Chapter 35

4.7K 1K 128
                                    


Ketika Isa terbangun keesokan harinya, dia melihat penampikan gadis berambut panjang kusut di cermin, dengan kantong mata yang menghitam karena kurangnya tidur.

Dia tertidur setelah lewat pukul tiga, dan terbangun jam lima lewat lima belas menit. Yang artinya Isa hanya sempat beristirahat selama dua jam. Sempat ia tergoda untuk berpura-pura sakit hari ini dan tidak perlu ke sekolah. Dan itulah yang ingin ia lakukan. Tetapi ia tidak tahu bagaimana membuat alasan sehingga dengan terpaksa, ia pergi ke kamar mandi dan bersiap-siap.

Di depan cermin itu, Isa meraih sikat giginya, mengolesi separuh permukaannya dengan pasta gigi lalu memasukkannya ke mulut. Awalnya, ia menggosok gigi dengan malas-malasan. Hingga kejadian tadi malam kembali terbayang di benak.

Dia. Mencium. Aksal.

Bahkan Isa tidak mampu memercayai pernyataannya sendiri. Bagaimana bisa? Apa yang telah dia lakukan? Jika seseorang pantas dipukul di kepala, maka orang itu adalah dirinya. Dan ingatan tentang malam tadi pun, tanpa bisa ia tolak, kembali membanjiri.

Isa yang pertama menutup jarak. Lalu Aksal ... Aksal yang membalasnya. Yang merengkuh pipinya dengan telapak tangan dan menciumnya lembut. Tidak dalam. Tidak menuntut. Mereka hanya terdiam dalam posisi itu selama beberapa saat hingga kesadaran merasuk dan Isa menarik diri.

Ada terlalu banyak kecanggungan setelahnya hingga mereka tidak sanggup menuntaskan film itu dan memilih pulang. Aksal mengantarnya, tetapi bahkan hingga tiba di rumah, Isa nyaris tidak mengucapkan apa-apa selain 'Terima kasih' lalu terburu-buru membuka pagar.

Isa memejamkan mata, lalu mengetuk kepalanya sendiri. Benar-benar! Bahkan sekarang, kepalanya tidak dapat berhenti memutar ulang kejadian memalukan itu!

Lamunannya baru terhenti ketika ia mendengar pintu kamarnya diketuk, lalu dibuka dari luar.

"Kak Isa!" Suara Bia yang familiar terdengar hingga ke kupingnya. Isa menoleh ke pintu kamar mandi dan menemukan Bia mengintipnya dengan cengiran lebar. Membuat Isa keheranan.

Sejak ... kapan?

"Kak, ada hair dryer nggak? Punya Bia rusak!" ujarnya, dengan nada setengah merajuk yang terlalu familiar. "Bia pinjam, ya!" Ia mengacungkan pengering rambut milik Isa di tangannya, yang sudah ia ambil entah kapan. "Nanti Bia balikin, sumpah!"

Isa tidak tahu harus berkata apa, jadi dia mengangguk. Cengiran Bia bertambah lebar. Sesaat, ia menghilang dari pintu. Tetapi sebelum Isa kembali melanjutkan kegiatannya mencuci muka, gadis itu kembali. Kali ini sembari menunduk malu-malu.

"Kak, soal kemaren ... maaf, ya, dan makasih," katanya.

Isa mengangkat alis.

"Panda udah cerita. Gara-gara Kak Isa, Panda akhirnya minta balikan sama Bia. Katanya, dia nggak bisa hidup tanpa Bia."

"Oh." Hanya itu tanggapan Isa. Dia merasa Bia dan Pandawa yang kembali menjalin hubungan tidak ada kaitannya dengannya. Pun, dia tidak merasakan apa-apa.

Tetapi, Bia masih belum beranjak.

"Maaf juga sempat nuduh Kak Isa macem-macem. Bia ... Bia jahat, ya, ke Kak Isa? Maafin Bia."

Mata yang menyerupai anak anjing itu kembali. Isa tidak melihatnya seminggu ini. Namun sekarang, dia kembali.

