HTD 3

10 2 1
                                    


Happy Reading

Ceklek

Pintu ruangan itu akhirnya dibukanya. Setahunya, ruangan olahraga yang ini jarang sekali dibuka. Biasanya kami lebih sering menggunakan ruang olahraga yang berada di lantai dua karena peralatannya lengkap dan juga masih baru.

Ternyata disini juga tak kalah lengkap meskipun beberapa ada yang sedikit rusak. Sayang sekali jika tidak digunakan, tau begitu kelas kami tak usah repot-repot berebut alat-alat ini jika tahu ada barang cadangan disini.

"Hachu!!"

Ah! Debunya banyak sekali disini. Pak Denis benar-benar sengaja membuatnya membersihkan tempat ini.

Lia pun bergegas mengambil sapu untuk membersihkan lantai yang sudah tertutup oleh debu-debu itu. Sebenarnya sebagian besar ruangan itu sudah cukup rapi. Ia hanya harus membereskan beberapa barang yang tergeletak di atas lantai kontor itu.

Sesekali memunguti kertas-kertas hingga beberapa bekas plastik pembungkus peralatan untuk ia buang di tempat sampah. Ia dengan telaten membersihkan lantai itu sampai bersih dan beralih mengambil kemoceng untuk membersihkan sudut-sudut rak dan juga jendela ruangan.

Tanpa ia sadari, ada seseorang yang tiba-tiba muncul dan mengajaknya bicara.

"Permisi, ini kayaknya ruang olahraga lama. Alat disini boleh dipinjam gak?" Mendengar suara laki-laki itu, Lia reflek berbalik dan mendapati anak kelas lain berdiri di ambang pintu.

Lia mendengung, "Aku gak tau. Tapi kalau ingin pinjam, coba tanya saja dulu sama guru olahragamu." Ucapnya sementara dirinya mulai kembali melanjutkan kegiatan bersih-bersihnya. Sedangkan laki-laki di ambang pintu tampak berjalan mendekat ke arah tumpukan bola bakset.

"Tadi udah tanya sama Pak Agus, katanya boleh ambil. Jadi aku ambil ini ya?" Ucapnya dengan membawa dua bola basket di kedua tangannya. Lia mengangguk dan tak ambil pusing.

"Sel, udah dapet?" Yang dipanggil mengangguk sebagai jawaban. Semantara Lia memperhatikan laki-laki tinggi yang datang setelahnya dengan netra yang melebar takjub.

'Wow, sejak kapan di sekolah ini ada orang setampan dia?'

Lihatlah parasnya itu? Tubuhnya tinggi, kulitnya cerah sedikit kecoklatan dan wajahnya begitu manis dan sangat tampan.

"Udah nih barusan, gak tau enak dipakai apa engga? Coba dulu aja nanti."Laki-laki tadi menjawab pertanyaan temannya dengan ragu-ragu. Sesekali memantul-mantulkan salah satu bola basket tersebut di atas lantai dingin itu. Sementara pemuda yang datang bersamanya tengah melakukan hal yang sama.

"Kalau tahu begitu aku bakal bawa bola dari rumah. Daripada ribet begini kan?Apalagi, waktu olahraga jadi berkurang banget cuma gara-gara nyari bola basket sampai rebutan sama kelas sebelah." Yang lainnya mengangguk setuju.

"Ah iya. Sebelah rumahmu kan ada lapangan basket. Biasanya disewa sama orang-orang buat latihan kan Yan?" Yang ditanya mengangguk balik dan keduanya memilih untuk keluar dari ruangan olahraga.

Yan? Dan? Lapangan bakset sebelah rumah untuk disewa? Orang kaya ya?

Hn dia akan mencari seorang laki-laki yang tampan, pintar, dan kaya raya. Orang-orang seperti mereka pasti punya standar yang tinggi. Tak mungkin mau menerima orang sepertinya.

Oh?! Seketika ingatan itu muncul di kepalanya. Astaga? Apakah ini takdir? Anak yang tadi itu sepertinya sangat cocok. Tampan, Kaya dan... Ia tak tahu dia pintar atau tidak tapi kurasa ia akan tahu nanti.

Selia sekarang adalah misimu untuk jatuh cinta dengan anak itu. Berjuang keraslah seperti akan mendapatkannya meskipun itu tak mungkin. Dan buat dia muak hingga mengutukmu dengan kata-kata kasar. Dan saat itulah.. Rasa sakit itu dimulai. Ya ampun betapa jeniusnya dirimu ini.

How to Do?Onde histórias criam vida. Descubra agora