chapter 10

6K 1.1K 99
                                    

Double update~

sogokan karena besok-besok ada kesibukan.

Happy reading~

.

.

.

Tujuanku adalah ke ruang ekskul musik demi menemui Pandawa dan menyerahkan suratku. Atau tidak. Sekarang setelah kupikirkan, itu adalah keputusan yang amat bodoh. Mungkin menyaksikan sebuah penolakan telah mengetukkan beberapa akal sehat ke dalam tempurung kepalaku. Aku menyimpan surat itu di saku dan meneruskan langkah.

Dan ... menemukan Pandawa. Justru ketika aku tidak menduga.

Aku melihat cowok itu tengah lapangan, sedang bermain basket bersama teman-temannya yang lain. Setelah satu bulan di sekolah ini, aku mulai mengenali wajah-wajah itu; Nino, yang rambutnya sedikit agak gondrong dan selalu menyeringai kemana-mana. Langit, yang entah bagaimana terlihat polos. Navy, yang tinggi, dan selalu memperbaiki tatanan rambutnya setiap lima menit sekali. Mereka hanya berlima karena ... ya, Aksal sibuk menolak ajakan kencan perempuan.

Selama ini, aku tidak pernah melihat Pandawa turun bermain basket meski anak-anak bermain basket hampir setiap harinya. Aku cukup sering melihat teman-temannya. Tetapi Pandawa ... ini yang pertama.

Aku membawa langkahku lebih dekat, memasukkan diri ke dalam kerumunan yang sedikit lebih lapang. Meski begitu, dan meski tinggiku tidak bisa digolongkan pendek (rata-rata, setidaknya), aku masih harus memanjangkan leher demi dapat menyaksikan apa yang terjadi di lapangan.

Dia, dalam balutan kaos tanpa lengan dan headband di kepala. Membuat para anak perempuan bersorak untuknya. Rupanya bukan hanya aku, yang kesulitan memalingkan wajah dari lekuk bisepnya, atau keringat yang membasahi lehernya hingga kaosnya menjadi lengket ke badan. Sorakan menjadi sepuluh kali lipat lebih meriah ketika dia menarik ujung kaos untuk menyeka keringat di wajahnya.

 Sorakan menjadi sepuluh kali lipat lebih meriah ketika dia menarik ujung kaos untuk menyeka keringat di wajahnya

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Di antara banyaknya siswi yang berteriak-teriak itu adalah Bia. Gadis itu tanpa malu-malu menyorakkan nama Pandawa keras-keras, dengan banner buatan tangan yang dia angkat tinggi-tinggi.

"GO PANDA! GO PANDA! WOOOO!!!"

Dia melompat, berteriak, tertawa. Tanpa beban. Seolah dia adalah gadis paling beruntung di dunia.

Dan bagian menyebalkannya, Pandawa tersenyum ke arahnya.

Sial!

Di depan Bia, adalah pagar kawat yang memisahkan lapangan dengan penonton sehingga bola tidak melesat kemana-mana. Pagar itu terpasang dengan baik, namun aku menyadari bahwa ada bagian-bagiannya yang tidak dieksekusi dengan sempurna. Seperti pagar di depan gadis itu, contohnya. Bagian besinya yang runcing mencuat, tepat di depan kaki Bia.

Prince Effect [COMPLETED]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon