22. Aku dan Takdir Hidupku yang Baru

58 51 2
                                    

"Siapa sebenarnya kalian?"

Pria-pria berjas hitam menundukkan kepalanya seolah meminta maaf tanpa sepatah kata pun keluar dari mulut mereka. Mereka tidak berani berbuat apapun setelah mereka sedikit melakukan kekerasan karena lelaki di hadapan mereka meronta dan menolak untuk ikut bersama mereka.

"Apa kalian tidak bisa bicara?" Yeol berdiri dari tempat duduknya dan memukul kepala salah satu pria yang ada di sana. "Kenapa kalian membawa aku kemari?" Yeol menjadi geram setelah melihat pria yang ia pukul kepalanya diam saja dan tidak membalas, "Katakan padaku! Siapa kalian?" Yeol berteriak kencang sekali sehingga suaranya menggelegar di seluruh ruangan.

"Ehm...kenapa ribut sekali?" seorang pria yang sudah tampak tua tiba-tiba masuk ke dalam ruangan. Pria berwajah menyeramkan dengan suara yang berat dan penuh wibawa.

"Sajangnim!" semua pria yang ada di sana membungkukkan badannya kecuali Yeol. Pria itu mengangkat tangan kanannya mengisyaratkan para bawahannya untuk pergi meninggalkan ruangan. Para bawahannya pun dengan cepat keluar dari dalam ruangan. Pria itu melihat Yeol dengan tatapan yang dalam. Tangannya mencengkram tangan kiri Yeol dan menyingsingkan lengan jaket Yeol.

"A..apa yang kau lakukan?" tanya Yeol kebingungan.

Pria itu kemudian tersenyum melihat bekas tanda lahir berupa tahi lalat yang ada di siku tangan kiri Yeol. Senyuman lebar yang melengkung bahagia. "Tanda ini... Kim Seung Yeol! Hanya ia yang memiliki tanda ini," kedua tangan pria itu tiba-tiba mencengkram bahu Yeol, "Akhirnya kau benar-benar kembali," suaranya yang berat terdengar sangat bahagia. Ia memeluk Yeol kemudian menepuk-nepuk pundaknya.

Yeol dengan sigap langsung melepas pelukan pria itu. Mendorong tubuh pria itu menjauh darinya. "Namaku Hwang Yeol, bukan Seung Yeol. Sepertinya Anda salah orang," mata Yeol membulat dan wajahnya tampak kebingungan. Ia menggelengkan kepalanya seolah menolak pernyataan pria yang ada di depannya.

"Ternyata kau masih hidup. Kukira kau sudah meninggal dan tidak akan kembali lagi," pria itu menepuk-nepuk pundak Yeol lagi dengan perasaan bahagia yang meluap-luap.

"Aku...aku tidak ingat. Maaf, aku tidak mengenalmu," Yeol memiringkan kepalanya. Ia mengerutkan kedua alisnya, mencoba mengingat-ingat wajah yang familiar dalam ingatannya. Wajah yang tidak asing yang ada di hadapannya. Pria ini bukankah ia teman ibu Sun? Waktu itu ia datang di pemakaman bersama....tidak mungkin...ia ayah lelaki itu...ayah Joon...

Semakin lama ia berada di sana, kepalanya semakin terasa berat, "Sepertinya kau salah orang. Aku akan pulang sekarang," Yeol membungkukkan badannya dan membalikkan badan.

"Aku ayahmu. Aku ini ayahmu. Apa kau tidak ingat?" ucap pria itu berusaha meyakinkan Yeol yang tidak percaya dengan apa yang terjadi saat ini dengannya.

"Aku...aku kehilangan ingatanku sejak kecil," ratap Yeol. Ia tidak bisa mengingat apapun. Ia tidak bisa mengingat siapa keluarganya. Ia hanya ingat anak lelaki kecil yang memanggilnya hyeong dalam mimpi.

"Tunggu sebentar!" pria itu berjalan ke arah meja kerjanya, mengambil sesuatu dari dalam laci dan menunjukkannya ke Yeol. "Ini foto keluarga kita," pria itu menunjukkan foto yang menampilkan empat orang di dalamnya. "Ini aku dan ibumu. Ibumu sudah meninggal lima belas tahun yang lalu," pria itu menunjuk dua orang dewasa yang ada dalam foto itu.

"Ini kau," pria itu menunjuk anak lelaki yang lebih tinggi. "Dan ini adikmu, namanya Seung Joon," pria itu menunjuk anak lelaki yang tampak tersenyum manja sambil menggelayuti lengan kakaknya.

Ternyata benar. Dia adikku? Omong kosong apa ini? Kepala Yeol terasa sakit lagi. Ia memang ingin mengetahui masa lalunya. Tetapi ia tidak ingin kejadiannya seperti ini. Semuanya terjadi sangat cepat dan tiba-tiba. Ia tidak siap menerima kenyataan. Ia tidak siap menerima kenyataan kalau harus berbagi darah dengan lelaki yang mulai dibencinya itu.

A Thousand Tears in DaeguWhere stories live. Discover now