[Chap Forty Eight]

52.2K 10.1K 2.3K
                                    

[Sebelum baca, tekan 🌟 dulu ygy biar gak lupa!]

[Maaf Jika Menemukan Typo!]

[Sebelum baca, tekan 🌟 dulu ygy biar gak lupa!]•[Maaf Jika Menemukan Typo!]•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-o0o-

Kaki jenjang Sathera berlari dengan tergesa-gesa menyusuri hutan lebat. Bunyi ledakan tidak membuat langkah gadis itu terhenti dan terus melanjutkan larinya.

Setelah sampai diatas bukit, kaki itu terhenti dengan nafas yang tak beraturan. Seorang pria berjanggut putih tersenyum kecil saat melihat Sathera muncul dihadapannya.

Tangan pria itu melambai, menyuruh Sathera untuk mendekat kearahnya. Masih dengan nafas terengah-engah, Sathera melangkah dengan perlahan menuju Penyihir Agung.

"Penyihir Agung. Apa sudah waktunya?" Tanya gadis itu dengan tatapan gelisah.

Penyihir Agung mengangguk sambil mengarahkan tatapannya pada bulan yang hampir tertutup sempurna. Gerhana bulan.

Seluruh dunia hampir gelap, hanya tinggal menunggu beberapa waktu untuk bulan itu tertutup sempurna. "Lalu, apa yang harus kulakukan?" Tanya Sathera lagi dengan mimik wajah berganti bingung.

Masih dengan senyumannya, Penyihir Agung menarik lengan Sathera dan mengubah posisi Sathera sedikit menjauh darinya. Sathera hanya pasrah dan menuruti perintah Penyihir Agung.

"Berdirilah disitu, kita masih harus menunggu seseorang."

Kening Sathera berkerut samar. "Seseorang? Siapa?" Tanyanya tak mengerti. Ia kira hanya dirinya dan Penyihir Agung saja yang akan melakukan ritual penyatuan, tetapi ada orang lain juga yang ikut andil.

Belum sempat Penyihir Agung menjawab 'seseorang' yang dimaksud pria tua itu, seorang pria bertubuh tegap tinggi tiba-tiba datang dari arah belakang punggung Sathera dengan menggunakan tudung hitam yang menutupi wajahnya.

Sathera memutarbalikkan tubuhnya saat mendengar suara langkah kaki, keningnya berkerut samar ketika melihat bentuk tubuh pria yang sangat familliar dimatanya. Saat pria itu membuka tudung yang menutupi kepalanya, barulah Sathera yakin dengan feelingnya.

"Aklesh? Untuk apa kau kemari?" Bingung Sathera.

Aklesh hanya menatap datar gadisnya itu kemudian beralih memandang Penyihir Agung. "Gerhana bulan sudah tiba."

Penyihir Agung mengangguk lalu memandnag kearah Sathera yang masih menatap bertanya pada Aklesh. "Sathera, simpanlah dulu pertanyaan yang ada dikepalamu. Sekarang, bersiaplah untuk penyatuan dirimu dan sang Dewi." Ujar pria tua itu dengan pandangan tegas.

Sathera mengangguk mengiyakan, lalu memfokuskan dirinya. "Aku sudah siap." Ucapnya.

"Pejamkan matamu, mungkin ini akan terasa sedikit sakit. Jadi, tolong tahanlah sebentar." Ujar Penyihir Agung yang dibalas helaan nafas gugup oleh Sathera.

NYX INCARNATE || [TERBIT]Where stories live. Discover now