13. Medicine

Mulai dari awal
                                    

Di sela-sela gelak tawa Akasa, mereka seakan lupa masih ada orang lain yang sibuk menguping sejak tadi. Yume dan Yara agaknya bingung antara menyesal atau tidak minta ikut nebeng bersama Akasa. Pertama, mereka jadi tahu bahwa kedekatan Akasa dan Sadhara lebih dari perkiraan mereka. Kedua, mereka malah menjadi nyamuk di sini.

Notifikasi di layar ponsel mengalihkan pandangan Yara, ia langsung membalik posisi ponsel yang semula terbuka menjadi tertutup. Tak berselang lama, ponsel itu kembali memunculkan notifikasi. Bedanya, kali ini menimbulkan suara berdering.

"Eh?!"

Yara mematikan sambungan telepon itu, ia menggigit bibir bawahnya panik. Pasalnya, dering itu mengudara memenuhi mobil.

"Handphone siapa itu?" tanya Sadhara.

"Gue, maaf-maaf," ujar Yara meminta maaf.

Yume melongokkan kepalanya, melihat layar ponsel milik saudarinya. "Siapa sih?"

"Rai..." jawab Yara berbisik-bisik.

Perempuan berkuncir dua itu menutup mulutnya terkejut. "Serius?!" kata Yume dengan gerakan mulut tanpa suara.

Yara mengangguk mantap, sebelum akhirnya kembali melotot saat melihat layarnya menampilkan fitur video call. Di sana, sosok lelaki dengan rambut menutupi dahi tengah mengerutkan keningnya panik.

"Yara, lo dimana anjir! Cepet dateng, RANGUL lagi nggak beres!"

"Hah? Maksud lo?"

"Bang Ersen..."

Akasa melirik kaca spion saat Samurai menyebut nama Ersen. Ia fokus mendengarkan sekaligus mengemudi. Takut terjadi sesuatu pada sahabatnya.

"Iya kenapa? Bilang dong! Kebanyakan ngang-ngong lo mah," celutuk Yume tak sabar.

"Itu semua masa lalu, Bang!"

Akasa mengenali suara itu, itu suara milik Atlas. Tetapi mengapa ia berbicara seperti itu pada Ersen? Masa lalu apa yang Atlas maksud? Ia menoleh pada gadis yang duduk manis di sampingnya, masih menangkup sebotol air mineral.

"Ara." Sadhara menoleh.

"Siap-siap, ya. Percaya sama aku," ucap Akasa sebelum kecepatan mobil itu bertambah.

𓋜

Mashika diam, menatap sosok lelaki yang beberapa tahun lebih tua darinya. Mana tahu pula bahwa lelaki itu satu sekolah dengannya. Ia tak pernah melihat batang hidung atau bahkan mendengar orang menyebutkan namanya.

Di sampingnya, Atlas menggertakan giginya. Lalu di hadapannya, wajah Ersen memerah, berusaha menahan amarahnya. Mashika menjadi bingung sendiri, mengapa mereka bertengkar? Apa yang mereka ributkan?

"Gue peringatin sama lo, nggak usah ikut campur sama urusan gue," kata Ersen tajam.

"Mashika lagi sama gue, dan lo main ngajak dia gitu aja? Lo ninggalin gue, Bang," balas Atlas tak terima.

"Gue perlu bicara sama Mashika. Dan pembicaraan itu nggak harus lo tau, Las."

Samurai, Erlangga, Faith, dan juga Janus bingung harus bereaksi seperti apa. Jika mereka membela Atlas, maka Ersen pasti akan merasa tersinggung. Begitu pun sebaliknya.

"Udah ah, mending nongki, gue traktir deh," sahut Janus mencairkan suasana.

Erlangga dan Samurai saling bertatapan, kemudian tertawa canggung. "Ahahahaha yey ditraktir," seru mereka yang justru terlihat freak.

ETERNAL PART OF THE SKY ; Kim Sunoo [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang