Bab 20: Olahraga Pagi

79 18 71
                                    

Lomba sains itu akhirnya dimenangkan SMA Cendekia. SMA Cendekia memenangkan dua kategori mata pelajaran sekaligus --matematika dan Fisika. Sementara kategori Biologi dan Kimia, SMA Cendekia hanya memperoleh juara runner up. Meski tidak memenangkan semua, sekolah tetap berbangga hati termasuk pesertanya.

Juwita benar-benar bangga dan puas. Meski menurutnya kedudukannya digeser Gama dari matematika ke fisika, tetap saja gadis itu menjuarai fisika. Sebab dia memang memiliki bakat numerik.³ Prestasi yang sebagus itu membuat pamornya makin naik. Guru-guru juga makin sayang dan membicarakan dirinya dalam hal yang baik-baik.

Malamnya sambil duduk di kursi belajarnya, gadis itu mengusap-usap medali berwarna kuning emas yang dia dapatkan. Kembali dia ingat coklat putih pemberian Airlangga. Dia menganggap coklat penyemangat itu yang membuat dirinya menang, karena seharusnya posisi matematika yang dia ikuti.

"Ah, Airlangga selalu muncul tiba-tiba," desisnya. Juwita menyipitkan matanya seraya tersenyum. Sejak dulu Airlangga seolah tahu apa yang dia inginkan dan dia butuhkan.

Juwita meletakkan medali ke atas meja, lalu dia mengambil tas sekolahnya yang tergantung di gantungan tas miliknya. Gadis itu mengeluarkan coklat putih yang tinggal seperempat. Sengaja tidak habiskan, sebab malam ini dia ingin memakan coklat sambil membayangkan wajah tampan si pemberi coklat. Mendadak, dia sengaja mengingat kembali saat Airlangga pernah menolak cintanya.

Berbulan-bulan gadis itu mengagumi Airlangga. Airlangga selalu bisa diandalkan dalam hal apapun. Bahkan sering sekadar datang ke rumah untuk ngobrol-ngobrol. Mereka dekat, hingga banyak siswi di sekolah yang iri. Meski banyak yang iri, banyak juga yang mendukung mereka. Semua itu terjadi jauh sebelum Gama melakukan pendekatan.

"Kak," panggil Juwita saat mereka berada di halte.

Airlangga menoleh pada Juwita, lalu cowok itu tersenyum. "Iya," jawab Airlangga.

"Kita udah hampir sejam terkurung hujan di sini, tapi kita enggak banyak bicara," ucap Juwita basa-basi.

"Iya, ya. Maaf, aku grogi," jawabnya sambil menggosokkan tangannya.

"Kita jalan-jalan tadi emangnya enggak ada yang marah, ya?" tanya Juwita ragu.

Airlangga menoleh kembali dan mengerutkan keningnya. "Marah? Enggak, ah. Siapa juga yang marah. Aku kan bebas," jawabnya.

"Maksud aku cemburu," ralat Juwita.

Airlangga tertawa pelan. "Enggak, lah. Di kamu kali, pasti banyak cowok-cowok yang cemburu. Ya, kan?" tanya Airlangga.

"Aku enggak peduli sih, kalau cowok-cowok itu cemburu. Yang jelas pilihanku jatuh ke kamu, Kak," ucap Juwita keceplosan.

"Hah?" Airlangga heran.

Aduh, mati gue keceplosan. Kepalang tanggung mending gue ngaku aja, deh.

"Hm." Juwita menggigit bibirnya. Gadis itu langsung berpaling ke arah lain. Antara malu dan tidak ingin menyimpan perasaan suka untuk waktu yang dia rasa terlalu lama.

Airlangga mengambil tangan kiri Juwita. Juwita refleks menoleh dan menatap mata indah Airlangga. Gadis itu berada dalam debaran asmara yang iramanya mengalun indah.

Ganteng banget! Eksotis.

"Kamu suka sama aku?" tanya Airlangga tanpa melepas pandangan.

Iya dong! Pake nanya segala.

"Hm," jawab Juwita ragu.

"Aku juga suka kamu. Tapi ...."

"Tapi apa?" Juwita terkejut dan menarik tangannya dari genggaman tangan Airlangga.

"Aku telanjur bilang ke semua cewek yang dekat samaku, kalau aku enggak mau pacaran dulu. Aku harus pegang komitmen itu. Sampai waktu yang belum bisa dipastikan," ucapnya.

Fake Girl (Selesai)Where stories live. Discover now