36. Maaf

67.7K 9.7K 659
                                    

"Inallaha Ma'ashobirin."

(Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar."

Hi bestie, apa kabar?

Ku harap, kalian gak nyesek bacanya part ini wkwk.

Tidak ada kata yang indah, selain bait-bait doa di sepertiga malam. Heningnya keadaan, gelapnya langit, suara bising dari benda maupun manusia tidak terdengar. Neraca melipat kain sarungnya dengan perlahan, berdoa sejenak membuat hatinya tenang. Siap tidak siap, besok ia harus kuat.

Nyatanya, bersahabat dengan lawan jenis hanya sampah belaka. Jika tidak berakhir bersatu, maka sebaliknya akan berakhir dengan perpisahan. Memberikan bekas luka yang sangat amat dalam, Matcha sungguh Neraca tidak siap mendengar suara akad di esok hari.

"Ya Allah...hamba harap, besok adalah hari yang indah. Jangan berikan hamba kesedihan walaupun hanya sedikit, aamiin."

🤰🤰🤰

"Makan dulu buahnya."

Hawa menutup mulutnya seperti anak kecil, pagi ini terjadi perdebatan di antara pasutri yang akan segera di berikan dua orang anak. Gus Rahsya menyodorkan sepiring buah beraneka ragam, Hawa tetap menolak. Mual sekali rasanya.

"Gus, Hawa kan Ndak mau toh. Ngapa Anjeun maksa?" Semenjak hamil 12 Minggu, bahasa wanita itu menjadi campur aduk. Sunda-Jawa, kadang bahasa alien. Untung saja Gus Rahsya, memahaminya.

Dia duduk di samping istrinya, meraih kedua tangan lalu mengecup punggung-punggungnya dengan perlahan. "Yaa Zawjatii, buah sangat bagus untuk calon anak-anak kita, kamu makan ya sayang. Setelah memakan buah-buah ini, kamu boleh meminta apapun."

Seketika kedua manik mata Hawa berbinar, "Ah yang benul Gus, Ndak becanda toh. Kuring teh gasuka PHP."

Apakah si kembar akan terlahir menjadi pelawak, lalu mengikuti stand up comedy. Entah lah, sepertinya akan begitu. Tingkah sang Ibu sangat ajaib, bukan. Lebih tepatnya sangat aneh, dan tidak manusiawi. Lusa, Hawa meminta Gus Rahsya tidur di luar. Sampai-sampai Nyai Hanum terheran-heran.

"Iya sayang, tapi hari ini permintaan kamu nya di tunda setelah Dzuhur nanti ya." Seketika itu Hawa menoleh. "Kenapa emang, kok pake di tunda segala. What do you want?"

"There will be a great guest, he is my best friend." Balasan dengan kosa kata lancar itu, membuat Hawa berdehem. Wanita itu mulai memakan buahnya dengan perlahan. "Oh gitu, yaudah." Padahal dalam hati menggerutu, tidak mengerti ucapan sang suami.

"Yaa Zawjatii, apakah saya boleh meminta sesuatu?" Untuk yang pertama kalinya Gus Rahsya meminta sesuatu, terdengar menarik.

"Minta aja, asal jangan duit. Soalnya kamu kaya, aku kaya juga sih tapi kan harus beli skincare terus ngumpulin uang biar anaknya bisa bahagia kaya Rafathar. Nanti anak kita bilang Indung bapa urang mah sultan Bandung euy, duit nage moal beak-beak."

Gus Rahsya terkekeh ringan. "Walaupun hanya bercanda, tetap saja tidak boleh sayang. Apa yang kamu ucapkan masuk ke dalam salah satu sifat riya, uang memang sudah termasuk ke kategori segala-galanya. Tapi tetap saja, uang hanya lah kertas yang bisa membeli segalanya, tetapi saat mati tidak bisa di pakai untuk apa-apa. Kalau dari bahasa gaulnya, harta gak di bawa mati."

Garis Takdir Untuk Hawa Where stories live. Discover now