Tujuhpuluh satu

4.8K 336 8
                                    



Nadine harap harap cemas, melihat anaknya. Sudah hampir sepuluh menit an anaknya tak kunjung berhenti menangis, mama elisya sudah bergantian dengan mama Dewi untuk menengkan cucunya itu. Bahkan susu yang Mba Dea buatkan saja tak kunjung Arshaka minum.

Rasanya Nadine sangat ingin meraih Arshaka ke dekapannya, sungguh melihat anaknya menangis seperti itu hatinya terasa sangat sakit sekali, ia ibunya tapi ia membiarkan bayi kecilnya menangis begitu saja.

Rifky yang tak tega melihat anaknya yang tak kunjung berhenti menangis, bangkit dari duduknya dan meraih Arshaka ke gendongannya, masabodo dengan caca yang akan menangis melihatnya menggendong adiknya.

Tangis Arshaka mereda di gendongan ayahnya, caca yang melihat ayahnya menggendong adiknya memutar bola matanya tak suka, dan seperti biasa anak itu seperti akan menangis terlihat matanya sudah berkaca kaca.

"Kakak kan sama bunda, gak apa apa ya adik bayi sama ayah " ucap Nadine pada caca, saat melihat anak gadisnya itu seperti akan menangis.

Caca Menganggukan kepalanya pelan, kembali menenggelamkan kepalanya di dada sang bunda. Nadine bisa melihat kalau caca sebenar nya tak tega melihat adiknya menangis, hanya saja ia lagi dalam mode cemburu akut pada adiknya.

"Adik bayi masih kecil kak, dia masih sangat butuh ayah dan bunda. Jadi kakak harus shering sama adiknya, ayah bunda dan semuanya gak lupa kok sama kakak, Hanya saja adik bayi masih kecil dia masih belum bisa ngapai ngapain jadi semuanya sibuk sama adik bayi. Kalau Kakak ada yang gak suka atau ada hal yang kakak mau, bilang ya. Jangan nangis soal nya ayah dan bunda gak paham kak" ucap Nadine mengelus punggung caca, siapa tau kali ini anaknya ini akan mengerti.

Caca tak menjawab dia diam, masih nyaman menenggelamkan wajahnya di dada sang bunda.

Tangis Arshaka kembali terdengar, sepertinya bayi itu memang kehausan, susu formula yang dibuatkan oleh Mba Dea tak mau dia minum.

"Cup ... cup ... kenapa sayang ? Adik haus ya. Jangan nangis kita minum susu ya" ucap Rifky menimang anaknya menengkan.

"Adik bayi pinjam bunda nya sebentar boleh kan kak ? Adiknya kehausan ini " tanya Rifky pada caca.

Caca menoleh tapi dia diam belum menjawab,

"Kakak sama ayah dulu, adik bayi sama bunda. Kita gantian ya "  ucap Rifky lagi.

Dan caca menggelengkan kepalanya,

Nadine yang tak tega melihat anaknya  menangis karna kehausan, dengan cepat ia menggeser tubuh caca yang berada di pangkuannya dan bangkit meraih Arshaka ke gendongannya. Nadine menyerah dengan anak gadisnya itu, bodoamat dengan Caca yang akan menangis, caca benar benar tak bisa di ajak bicara baik baik.

Nadine bergegas naik ke atas untuk menyusui Arshaka tanpa memepedulikan caca yang kini sudah mengangis sangat kencang melihat sang bunda pergi menggendong adik nya.

Masuk ke kamar Nadin langsung duduk di sisi ranjang mengusui anaknya yang terlihat sangat kehausan itu. Tangis Arshaka reda tak kala bibirnya bertemu dengan puting sumber nutrisinya. Sesapannya terasa sangat kencang sekali sepertinya benar ia sangat kehausan.

"Maafin bunda ya sayang" ucap Nadine mengelus kepala anaknya, dengan air mata yang telah luluh di pipinya.

Sungguh ia merasa sangat bersalah, ia ada disitu tapi tak bisa berbuat apa apa untuk anaknya sendiri. Ia sudah berusaha seadil mungkin tapi kenapa rasanya susah sekali dan harus mengorbankan anaknya yang masih belum paham apapun.

Tangis caca masih berlanjut, tak kunjung berhenti saat melihat bundanya pergi bersama adiknya. Kini ia sudah berada di gendongan ayahnya dengan sabar Rifky menengkan caca dan membujuknya tapi tak ada yang mempan.

TAKDIR (Menemukan Kita Lagi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang