonya Hawa sampai mengalami luka-luka."

Sepertinya kasus ini akan di menangkan oleh pihak Gus Rahsya, karena Pengacara Rangga terlihat kalah.

"Baiklah, semuanya harap tenang. Mengenai tindak pidana pembunuhan yang tidak disengaja ini, diatur dalam Pasal 359 KUHP. Terhadap setiap orang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, menurut KUHP diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Karena kurangnya bukti, dan juga saksi. Maka dengan ini di nyatakan, Saudari Muhammad Rahsya Al-Husayn di hukum selama lima tahun di dalam penjara."

Garis Takdir Untuk Hawa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang