Bab 14 : Hadiah dari Gama

95 19 93
                                    

Alleta tidak menyangka kalau Gama memberinya sebuah hadiah. Semenjak pulang sekolah, sedikit pun gadis itu tak berani membuka tas sekolahnya. Dadanya berdebar, tubuhnya gemetaran, pipinya bersemu merah, dan senyum selalu tersungging dari bibir mungilnya. Kadang-kadang dia merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya dengan menutup wajahnya sembari berteriak pelan karena tak percaya.

Hadiah dari Gama tentu saja menjadi sesuatu yang sangat berharga. Demi apa? Cowok yang diam-diam dia suka memberinya sebuah hadiah. Dia berencana akan menyimpan hadiah itu sambil membayangkan wajah tampan Gama, alis tebal Gama, bibir tebal Gama, dan suara berat Gama. Tetap, baginya Gama adalah sebuah keindahan yang nyata. Apalagi cowok itu seolah memberinya celah untuk kenal lebih dekat.

Di kamar, setelah Alleta bersorak-sorak dalam hati karena sikap Gama padanya mendadak dia teringat Juwita. Gama jelas-jelas membuatnya lupa kalau Juwita membuat aturan kalau dirinya tidak boleh berurusan dengan Gama. Tetapi, siang tadi banyak momen yang gadis itu lalui dengan Gama. Mulai dari kepentok dagu Gama, tidak sengaja memegang tangan Gama, ngobrol dengan Gama, dan parahnya dia mendapatkan hadiah spesial dari Gama.

Alleta mengembuskan napas pelan. Bagaimana mungkin jika dia merebut Gama dari Juwita. Bukankah belakangan ini Juwita sering bertemu, ngobrol, dan pulang bersama Gama? Alleta sama sekali tidak tahu bagaimana perasaan Juwita terhadap Gama. Alleta kembali dibuat pusing karena berkemungkinan nantinya Juwita juga menyukai Gama karena kakaknya itu sedang berusaha menjauh dari Airlangga. Tetapi Alleta masih percaya jika Juwita masih menyukai Airlangga.

Alleta duduk di meja belajar yang dia susun bernuansa merah muda. Pada akhirnya gadis itu melepas penasarannya dengan membuka tas dan melihat hadiah yang diberikan Gama padanya. Begitu membuka tas, Alleta langsung mendapatkan sebuah kotak kecil berwarna toska muda. Kotak itu terbuat dari kertas keras dan dilampisi laminating glossy. Ukurannya kira-kira muat untuk sebuah cincin, tetapi ketika Alleta membuka segelnya gadis itu tidak melihat cincin yang dia lihat justru sebuah kalung perak berliontin mutiara.

"Cantik banget," lirih Alleta.

Gadis itu pun mengambil kalung itu dan mengangkatnya tinggi agar bisa menikmati keindahannya di bawah cahaya lampu kamarnya. Pipi Alleta kembali bersemu merah, dia tak menyangka mendapatkan hadiah ini dalam kurun waktu yang sangat cepat. Sayang, dalam hadiah itu Gama tidak menulisi pesan, tidak ada kata pengantar, tidak ada kata mutiara, quotes, apalagi surat cinta. Alleta sadar, dia tak boleh banyak berharap pada Gama yang kini terlihat jelas sedang pendekatan dengan kakaknya.

Mendadak pintu kamarnya dibuka. Alleta terkejut dan cepat-cepat mengantongi kalung itu ke dalam saku piyama biru muda miliknya. Juwita masuk kamar Alleta tanpa permisi, Gadis itu memang suka semaunya sendiri.

"Hm, ada yang lagi jatuh cinta!" ucap Juwita seraya melihat sekeliling kamar Alleta.

Juwita melangkah masuk ke kamar Alleta dengan kondisi rambut acak-acakan. Jika di rumah, Juwita memang tidak mempedulikan penampilannya. Menurut Mbok Ijah, Juwita itu jorok dan tidak bisa rapi. Selalu meletakkan barang tidak pada tempatnya, suka menumpuk cucian, dan suka melempar sepatunya secara asal.

"Bersih juga kamar lo! Sekalian bersihin kamar gue, dong!" ucapnya sambil memajukan bibirnya.

"Ada perlu apa, Kak?" tanya Alleta gugup. Gadis itu tidak ingin ribut-ribut dengan kakaknya. Apalagi tadi Gama telah memberinya hadiah. Harapan Alleta, Juwita tidak tahu hal ini.

"Emangnya enggak boleh gue masuk?" tanyanya sinis.

"Oh, boleh, Kak," jawab Alleta sambil meremas pelan kalung pemberian Gama di sakunya.

"Kita tukeran kamar, yuk!" ucapnya tiba-tiba seraya membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur Alleta.

"Kak, tapi kita udah tiga kali tukeran. Kakak mau tukeran lagi? Kamar Kakak lebih luas, Kak," protes Alleta.

Fake Girl (Selesai)Where stories live. Discover now