"Iya, iya. Sana, gue mau mandi," balasnya, mendorong Bia keluar lalu menutup pintu kamar mandi rapat-rapat.

Sepertinya, mulai sekarang hari-hari Isa akan kembali terganggu olehnya.

***

Biasanya, sulit menemukan Aksal. Cowok itu punya segudang kegiatan yang akan menguncinya di ruang OSIS atau musik. Atau jikapun ada, dia pasti sedang sibuk dengan temannya atau berbicara dengan guru, atau mengerjakan sesuatu. Dan berbekal keyakinan itu, Isa turun dari mobil, berharap dia tidak harus bertemu Aksal pagi ini. Dan jika beruntung, hingga waktu pulang tiba.

Isa tidak bisa menghadapinya. Dia tidak siap! Dia tidak tahu harus mengatakan apa dan bahkan tidak punya keberanian menatap cowok itu setelah kejadian tadi malam.

Tetapi mungkin nasib sial sedang menimpanya. Karena hanya beberapa langkah menjejakkan kaki di sekolah, sosok itu telah berada dalam jarak pandangnya. Lebih sialnya lagi, Aksal sedang sendirian, berjalan persis ke arahnya dengan ponsel di tangan.

Sial! Sial! Sial!

Dengan cepat, Isa berbalik. Ia mengulur rambut panjangnya ke depan, lalu berusaha menyembunyikan diri lewat murid-murid lainnya sementara dia mengambil jalan memutar. Tidak peduli sejauh apa, yang penting tidak bertemu Aksal.

Pada usaha pertama itu, dia berhasil kabur. Tetapi sialnya, semesta seperti bersekongkol untuk menjebloskannya. Sepanjang hari itu, dia seakan terus dipertemukan dengan Aksal.

Di kali kedua, dia sedang berjalan ke toilet ketika Aksal berada di sisi jalan lainnya sembari menenteng alat praktek biologi. Akibatnya Isa sampai secara refleks masuk ke ruang kelas yang bukan kelasnya, menyebabkan keheningan seketika. Untungnya, guru yang mengajar sedang tidak di kelas sehingga Isa bisa kabur setelah Aksal lewat.

Kali ketiga di kantin. Dan lebih sial lagi, Aksal melihatnya! Cowok itu memanggilnya, tetapi Isa berpura-pura tuli dan lari secepat mungkin, kabur dari tempat itu.

Selanjutnya, Isa memutuskan hanya diam di kelas. Ia menahan diri untuk tidak ke toilet dan menahan lapar untuk tidak ke kantin. Semua hanya agar tidak bertemu Aksal. Setidaknya, di kelas ia akan aman. Karena tidak mungkin rasanya cowok itu masuk dan menyeretnya ke luar.

"Selamat siang, anak-anak!"

Bu Delisa, guru Matematika mereka yang masih muda, tiga puluh tahun, masuk ke dalam kelas dengan menenteng tas laptop dan buku-bukunya. Sebagian besar murid menyahut, sebagian yang lain masih sibuk mengobrol. Isa sendiri sibuk dengan pikirannya, tidak memerhatikan Bu Delisa yang sedang mempersiapkan pengajaran hari ini.

Setidaknya hingga namanya dipanggil maju.

"Oh, iya. Ada yang namanya Anisa Putri?"

Isa mengangkat kepala seketika seiring teman-teman sekelas yang menatapnya. Dia adalah satu-satunya Anisa Putri di sana, sehingga dengan terpaksa, ia mengangkat tangan dan berdiri.

"Ya, Bu?"

"Kamu dipanggil tadi. DIsuruh ke ruang OSIS."

"Ya?"

"Ketua OSIS tadi izin ke Ibu. Katanya kamu mau ada rapat penting OSIS, kan? Silakan."

Aksal sialan!

***

Aksal perlu dilaporkan nih :'(

Penyalahgunaan kekuasaan.

Prince Effect [COMPLETED]Where stories live. Discover now