15. | Can't Take My Eyes Off You

16.7K 2.2K 74
                                    

—

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Chezra

Bicara tentang Janitra Winaya Priska tidak akan cukup dalam satu halaman, ada begitu banyak cerita tentangnya. Aku pertama kali memperhatikannya ketika rapat besar kepanitiaan di hima. Dia bukan tipikal orang yang bahkan mau repot-repot bertegur sapa dengan beberapa senior atau mencoba mencari celah untuk kenal dekat dengan orang baru, tidak sama sekali. Padahal hal basic yang harus dilakukan ketika join dalam sebuah organisasi yang terdiri dari beberapa isi kepala adalah mampu membangun komunikasi.

She's just not my cup of tea. Itu kesan pertamaku untuknya, karena memang benar aku terbiasa berteman dan bekerja dengan orang yang mampu mengimbangiku. I mean, aku ingat betul bahwa saat itu aku berdoa untuk disatukan dalam divisi yang sama dengan orang-orang talk active.

Namun siapa sangka ketika pada akhirnya disatukan dalam divisi dengan program kerja yang sama, aku mendapati diriku mengagumi sosoknya. Dia pintar, diluar dugaan public speakingnya bagus, aku memang selalu gampang terpikat dengan sosok perempuan yang pintar. Maka yang kulakukan saat itu adalah mencoba mendekati dan mengenal dia lebih jauh. Walaupun cenderung diam, dia adalah sosok yang ramah, poin plus yang baru saja kutemukan. Dia juga bukan sosok yang arogan dan anti sosial, yang aku tangkap dia hanyalah orang yang pandai membatasi diri. And i found it really attractive. I just adore her.

"Gak bakal ilang, santai aja liatinnya." Tepukan Rendra dipundakku membuatku memutuskan tatapan lurus ke arah perempuan yang tengah bertegur sapa dengan beberapa kenalannya. Aku menoleh malas ke arah Rendra. "Apaan sih?" Yang dibalas dengan kekehan kecil.

"Selama ini banyak cewek-cewek yang naksir, entah terang-terangan godain atau kedip-kedip manja juga gak lo tanggepin ya, tapi giliran ke Jani lo cinta mati banget gini," ucap Rendra yang masih tertawa geli berniat mengejekku habis-habisan. Aku memilih tidak menanggapinya dan fokus kembali mengawasi perempuan yang datang bersamaku malam ini.

"Pala lo gak ditanggepin, ada kali beberapa yang dibawa having fun. Eja gak sesuci itu, fyi." Dipta yang saat ini juga bergabung bersamaku dan Rendra ikut menimpali. Suara tawa Rendra kembali terdengar. "Ya iya sih tapi maksud gue tuh gak ada yang diseriusin gitu, kayak hatinya tuh tetep aja ke Jani gitu loh Dip."

"Emang brengsek sih, tapi susah juga kalo Jani mah. Bertahun-tahun gak ketemu sekalinya ketemu cuma Eja yang antusias dia mah datar aja."

"Lo berdua mending diem." Tawa Rendra dan Dipta bersahutan sebagai respon atas ucapanku.

"Tapi lo udah riset belum? Yang kayak Jani nih kayaknya tipe yang udah tunangan gitu gak sih? Lo main ajak-ajak anaknya pergi bareng taunya dia udah punya pacar." Ucapan Rendra barusan membuatku terpaku. Shit, Benar juga.

"Seharusnya sih belum ya, gue belum nanya langsung sih tapi kata Rian dia masih jomblo," ucapku pelan terdengar tidak yakin.

"Tanya aja sih Ja. Lo masih tetep bakal diem-diem aja? Sampai kapanpun gak bakal di notice, even lo seterkenal, seganteng, setajir apa juga, lo gak bakal sama dimata Jani kayak lo dimata cewek-cewek lain." Aku diam mencerna kata-kata Dipta barusan.

The Unspoken Emotions (TERBIT)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt