Bab 26 : Anak Teman Mama

59 18 48
                                    

Di perjalanan, terjadi perdebatan antara ibu dan anak. Mereka adalah Gama dan Irene. Gama terpaksa ikut ke rumah Tante Yeni karena desakan dan paksaan Irene. Gama duduk di depan tepatnya di samping sopir, sementara Irene dan Sapto suaminya duduk di kursi belakang sedan mewah mereka.

Berulang kali Gama menggeleng, mengelus dada, memutar bola mata ke atas, dan menarik kedua sudut bibir tebalnya. "Kalau enggak maksa, bukan Mama namanya," protes Gama tiba-tiba.

"Gama, kamu itu harus nurut ucapan Mama. Emangnya kamu mau jadi malin kundang? Kalau Mama sih masih baek, masih sabar menghadapi kamu yang susah dikasih tau!" celoteh Irene.

"Iya, tapi ini kasusnya beda sama Malin Kundang, Ma. Ini udah kayak Siti Nurbaya, tahu! Mama sih pakai iseng ngejodohin. Pokoknya Gama enggak mau. Gama cuma mau kenalan, setelah itu habis, selesai. Gama mau kembali ke cewek yang Gama suka," timpal Gama.

Sapto hanya melihat istri dan anaknya yang debat. Lelaki yang berprofesi sebagai pengusaha itu memang kepala keluarga, tetapi untuk kendali di rumah, Irene lebih mendominasi. Irene sangat cerewet dan suka mengatur-atur. Termasuk mengatur hidup anak semata wayang mereka.

Selama Gama dan mamanya debat, Sapto hanya membuka email bisnisnya melalui ponsel canggihnya. Pria itu menyerahkan semua urusan keluarga pada Irene.

"Pa, Papa bantu Gama kek?" protes Gama.

"Emang kamu ngapain?" tanya Sapto tak mengerti karena tak menyimak perdebatan istri dan anaknya.

"Pa, kalau bukan Papa yang bantuin Gama. Siapa lagi? Ini Mama, nih. Maksa Gama nikah cepat. Gama kan masih bau kencur, Pa. Gama mau kuliah, Gama mau nerusin bisnis Papa," ungkap Gama.

"Gama, mendingan nurut Mama, deh. Kayaknya kali ini Mama bener," ucap Sapto melirik Irene. Pria ini benar-benar tunduk dengan istrinya yang sangat cantik meski sudah berusia empat puluh tahunan itu.

"Pa, Papa please. Gama udah punya gebetan, Pa. Gama enggak enak kalau tiba-tiba ngilang. Nanti Gama dikira cowok enggak bertanggung jawab, lagi," protes Gama.

"Gama, kan udah Mama bilang. Ini cuma kenalan aja. Belum tentu dia jodoh kamu. Jodoh itu Allah yang atur. Udah, sekarang nurut Mama dulu. Pasti kamu suka," ucap Irene tajam.

Gama mendesah. Cowok itu merasa kalah dengan mamanya yang didukung papanya. Papanya tentu saja kalah kuat dibanding mamanya yang sangat posesif dan cemburuan pada papanya itu. 

Perdebatan itu, akhirnya membawa mereka sampai di sebuah kompleks perumahan elit yang pernah Gama datangi. Gama mengerutkan kening, cowok itu pernah ke sini sendirian. Bahkan jalan dan blok yang dilewati sedan mereka hampir sama dengan jalan dan blok yang mengarah ke rumah Juwita.

"Ini rumahnya, Kang," ucap Irene menunjuk salah satu rumah bergaya minimalis modern. 

"Oh, baik Bu," jawab Kang Heru sopir Papa Gama.

"Rumah putih ini?" tanya Gama.

"Iya Sayang, kenapa?" tanya Irene kembali.

Gama menatap orang tuanya bergantian. "Ini rumah gebetan Gama, namanya Juwita. Ceweknya cantik banget!" 

"Itu yang kamu maksud si Cuwi. Tujuan kita bukan Cuwi," ucap Irene tajam.

"Jadi, Si Cuwi yang resek itu Juwita? Lalu adeknya yang cengeng itu siapa?" tanya Gama heran.

"Udah, yuk turun," ajak Irene.

"Siapa lagi, Ma? Cerita sinetron apa lagi? Emang Juwita punya adek?" tanya Gama yang tak dijawab Irene.

Sampai di halaman rumah Yeni, mereka disambut Yeni dan Khai. Mereka mempersilakan keluarga Gama masuk. Gama sudah pernah ke rumah ini. Namun, dia tidak pernah bertemu dengan Yeni atau Khai.

Fake Girl (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang