10. Nura

87.4K 12K 741
                                    

"Ini," Gus Rahsya menyodorkan sebuah paper bag ke arah Hawa yang sedang asik mengerjakan tugas di laptop.

"Itu apa?" Sebelum menerima, Hawa bertanya terlebih dahulu.

"Buka saja."

Tangan Hawa mulai meraih paper bag itu, senyuman gadis itu mengembang seketika. Di dalam sana ada eskrim vanila kesukaan Hawa, dan juga sebuah kain hijab yang kemarin terbang oleh angin.

"Kok bisa hijab ini ketemu?" Seingat Hawa hijab ini sudah terbang sangat tinggi.

Pemuda itu menyentuh tengkuknya. "Saya tidak sengaja menemukannya." Gus Rahsya berbohong.

Padahal semalam saat seluruh santriwan-santriwati sudah tertidur lelap, pemuda itu menyusuri seisi pesantren hanya demi mencari kain hijab Hawa. Untung saja Hijab berwana pink itu di temukan, di atas pohon. Gus Rahsya tahu, Hawa sangat menyukai warna hijab itu.

Hadiah yang ia berikan, untuk yang pertama kalinya Hawa terima dan pakai. Saat Gus Rahsya masih di Arab, Hawa selalu membuang hadiah darinya. Merasa sedih pun tak ada gunanya, karena semua itu butuh proses.

"Makasih ya Ustad, Hawa suka banget sama hijabnya. Untung ketemu." Mata Hawa sedikit menyipit saat sedang tersenyum.

Membuat pipi Gus Rahsya memerah, pemuda itu merasa terpesona. Sekaligus salah tingkah, sebelumnya ia tidak pernah berinteraksi terlalu banyak dengan perempuan yang bukan Mahram.

"Makan lah eskrim tersebut, jangan terlalu lama di diam kan."

Hawa mulai memakan eskrim rasa vanila itu, "Kamu mau?" Ia menyodorkan sendok ke arah mulut Gus Rahsya, untung saja pohon ini menghalangi mereka dari pandangan orang-orang.

"Saya tidak terlalu suka eskrim."

"Coba dulu deh pasti enak!" Mulut Gus Rahsya mulai terbuka, menerima suapan dari Hawa. Kedua mata mereka saling terkunci satu sama lain, Hawa membuang muka terlebih dahulu.

"Ekhem Ustad, Hawa boleh telepon Bunda?"

"Tentu, pakai lah ponsel saya." Gus Rahsya mengeluarkan ponsel dari balik saku baju Kokonya.

"Kode sandinya Ustad, buka dulu."

"Masukan saja oleh kamu."

"Apa memangnya?"

"Tanggal yang paling spesial di dalam hidup kamu." Jawaban Gus Rahsya terdengar ambigu.

"Hah?" Hawa tidak mengerti.

"Ketik lah, tanggal yang menurut kamu spesial di antara tanggal-tanggal yang lainnya."

"Contohnya?"

"Tanggal pernikahan kita." Gus Rahsya kembali keceplosan.

"Hah?"

"Bunda sedang di pasar sayang." Aliza berjalan dengan ponsel di telinga kanannya, ia sedang melakukan panggilan telepon dengan Hawa.

"Bunda, sendirian lagi?"

"Ah iya, Ayah kamu sedang sibuk." Aliza berbohong.

Garis Takdir Untuk Hawa Where stories live. Discover now