Bab 37 : Sebuah Surat

59 18 10
                                    

Juwita masih melanjutkan membaca diari itu meski airmatanya sudah banyak menetes hingga membasahi piyama yang dia kenakan. Gadis itu membalikkkan halaman untuk melanjutkan membaca.

Khai terenyuh mendengar kata-kataku. Dia menutup mulutnya, lalu kembali menangis. Drama ini disaksikan keluarga besar Kristal. Mereka juga hanyut dalam kesedihan.

"Juwita jangan nangis lagi, ya. Ibu akan sayangi kamu, sebentar lagi kamu akan punya adik," ucapku pelan. Sebenarnya aku berkata demikian sekadar memberitahu Kay kalau aku kini hamil anaknya. Aku ternyata positif hamil setelah tadi pagi melakukan testpack. Ternyata di dalam drama orang ketiga ini, aku demam, aku tidak mau makan tak lain karena aku hamil.

"Astaga itu pasti Letta, ternyata benar yang dikatakan suci. Aku udah merebut kebahagiannya Letta. Astaghfirullahalazim," ratap Juwita.

Mendengar berita ini, Khai mencoba senyum dalam tangisnya. Apa yang kami tunggu selama ini akhirnya tercapai. Keinginanku memiliki bayi lucu buah cinta dengan dengan Khai akhirnya terwujud. Karena berita bahagia ini aku mencoba berbesar hati menemui Kristal di rumah sakit. Namun, aku terlambat dia sudah pergi dengan tenang.

Beberapa saat setelah Juwita diam dan tenang di tanganku. Rifa datang membawa bungkusan plastik hitam. "Aku menemukan bungkusan ini di kamar yang biasa ditempati Kristal," ucapnya.

Aku menyerahkan Juwita pada Khai dan mengambil bungkusan plastik hitam itu. Sepertinya Kristal sengaja menulis di saat-saat terakhir hidupnya. Kucoba membuka bungkusan itu. Sebuah amplop yang tertulis "Untuk Yeni" dan dalam plastik itu juga sebuah kotak lucu berbentuk hati berwarna merah muda yang disegel dengan selotip dan dilabeli tulisan "Untuk Juwita." Aku menyeka air mataku, aku kembali terhanyut dalam duka kepergian Kristal.

Juwita menyeka air matanya setelah mendapatkan kenyataan seperti ini. Dia menggigit bibirnya dan sadar. Benar, dia lah yang merusak kebahagiaan Alleta selama ini. Seharusnya dia tidak pernah ada.

Juwita kembali mengulang membaca diari bagian paling terakhir dan mendapati fakta ada surat untuk Yeni dan untuk dirinya. Surat untuk dirinya dimasukkan ke dalam sebuah kotak berhentuk hati berwarna merah muda dan disegel dengan selotip. Tampaknya memang kotak itu ditulis khusus untuk dirinya.

Setelah membaca bagian akhir, Juwita masih membalik diari itu hingga dia menemukan sebuah kertas berwarna kekuniangan karena dimakan usia. Kertas itu terlipat dengan baik, tinta yang dipakai adalah tinta pulpen. Ada beberapa tulisan yang menembus kertas. Juwita membukanya baik-baik.

Untuk Yeni, Bidadari yang Terluka.

"Bunda," Juwita berkata pelan. Hatinya makin bergetar setelah melihat tulisan yang ditulis langsung oleh Kristal. Gadis itu memeluk surat itu dan kembali meneteskan air mata.

"Bunda!" ucapnya sekali lagi.

Juwita membaca surat itu. Surat itu berisi permohonan maaf dari Kristal. Kristal adalah mantan kekasih ayahnya yang menghilang sejak tamat kuliah. Kristal menghilang karena tidak ingin membuat Khai kecewa, Kristal merasa sakit yang menggerogoti tubuhnya membuatnya tak lama bertahan hidup.

Aku minta maaf, Yen. Aku tiba-tiba muncul dan tidak sengaja menghadiri pernikahan kalian. Aku datang hanya untuk menemani Kak Rifa sahabatku sejak kecil. Suami Kak Rifa adalah teman Kakakmu --Bang Aziz.

Namun, tak berapa lama aku tahu mempelai pria adalah Khai. Khai yang tahu kondisiku mengejarku, dia menangis karena ingat kondisi sakitku yang mungkin tidak akan sembuh, aku sudah lama mengidap leukimia. Ketika tubuhku agak segar aku kembali ke Jakarta, namun aku tahu Khai sudah jadi milikmu.

Khai menangis karena kasihan padaku. Aku sama sekali tidak ingin dikasihani Khai. Aku meyakinkan dirinya kalau aku tidak apa-apa. Akhirnya Khai mengerti dan aku pergi. Besoknya aku kembali ke Banda Aceh. Namun Khai menjemputku di bandara Kualannamu saat aku menunggu transit ke Banda Aceh.

Fake Girl (Selesai)Where stories live. Discover now