Bab 24 : Perasaan Ini

64 18 58
                                    

Setelah bermain basket, Gama mengajak Alleta ke Kafe Mang Darel untuk sarapan. Kafe Mang Darel terkenal di kalangan pelajar ibukota. Selain harganya murah, Kafe Mang Darel sangat estetik untuk berfoto-foto mesra. Mang Darel tahu selera remaja, hingga dia merenovasi kafenya dengan penuh keceriaan ala remaja.

Alleta memilih duduk di depan Gama, mereka duduk berhadapan. Gama mengerutkan kening saat melihat Alleta yang gelisah. Sesekali gadis itu melihat ke arah pintu sekadar memastikan kedatangan Juwita.

"Kamu enggak biasa jalan sama cowok, ya?" tanya Gama lembut.

"Bukan enggak biasa, tapi enggak pernah Kak," jawab Alleta menggaruk ubun-ubunnya.

"Jangan takut, ya. Aku sukanya makan seblak bukan makan orang," canda Gama.

Alleta menoleh ke arah Gama dan tersenyum saat mendengar candaan garing Gama. Mata Gadis itu membulat saat melihat senyum Gama dan tatapan mata Gama yang langsung tertuju di matanya. Setelah membalas tatapan Gama sekilas gadis itu langsung menunduk dan mengulum senyum.

"Kalau kuperhatikan, kayaknya kamu cemas dan takut-takut gitu?" tanya Gama.

Alleta tersenyum sekilas menatap Gama sebelum menunduk kembali. Rasa ketakutan dilabrak Juwita mendadak luntur saat melihat senyum Gama yang terpancar dari bibir tebalnya.

"Kamu takut dimarahi Juwita, ya?" tanya Gama ragu-ragu.

"Em, enggak kok," jawab Alleta berbohong.

"Kamu takut Juwita cemburu?"

"Em, iya hehe. Kalian kan lagi deket. Aku ngerasa enggak enak aja," ungkap Juwita.

"Oh, aku deket sama Juwita sekiranya sama aja kok kayak aku sama kamu," celoteh Gama.

Alleta tak menanggapi omongan Gama. Gadis itu memang banyak diam karena merasa tidak enak berduaan dengan Gama. Sementara Juwita entah di mana dan entah sedang apa.

"Letta."

"Iya, Kak?" ucap Alleta mendongak.

"Aku surprise banget loh, pas lihat kamu ada di rumah Juwita. Em ...." Ucapan Gama mendadak terhenti. Cowok otu ragu ingin melanjutkan ucapannya.

"Kenapa, Kak?" tanya Alleta.

"Mm, aku pernah lihat kamu di rumah Juwita. Lain kali, boleh nggak kalau aku ke sana khusus nyariin kamu?" tanya Gama lembut.

"Em, jangan Kak. Kamu dateng aja kapan pun. Tapi, kamu nyari Kak Juwita aja. Jangan aku, ya," jawab Alleta gelagapan.

"Yah, kenapa sih? Masa aku enggak boleh ngapelin kamu!" gerutu Gama.

"Ngapelin?" ulang Alleta dengan nada terkejut.

"Iya, emang kenapa? Kalau enggak boleh enggak apa-apa," ucap Gama lemas. Setelahnya, giliran cowok itu tertunduk.

Alleta merasa bersalah telah membuat cowok paling tampan di sekolah itu menunduk. Gadis itu pun menjulurkan tangannya menyentuh tangan Gama yang berada di atas meja. "Kak! Maaf."

Merasakan tangannya disentuh tangan Alleta, Gama mendongak dan tersenyum. "Aku ngambek loh," canda Gama.

Alleta tertawa pelan mendengar candaan Gama.

"Nah, gitu dong, senyum," komentar Gama. "Kamu kayaknya pendiem, ya. Tapi, aku salut sama kamu, kamu pinter banget."

"Kakak juga pinter. Pekerja keras dan seorang pembelajar," komentar Alleta.

"Waw," ucap Gama semeringah setelah mendapat pujian dari Alleta. Matanya berbinar-binar dan kulit wajahnya yang sangat putih itu tidak bisa menyembunyikan rona kemerahan pipinya.

Fake Girl (Selesai)Where stories live. Discover now